Menghadapi Play Off dengan Trisula Patah (7-tamat)


Pertandingan melawan GS Caltex adalah pertandingan keempat di putaran keenam. Masih tersisa 2 pertandingan lagi yang harus dijalani Red Sparks walaupun hasilnya udah nggak berpengaruh pada tiket play off mereka.

Di pertandingan kelima, Red Sparks melawan AI Pepper. Yang mengejutkan , Ko Hee-jin sama sekali nggak menurunkan pemain inti Red Sparks. Mega, Gia, dan pemain-pemain senior lainnya duduk di bangku penonton, menyemangati pemain-pemain muda yang selama ini duduk di bangku cadangan. Sekali lagi ini membuktikan pelatih Ko Hee-jin adalah orang yang berpikir rasional.

Maksudnya gini:

Rekor kemenangan berturut-turut terbanyak yang pernah dimiliki Red Sparks adalah 7 kali. Tahun ini mereka udah berhasil mengulanginya, dengan kemenangan atas GS Caltex. Kalau Ko Hee-jin mau gagah-gagahan “memecahkan rekor”, maka dia bisa menurunkan tim utama untuk melawan AI Pepper, demi menggenapkan kemenangan 8 kali berturut-turut. Tapi dalam sebuah wawancara Ko Hee-jin bilang, targetnya adalah menang kejuaraan, bukan memecahkan rekor. Daripada memboroskan tenaga pemain inti hanya untuk memecahkan rekor menang 8 kali, lebih baik kasih kesempatan para pemain untuk rehat. Gue setuju banget, ini pemikiran rasional yang fokus pada tujuan utama. Nggak heran kalo Ko Hee-jin pernah dianugerahi gelar MVP setelah Red Sparks berhasil mengalahkan Pink Spiders 3-1 di awal putaran keenam.

Ko Hee-jin dinobatkan sebagai MVP di awal putaran keenam

Walaupun di atas kertas Red Sparks udah pasti kalah, tapi fans tetap mengapresiasi karena poinnya lumayan ketat. Set pertama Red Sparks kalah 17-25, set kedua kalah lagi dengan selisih makin tipis 21-25, dan di set ketiga berhasil menang 25-11. Sayangnya di set keempat Red Sparks kalah dengan 25-19. Skor akhir 1-3 untuk AI Peppers.

Yang bikin penonton ketar-ketir adalah pertandingan keenam melawan IBK Altos.

(lebih…)

Putaran Keempat dan Kelima: Menyala (6/7)


Strategi Ko Hee-jin berhasil. Performa Red Sparks mantap melalui putaran keempat dan kelima. Di putaran keempat, Red Sparks hanya kalah 2 kali, yaitu dari Hyundai Hillstate dan Pink Spiders, 2 tim terkuat di klasemen. Posisi mereka naik dari peringkat 4 ke peringkat 5.

Tapi Red Sparks bener-bener menyala di pertengahan putaran kelima. Dua pertandingan pertama menang, pertandingan ketiga kalah, habis itu bablas tak terkalahkan hingga akhir putaran kelima. Peringkat mereka naik lagi, dari 4 ke 3. Peluang masuk babak play-off terbuka lagi!

Salah satu momen paling berkesan adalah waktu Red Sparks melawan Hyundai Hillstate. Mega yang bertugas service berhasil membukukan 11 poin berturut-turut tanpa jeda, termasuk 1x service ace (mencetak poin langsung dari pukulan service tanpa sempat dibalas lawan).

(lebih…)

Rahasia Kekuatan Red Sparks (5/7)


Terlepas dari bahan baku pemain yang memang berkualitas, menurut gue yang bikin Red Sparks bisa cepat bangkit dari masa-masa suram di putaran kedua dan ketiga adalah karena hubungan antarpemain memang baik. Di luar lapangan mereka sering nongkrong bareng, kadang di cafe milik Socap, kadang luntang-lantung shopping rame-rame.  

Mega, Yeum Hye Son, Ibunya Gia, Solmangat, Gia, main ke cafe milik Lee So Young
Kiri ke kanan: Mega, Yeum Hye Son, Ibunya Gia, Solmangat, Gia, main ke cafe milik Lee So Young

Uniknya, Ibunya Gia rajin nonton anaknya bertanding di lapangan bahkan ikutan nongkrong bareng anggota tim Red Sparks. Padahal setahu gue biasanya bule di umur 24 tahun udah pada hidup masing-masing dari orang tuanya, nggak sampai ditemenin merantau kayak gini.

(lebih…)

Lahirnya Trisula Maut (4/7)


Pelatih tim Red Sparks bernama Ko Hee-jin. Oppa berumur 44 tahun ini mantan pebola voli, tapi mulai 2016 merintis karir sebagai pelatih. Dia melatih Red Sparks mulai 2022. Dia juga yang menemukan Mega.

megawati dan koo heejin pelatih red sparks

Tadinya lewat rekaman video, lalu nonton langsung saat Mega bertanding bareng klub di Vietnam. Terkesan dengan kemampuan Mega, dia mantap memilih Mega masuk Red Sparks, walau para fans waktu itu banyak yang meragukan kemampuan atlet Indonesia. Jangankan fans Korea, sebelum kenal Mega, pun gue juga ragu kok!

(lebih…)

Sayangnya: Dunia Voli Korea Tak Semudah Membalik Ceplok (3/7)


Liga voli Korea menerapkan 6 putaran. Di setiap putaran, semua tim harus saling bertanding, dan mengumpulkan akumulasi poin. Tim yang menang straight set (3-0 atau 3-1) dapat 3 poin, sementara yang menang fullset (3-2) dapat 2 poin. Ada 7 tim yang ikut bertanding, jadi setiap tim harus main 6x di setiap putaran. Nilai maksimal yang bisa didapat tim kalau menang straight set terus di suatu putaran adalah 18 poin.

Di akhir putaran keenam, 3 tim dengan poin tertinggi maju ke babak play off. Tim dengan poin tertinggi menunggu di final, sementara tim peringkat 2 dan 3 memperebutkan tiket ke final dengan sistem best of three.  

(lebih…)

Berkah Mega buat Semua (2/7)


Tim Red Sparks sebenernya tergolong tim menengah. Kalo dibilang hebat, faktanya udah  7 tahun terakhir puasa gelar karena gagal melulu masuk babak play-off. Tapi kalo dibilang cupu, mereka punya catatan pernah 3 kali juara. Popularitasnya di medsos ya cuma segitu-gitunya. Tapi gara-gara ada Mega, para fans dari Indonesia berbondong-bondong mem-follow akun-akun Red Sparks. Hasilnya, sekarang akun IG Red Sparks udah punya hampir 260 ribu followers. Angka ini adalah hasil pertumbuhan 122% selama 90 hari terakhir dengan engagement rate 5,48%. Biasanya, semakin banyak followers, semakin susah punya engagement rate yang tinggi. Untuk akun dengan 200 ribuan follower, engagement rate 3% aja udah bagus banget, sementara mereka bisa di atas 5%.

(lebih…)

Mendadak Voli, Gara-Gara Megawati (1/7)


Fans Voli Jalur Tiktok

Seumur-umur gue sama sekali nggak pernah tertarik sama voli. Beserta semua cabang olah raga yang pake bola-bolaan. Pengecualian untuk bulu tangkis ya, mungkin karena bolanya berbulu. Dan Indonesia sering menang. Artinya kalau yang bertanding bukan Indonesia, ya gue males nonton.

Sampe pada suatu hari di bulan November 2023, lewatlah sosok Megawati Hangestri Pertiwi di FYP Tiktok gue. Dia ini atlet voli Indonesia, asli Jember, yang main di Red Sparks, sebuah klub voli Korea. Yang bikin gue jadi makin tertarik adalah karena Mega bukan sekadar “main” di Korea, tapi dia bisa dibilang “ngacak-acak” dunia bola voli Korea.  

(lebih…)

The Fighter


The Fighter Movie PosterCerita film ini berdasarkan kehidupan petinju Micky Ward, yang praktis cuma gue kenal kiprahnya dari game PS Fight Night. Yang menarik gue untuk nonton justru karena sebagai petinju, Micky Ward nggak kondang-kondang amat. Malah di Fight Night statistiknya nggak bagus-bagus amat. Setelah nonton filmnya, baru gue tau bahwa memang yang mau “dijual” bukanlah adegan tinju-tinjuannya.

Film dibuka dengan penggambaran bahwa Micky Ward (Mark Wahlberg) adalah petinju yang rada telat memulai karirnya – karena di umur yang udah kepala tiga baru bertanding tiga kali dan kalah melulu. Dia dilatih oleh Dicky Ecklund (Christian Bale) kakak tirinya yang mantan petinju tapi sekarang udah jadi pengangguran pecandu narkoba. Selain kakak beradik ini, ada juga tokoh Alice (Melissa Leo) ibu Micky dan Dicky yang bertindak sebagai manager Micky, dan Charlene (Amy Adams) pramusaji bar yang kemudian pacaran dengan Micky.

Konflik mulai dibangun saat digambarkan Dicky terkesan asal-asalah melatih adiknya – maklum namanya juga orang teler – dan lagi-lagi membuat Micky kalah. Micky yang pada dasarnya kurang PeDe makin minder dengan kekalahannya itu. Charlene sebagai pacar terus memotivasi Micky, apalagi dengan adanya seorang promotor kaya yang bersedia membiayai Micky berlatih secara lebih profesional. Micky dihadapkan pada dilema: kalau ingin mengembangkan karirnya maka dia harus ‘tega’ meninggalkan manajemen keluarganya yang kacau balau itu. Di sisi lain, Dicky dengan caranya sendiri juga berusaha mendukung karir tinju adiknya dan ingin adiknya tetap berada di bawah manajemen keluarga.

Buat yang belum nonton film ini, gue sarankan mengatur ekspektasinya dulu. Film ini bukan film action, jadi jangan harap akan banyak adegan pukul-pukulan dramatis ala film Rocky. Malah mungkin porsi adegan tinju di film ini nggak sampe 10%. Yang jadi kekuatan film ini bukanlah adegan tinjunya, tapi penggambaran konflik berlapis yang meliputi para tokohnya. Micky: rendah diri, sayang keluarga tapi juga ingin karir tinjunya maju. Dicky: penderita post-power syndrome yang hidup di masa lalu, doyan mengulang-ulang kenangan manis waktu sempat menjatuhkan Sugar Ray Leonard tapi nggak berani menghadapi kenyataan, sayang keluarga, sayang adik, tapi pendek akal dan tukang bikin onar. Alice: ibu yang diam-diam pilih kasih pada anaknya, dan Charlene: pengidap rendah diri yang menemukan semangatnya pada orang lain. Saat terjadi perdebatan antar tokoh, dialog-dialognya terasa hidup karena masing-masing tokoh mengeluarkan argumen yang kuat mencerminkan sudut pandangnya. Selain itu, penggambaran tokohnya juga sangat manusiawi; nggak ada yang 100% jahat atau 100% baik.

Seperti dugaan gue, Christian Bale berhasil memenangkan Oscar dari perannya di film ini. Untuk memerankan seorang pecandu narkoba, Bale menurunkan berat secara ekstrim sampe tampangnya kayak orang sakit. Salah satu temen gue berkomentar, “Ya iyalah, dia kan dibayar mahal.” Nggak juga, ternyata. Sebagai film yang awalnya dianggap nggak akan terlalu sukses secara komersial, film ini nggak punya anggaran yang terlalu leluasa untuk menggaji para pemainnya. Bale ‘hanya’ dibayar 250.000 dolar saja. Bandingkan dengan waktu dia memainkan Batman – Dark Knight: bayarannya 38 juta dollar! Dari segi pemilihan pemain dan tata rias, film ini memang jeli. Coba liat dandanan Alice si ibu yang digambarkan agak sedikit kampungan, dan Ida pun berkomentar tega soal Charlene, “Hebat ya milih pemerannya, realistik, nggak milih pemeran yang cantik-cantik amat dan langsing-langsing amat…”

Faktor lain yang membuat film ini enak ditonton, bagi gue, adalah pemilihan tokoh Micky Ward sendiri. Dia adalah petinju yang cukup sukses, sempet jadi juara dunia, tapi nggak banyak orang kenal namanya dan tau cerita hidupnya. Maksud gue, beda dengan kalo kita nonton film tentang Muhammad Ali atau Mike Tyson; mungkin udah nggak akan terlalu seru lagi karena kita udah tau endingnya akan gimana. Film ini tetep mampu membuat penonton harap-harap cemas apakah tokoh utamanya akan memenangkan pertandingan.

Kesimpulannya: sebuah film sederhana yang menyajikan hubungan keluarga secara sangat realistis, dan tentunya menarik!

===

Kalo mau baca posting-posting terbaru gue soal film, silakan klik Nonton Deh!

king


“Indonesia banget, sih!”
Biasanya, sadar nggak sadar, kata-kata barusan gue lontarkan kalo ketemu aneka hal negatif di negeri ini. Misalnya, kalo ketemu orang main serobot-serobotan di jalan raya, denger berita fasilitas umum rusak padahal baru sebulan diresmiin, tersangka korupsi tiba-tiba bisa minggat ke luar negeri, atau yang paling sering kalo atlet / tim olah raga kita tersingkir di babak penyisihan, bahkan kualifikasi.

Tapi syukurlah, “Indonesia Banget” yang gue rasakan setelah nonton film ini jauh lebih positif ketimbang biasanya. Film ini memang “Indonesia Banget”; mulai dari cerita yang mengangkat salah satu olah raga paling populer di Indonesia, gambar-gambar keren yang mengekspos keindahan alam, dan tokoh-tokohnya yang sangat membumi.

Ceritanya sederhana aja: tentang usaha seorang bocah 12 tahun bernama Guntur yang sangat berbakat main bulu tangkis, dan berusaha masuk klub bulu tangkis bergengsi. Dia dilatih oleh bapaknya (diperankan secara sangat – sangat – sangat bagus oleh Mamik Srimulat) dan didukung oleh dua orang sahabatnya, Raden dan Michele.

Berbeda dengan tipikal film-film bertema olah raga ala Hollywood yang selalu menggambarkan tokoh lawan sebagai sosok angkuh yang menyebalkan dan terkadang main curang, di film ini penggambaran seperti itu nyaris nggak ada. Pesan utamanya memang bukan cuma bagaimana perjuangan untuk menjadi juara, melainkan bagaimana menjadi juara dengan cara yang benar.

Entah gimana caranya, tapi gue merasa bahwa pengambilan setiap gambar yang muncul di film ini dilakukan dengan perhitungan yang sangat detil – kalo nggak mau dibilang kompulsif. Komposisi obyek, perpaduan warna, sampe gerakan kameranya dibuat sangat artistik. Coba aja perhatiin waktu kamera menyorot pepohonan yang pucuknya diliputi kabut dari bawah, atau penggunaan helikopter untuk mengambil panorama alam yang menghijau… keren banget! Walaupun begitu, di beberapa adegan menjelang akhir film gerakan kamera yang selalu memulai setiap adegan dari bawah ke atas terasa monoton, tapi secara keseluruhan film ini diambil dengan “sangat mau susah” (karena banyak film Indonesia lainnya yang nampak males menggerak-gerakkan kamera ke sudut-sudut yang ngerepotin).

Rangga Raditya, pemeran Guntur yang baru pertama kali ini main film, tampil lumayan. Masih perlu banyak dipoles, tapi nggak jelek kok. Yang jelas, dia ini kayaknya emang beneran bisa main bulu tangkis, deh. Ada banyak adegan dia bertanding bulu tangkis yang diambil dari jarak menengah, memperlihatkan bahwa memang beneran dia yang bertanding, tanpa stand-in.

Tokoh Raden, sahabat Guntur diperankan oleh Lucky Martin. Kalo nggak salah anak ini adalah pemeran iklan Axis yang judulnya ‘Si Amir’ (CMIIW). Sebenernya nggak ada yang salah sih dengan aktingnya, tapi… hmmm… gimana ya, buat gue tampangnya rada nyebelin dan tua banget, jadi rasanya rada mengganggu jalannya film. Kalo memang bener dia itu pemeran iklan Axis, dulu gue pernah mengomentari iklan itu dengan “Amir, 12 tahun? Tampangnya kayak anak kuliahan semester 3”.

Terlepas dari sedikit kekurangan di sana-sini yang masih dalam batas bisa diabaikan dan dimaafkan, film ini adalah sebuah film yang bisa bikin gue bilang “Indonesia Banget” dengan rasa bangga jadi orang Indonesia…

Seandainya gue sapi…


jtf_cow

Pada suatu hari, temen gue yang bernama Anto (pernah dijurnalin di sini) iseng memegang-megang lengan gue dan berkata,
“Seandainya elu sapi, harga lu murah banget. Soalnya keras, man…”

Walaupun kedengerannya aneh, itu adalah sebuah komplimen atas kerja keras gue selama hampir 4 bulan terakhir. Thanks ya To!

Banyak orang yang kehilangan motivasi berolah raga karena sasarannya adalah angkatertentu di timbangan atau di pita pengukur. Ketika angka-angka itu nggak juga tercapai, lantas putus asa dan berhenti berusaha. Padahal, ada banyak ‘reward’ yang mungkin terlewat dari pengamatan kita, seperti:

  • perasaan lebih fit waktu bangun tidur
  • sakit / nyeri di persendian yang mendadak ilang
  • makanan yang terasa lebih nikmat (waktu dimakan sehabis olah raga)
  • botol-botol saos yang terasa lebih gampang dibuka
  • ketahanan untuk keliling mall lebih lama
  • jarak-jarak yang terasa memendek (karena kita mampu berjalan lebih cepat)
  • …atau fakta bahwa seandainya kita sapi, kita punya peluang hidup lebih panjang

Jangan cuma terpaku pada angka, hargai juga keberhasilan-keberhasilan kecil yang berhasil kita capai dengan olah raga. Nggak mesti jadi sapi yang paling murah, tapi minimal gue berusaha bahwa minggu depan gue adalah sapi yang lebih murah dari minggu ini. Appreciate your own effort! Yuk, mulai olah raga sekarang!

Oh iya, ngomong-ngomong, gue juga udah turun 2 kilo lagi sejak journal yang ini – tetep tanpa diet dan minum nescafe ice 2 kali sehari.

Gambar gue comot dari sini.

Rocky Balboa (2007)


Rocky Balboa Poster

Serial “Rocky” berawal dari film Rocky pertama yang dirilis tahun 1976. Film itu langsung melejitkan nama Stallone yang waktu itu masih anak bawang dan masih cari sesuap nasi dengan main film bokep* sebagai bintang papan atas Hollywood. Nggak tanggung-tanggung, film Rocky itu dinominasikan untuk 7 kategori Oscar, dan berhasil memenangkan 3 di antaranya – termasuk kategori “Film Terbaik” (lebih…)

Manfaat olah raga dan kebiasaan membaca dalam membasmi hama



**Warning: disturbing image**

Lagi enak2 ngeMPi, tiba-tiba terasa ada benda kenyal berbulu nyenggol kaki gue.

Sial. Tikus.

Tanpa daya gue cuma bisa melolotin dia ngibrit sembunyi di balik rak buku. Sebel, tapi gue lagi males ngudak-udak tikus sendirian, apalagi asisten pribadi urusan perburuan tikus sedang mudik ke rumah orang tuanya.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara dari rak buku dan… itu dia si tikus sialan, nongkrong mengamati gue dengan tampang tak berdosa. Gue liatin balik. Dia cuma diem aja. Hm… indikasi tikus lagi nggak sehat nih. Biasanya para tikus langsung kabur kalo ketemu gue, mungkin karena kepribadian gue yang kharismatik. Keliatannya tikus ini sempet ngemil beberapa butir racun Dora yang gue tabur di dekat bak sampah semalem.

Cukup lama juga kami berpandang-pandangan, sampe akhirnya dia mungkin bosan ngeliat muka gue dan memutuskan untuk turun dari rak. Dari caranya turun semakin jelas bahwa si tikus lagi nggak enak badan. Gerakannya terbata-bata, lamban sekali. Setelah sampai dengan selamat di permukaan lantai, lagi-lagi dia cuma bengong nggak bergerak. Wah, bener rupanya. Rejeki gue malam ini ketemu tikus teler.

Gue celingukan mencari benda keras / berat yang bisa dijadikan senjata menghabisi sang tikus, tapi nggak segera menemukan nominator yang pas. Masalahnya gue belum semapan itu untuk tega menimpuk tikus pake CPU. Memang ada senapan angin di pojokan, tapi pelurunya ada di kamar sebelah dan per-nya juga udah dol… Eh, tapi, biarpun per-nya dol, popornya kan masih cukup mujarab buat nggetok?

Sambil mengendap-endap gue meraih senapan tua itu dan CIAAAT…! sepenuh tenaga gue hunjamkan ke arah tikus dengan jurus “alu menumbuk padi”. Tapi, ah… brengsek. Biar kata lagi teler, rupanya si tikus masih punya sisa kelincahan untuk ngeles. Gue hanya berhasil mengenai buntutnya.

Nah, sekarang posisinya jadi sulit. Dengan buntut terjepit popor senapan yang terus gue pegang erat2 dengan tangan kiri, tikus nggak bisa lari kemana-mana. Tapi terus gimana cara matiinnya? Kalo mau bisa aja sih dicekek, tapi gue kan jijik megang2 tikus.

Lagi2 gue celingukan mencari alat bantu, sampe akhirnya menemukan sebuah benda yang ideal sekali mengantar si tikus menghadap Sang Pencipta. Benda itu adalah sebuah container plastik merk Lionstar berdimensi 50 x 40 x 35 cm (ini akurat, barusan gue ukur pake penggaris) yang penuh berisi buku kuliah plus novel.

Karena tangan kiri masih harus megangin senapan yang menjepit buntut tikus, maka gue seret container itu hanya pake sebelah tangan. Huup… berat juga. Dengan mengerahkan seluruh kekuatan gue angkat satu sisi container, gue posisikan pas di atas si tikus dan BRUUUK… gue lepas.
Krrrk…. terdengar derak halus beberapa tulang mungil yang remuk. Ah, selamat jalan, wahai tikus… Penuh keceriaan container gue angkat lagi untuk menyaksikan apa yang terjadi dengan si tikus, tapi… eh, dia masih hidup! Rupanya tadi cuma kena bagian belakang. Dia nampak menggeliat-geliat berusaha kabur. Buru-buru pegangan di senapan angin gue lepas dan kali ini dengan kedua tangan dan sepenuh hati gue angkat container tinggi-tinggi dan menjatuhkannya berkali-kali ke atas tikus. BRUK… BRUK… BRUK… krrrk…. krrrk…. krrrk…. Tak lupa gue berpesan kepada tikus, “MAMPUSLAH KAU, MAMPUS, MAMPUUUS…” Pikir-pikir, ngapain juga ya pake gue bilangin gitu, nggak usah disuruh mampus juga udah pasti mampuslah dia, ditiban benda seberat itu. Huh, pernyataan yang tolol.
Setelah puas dan yakin, gue angkat lagi container itu untuk menemukan si tikus kini gepeng seperti ikan bawal. Mati.

Maka hikmah yang bisa gue petik hari ini adalah:

Kebiasaan membaca adalah kegiatan yang positif karena koleksi buku Anda dapat bermanfaat untuk meniban tikus. Namun, koleksi buku yang banyak tidak akan berguna bila Anda tidak cukup kuat untuk mengangkatnya. Maka, rajin-rajinlah berolah raga.

Bagi yang ingin menyaksikan hasil karya gue malam ini, silakan scroll ke bawah. Bagi yang lagi kurang mood liat foto tikus mati, buruan tutup browsernya, daripada nyesel.







Penemuan hari ini… asa-usul nama 49ers


Salah satu jenis penemuan nggak penting yang mungkin nggak ada gunanya tapi seneng aja kalo tau. Tau tim American Footbal San Francisco 49ers? Ternyata angka 49-nya merujuk pada tahun dimulainya “Gold Rush” – histeria pencarian emas besar-besaran di Amerika – pada tahun 1849.

Gold Rush sendiri berawal saat seseorang bernama James Marshall kebetulan menemukan emas saat lagi kerja di ranch. Berita langsung tersebar luas, dan konon dalam 2 tahun populasi California Utara waktu itu bertambah 86.000.

Sumber:
Ocehan salah satu temen kantor yang udah gue verifikasi dengan sumber dari about.com dan situs resmi San Francisco 49ers.