**Warning: disturbing image**
Lagi enak2 ngeMPi, tiba-tiba terasa ada benda kenyal berbulu nyenggol kaki gue.
Sial. Tikus.
Tanpa daya gue cuma bisa melolotin dia ngibrit sembunyi di balik rak buku. Sebel, tapi gue lagi males ngudak-udak tikus sendirian, apalagi asisten pribadi urusan perburuan tikus sedang mudik ke rumah orang tuanya.
Beberapa saat kemudian, terdengar suara dari rak buku dan… itu dia si tikus sialan, nongkrong mengamati gue dengan tampang tak berdosa. Gue liatin balik. Dia cuma diem aja. Hm… indikasi tikus lagi nggak sehat nih. Biasanya para tikus langsung kabur kalo ketemu gue, mungkin karena kepribadian gue yang kharismatik. Keliatannya tikus ini sempet ngemil beberapa butir racun Dora yang gue tabur di dekat bak sampah semalem.
Cukup lama juga kami berpandang-pandangan, sampe akhirnya dia mungkin bosan ngeliat muka gue dan memutuskan untuk turun dari rak. Dari caranya turun semakin jelas bahwa si tikus lagi nggak enak badan. Gerakannya terbata-bata, lamban sekali. Setelah sampai dengan selamat di permukaan lantai, lagi-lagi dia cuma bengong nggak bergerak. Wah, bener rupanya. Rejeki gue malam ini ketemu tikus teler.
Gue celingukan mencari benda keras / berat yang bisa dijadikan senjata menghabisi sang tikus, tapi nggak segera menemukan nominator yang pas. Masalahnya gue belum semapan itu untuk tega menimpuk tikus pake CPU. Memang ada senapan angin di pojokan, tapi pelurunya ada di kamar sebelah dan per-nya juga udah dol… Eh, tapi, biarpun per-nya dol, popornya kan masih cukup mujarab buat nggetok?
Sambil mengendap-endap gue meraih senapan tua itu dan CIAAAT…! sepenuh tenaga gue hunjamkan ke arah tikus dengan jurus “alu menumbuk padi”. Tapi, ah… brengsek. Biar kata lagi teler, rupanya si tikus masih punya sisa kelincahan untuk ngeles. Gue hanya berhasil mengenai buntutnya.
Nah, sekarang posisinya jadi sulit. Dengan buntut terjepit popor senapan yang terus gue pegang erat2 dengan tangan kiri, tikus nggak bisa lari kemana-mana. Tapi terus gimana cara matiinnya? Kalo mau bisa aja sih dicekek, tapi gue kan jijik megang2 tikus.
Lagi2 gue celingukan mencari alat bantu, sampe akhirnya menemukan sebuah benda yang ideal sekali mengantar si tikus menghadap Sang Pencipta. Benda itu adalah sebuah container plastik merk Lionstar berdimensi 50 x 40 x 35 cm (ini akurat, barusan gue ukur pake penggaris) yang penuh berisi buku kuliah plus novel.
Karena tangan kiri masih harus megangin senapan yang menjepit buntut tikus, maka gue seret container itu hanya pake sebelah tangan. Huup… berat juga. Dengan mengerahkan seluruh kekuatan gue angkat satu sisi container, gue posisikan pas di atas si tikus dan BRUUUK… gue lepas.
Krrrk…. terdengar derak halus beberapa tulang mungil yang remuk. Ah, selamat jalan, wahai tikus… Penuh keceriaan container gue angkat lagi untuk menyaksikan apa yang terjadi dengan si tikus, tapi… eh, dia masih hidup! Rupanya tadi cuma kena bagian belakang. Dia nampak menggeliat-geliat berusaha kabur. Buru-buru pegangan di senapan angin gue lepas dan kali ini dengan kedua tangan dan sepenuh hati gue angkat container tinggi-tinggi dan menjatuhkannya berkali-kali ke atas tikus. BRUK… BRUK… BRUK… krrrk…. krrrk…. krrrk…. Tak lupa gue berpesan kepada tikus, “MAMPUSLAH KAU, MAMPUS, MAMPUUUS…” Pikir-pikir, ngapain juga ya pake gue bilangin gitu, nggak usah disuruh mampus juga udah pasti mampuslah dia, ditiban benda seberat itu. Huh, pernyataan yang tolol.
Setelah puas dan yakin, gue angkat lagi container itu untuk menemukan si tikus kini gepeng seperti ikan bawal. Mati.
Maka hikmah yang bisa gue petik hari ini adalah:
Kebiasaan membaca adalah kegiatan yang positif karena koleksi buku Anda dapat bermanfaat untuk meniban tikus. Namun, koleksi buku yang banyak tidak akan berguna bila Anda tidak cukup kuat untuk mengangkatnya. Maka, rajin-rajinlah berolah raga.
Bagi yang ingin menyaksikan hasil karya gue malam ini, silakan scroll ke bawah. Bagi yang lagi kurang mood liat foto tikus mati, buruan tutup browsernya, daripada nyesel.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.