Pesan dari Surga


pesan dari surga poster**MAJOR SPOILER ALERT**

Satu lagi film Indonesia yang bercerita tentang kehidupan anak band. Atau, lebih tepatnya mungkin, satu lagi film yang ceritanya sih mau cerita tentang kehidupan anak band.

Alkisah tersebutlah sebuah band bernama Topeng yang beranggotakan Canting (Luna Maya), Veruska (Rianti Cartwright), Prana (Vino Bastian), Brazil (Catherine Wilson), dan Kuta (Lukman Sardi). Semua anggota band tersebut terlibat cinta segi tiga: Canting, pacaran dengan cowok bernama Armand yang saat ini ngantor bersama pacarnya yang diperankan Davina; Brazil punya resolusi pribadi ingin tidur dengan 100 pria dan saat ini lagi pacaran dengan sepasang brondong kembar (yang mana menduduki nomor urut 24 dan 25); Prana udah punya istri tapi di luaran asik-asikan ngajak kawin anak orang; Kuta pacaran sama suami orang (yup, ceritanya doi homo gitu deh…), dan Veruska hamil gara2 pacaran dengan seorang psikolog yang kecanduan narkoba dan fetish dengan buah-buahan.

Jadi bayangin aja betapa dahsyatnya cita-cita plot film ini. Dia memuat segala topik (yang biasanya) kontroversial di tengah masyarakat: perselingkuhan, kumpul kebo, poligami, aborsi, narkoba, free sex, homoseksualitas… wuah, pol-polan deh. Pokoknya jenis plot yang suka muncul sebagai nominasi festival film internasional, yang kalo DVDnya beredar di Mangga Dua dengan cover berhias gambar daun nyiur logo festival film orang akan berbondong-bondong beli karena penasaran ingin liat adegan telanjangnya*.

Sayangnya, hukum alam tetap berlaku di mana “PLOT {jenis apapun} + (f) PUNJABI = …ya… gitu deh.
~(f) bisa diisi dengan Raam, Dhamoo, Manoj, dll.~

Pikir-pikir seandainya pada tahun 1977 dulu scriptmya George Lucas jatuh ke tangan mas Raam, mungkin sekarang ini kita lagi nonton serial tivi “Star Wars XVI: Getar Asmara di Ujung Senja” dengan Anjasmara sebagai Luke Skywalker beradegan nyedot es jeruk satu gelas dua sedotan bareng Tamara Blezynski di pantai Ancol. Terima kasih ya Tuhan, karena Engkau tidak membiarkan hal itu pernah terjadi.

Maka jangan heran kalo film ini “ya gitu deh” dari berbagai aspek. Misalnya, editing yang ajaib banget – kaya satu adegan baru jalan 2 detik dan belum ngasih pesan apapun tau2 udah pindah ke adegan lain yang nggak ada hubungannya sama sekali. Juga pengambilan gambar yang ‘aneh’ karena sering banget diambil secara medium shot dengan para tokoh membelakangi kamera. Apa di antara crew film nggak ada yang bertugas teriak “whoi mas, kameranya di sini..”? Selain itu yang bikin gue senewen adalah gambarnya statis bangeeet. Jadi aktornya udah ngeluyur ke kanan, kiri, atas, bawah, kadang malah udah keluar frame, tapi kameranya teteeep aja nyorot ke situ-situ melulu. Gue rasa begitu denger sutradara ngomong “ACTION” kameramen nyalain kamera trus cabut makan siang di warung sebelah, ntar abis ngerokok 2 batang baru balik lagi untuk matiin kamera. Trus musik pengiringnya dong… kadang adegan udah sampe ke bagian yang nanggung dan ujug2… jrengg… lagu baru mulai. Kayaknya mas-mas yang bagian nyetel tape lagi meleng karena godain figuran lewat. Settingnya… kenapa harus lilin melulu sih? Serius ni film banyak banget lilinnya. Pokoknya tiap kali adegannya mau rada2 romantis / syahdu dikit, langsung deh lilin beraksi. Apa nggak ada benda lain yang sama romantisnya, gitu loh. Jangan2 ketitipan pesan sponsor “hemat energi” dari PLN. Ini contoh salah satu adegannya, kalo ga percaya. Itung aja ada berapa lilinnya:

adegan pesan dari surga

Sedangkan para pemainnya… aduh. Catherine Wilson dengan baju minim dan rambut kriting zig-zagnya itu nampak sangat “Warkop 80’s” sekali, dan adegan ranjangnya kaya lagi bercanda. Vino nampak tertekan membawakan perannya. Luna Maya ceritanya di sini jadi cewek ‘tough’ yang kalo marah suka maki-maki dengan kata2 “+@! b@b1”. Awalnya sih kaget denger dia maki gitu, tapi abis itu sepanjang film dia maraaah aja nggak kejuntrungan, dikit-dikit maki “+@! b@b1″… “+@! b@b1″… dan lama2 si “+@! b@b1” jadi sangat melelahkan buat kuping. Lukman Sardi sebagai homo juga kerjanya marah2 mulu sama pasangan homonya, tapi nggak jelas sebenernya dia mau nuntut apaan. Pokoknya asal si pacar nelepon untuk membatalkan janji karena harus nemenin istrinya, dia marah secara hiperbolis sampe banting HP segala (ups… jadi inget seorang teman di MP). Rianti Cartwright berakting “ya… gitu deh”, tapi yang lumayan menarik adalah adegannya waktu periksa ke dokter kandungan. Dokternya lumayan deh, rada lucu dikit tapi kayaknya mustahil ada dokter sengocol itu. Masa nyampein hasil tes HIV positif kaya ngasih tau undangan rapat RT. Sedangkan yang paling TOP OF THE POP bagi gue adalah Raymond Tungka sebagai anak kembar yang dipacarin sama Catherine Wilson.

Jadi ceritanya dalam rangka memenuhi target meniduri 100 pria, Catherine Wilson meniduri 2 kakak beradik kembar (Oya dan Oyi) yang dua-duanya diperankan oleh si Raymond. Kedua anak kembar ini nggak tau bahwa mereka pacaran dengan orang yang sama, sampe pada suatu hari salah satu dari mereka nggambar wajah si Catherine dan yang satunya langsung curiga, “Loh, ngapain lo nggambar2 cewek gue?”

Singkat cerita kedua anak kembar ini lantas sadar selama ini udah digilir sama Catherine dan sebagai balasannya mereka mau ngerjain Catherine dengan cara bertukar peran. Jadi pada saat Oyi dapet giliran jalan bareng Catherine, yang muncul adalah Oya dan sebaliknya. Trus, gimana caranya biar Catherine nggak curiga? Mereka menyamar dengan cara… tukeran anting. DUH. Trus setelah sekian lama mereka ngerjain Catherine, si Oyi mulai nggak tega.
“Lama-lama gue jadi kasian sama Brazil,” katanya
“Ah gimana sih, kok elo jadi lemah gini!” kata kembarannya.

Adegan berganti, cerita berjalan membahas tokoh2 lainnya hingga balik nyeritain anak kembar itu lagi dan dengan setengah nggak percaya gue mendengar mereka berdialog:
“Lama-lama gue jadi kasian sama Brazil,”
“Ah gimana sih, kok elo jadi lemah gini!”
Loh… loh… loh… kok kayak pernah denger??

Lama kelamaan problematika masing-masing tokoh makin ruwet tak terkendali hingga sang sutradara pun tak kuasa menyelesaikannya. Akhirnya terjadilah takdir yang telah digariskan di film2 Indonesia sejak jamannya Oom Roby Sugara dahulu kala yaitu: mereka semua mati. Ceritanya mereka berlima mau berangkat manggung trus mobilnya kecelakaan dan empat di antaranya mati. Yang lolos dari maut adalah Luna Maya, dan temen-temennya pada nitip pesen terakhir untuk disampein ke keluarga masing-masing. Itulah sebabnya film ini dijuduli “Pesan dari Surga”.

Ooo… gitu toh.

*contoh kasus: film2 sejenis “Irreversible”-nya Monica Belucci gitu loh.

Pos Berikutnya
Tinggalkan komentar

64 Komentar

  1. Mbot, malem ini filmnya disetel di SCTV. G nonton karena kebangun malem. Perasaan g langsung gak enak. Berasa pernah baca reviewnya somewhere. Pas gue googling nama2 pemainnya ketemu Pesan dari Surga. Emang huancur berath… Apalagi prosesi mati & si kemba. Btw, B*#- nya Luna Maya diganti Mak dirabit. Hehehe…

    Suka

    Balas
  2. yup … yg punya soundtrack pesan dari surga … share donk 😀

    Suka

    Balas
  1. Terowongan Casablanca « (new) Mbot's HQ

Ada komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca