Arawinda dan Blunder KITE Entertainment: Pentingnya Logika Berbahasa


“Yang Penting Ngerti.” Masa?

Sejak dulu gue orang yang paling rewel soal ketertiban berbahasa dan paling “gemes” (pengen nyubit — pake gunting kawat) sama orang yang bilang, “Udahlah, nggak usah terlalu musingin bahasa, yang penting sama-sama ngerti.” Iya kalo elu lagi belajar bahasa asing, memang bener nggak usah terlalu mikirin struktur dulu, karena keberanian mencoba lebih penting. Kayak pedagang-pedagang di daerah wisata: strukturnya kacau, pelafalan sekadar mirip tapi yang penting bisa ngobrol sama turis dan dagangan laku. Nggak papa. Tapi kalo lagi ngomong bahasa sendiri, bahasa yang kita pelajari sejak kecil, maka bahasa itu ibarat OS (operating system) di ponsel: dia melandasi bagaimana informasi kita terima, kita olah, dan kita sampaikan balik ke dunia. Kalau logika bahasa kita kacau, maka kita ibarat ponsel yang OS-nya error: biar kata prosesornya pake Snapdragon seri terbaru, RAM 1 TB, maka pas dipake juga akan error. Minimal lemot banget dan bikin emosi pemakainya.

Kasus Arawinda dan “press release” yang dikeluarkan perusahaan manajemen yang menaunginya; Kite Entertainment (selanjutnya gue singkat KE ya) adalah contoh betapa gawatnya kalau logika bahasa yang error dipaksakan untuk menulis publikasi massa: mencoba meredam satu masalah dengan menciptakan masalah baru yang dampaknya malah lebih luas.

Mari kita bahas satu per satu.

Kronologi Kasus

Sekitar bulan Juli, muncul curhatan anonim di Twitter yang kemudian di-repost di akun wanita.cl di Instagram berikut:


Curhatan ini ditulis oleh seseorang yang prihatin karena suami dari saudaranya selingkuh dengan seorang artis. Sebenernya kalau kalian baca isi curhatan ini, identitas para pelakunya sangat samar, bahkan nggak ada inisial atau keterangan apa pun. Tapi ibarat kata, FBI kalo disuruh adu jeli lawan netizen Indonesia bakal begini:


Dalam waktu singkat netizen udah berhasil menemukan siapa orang-orang yang disangka terlibat dalam kasus ini. Sang suami yang dituduh selingkuh bernama Guido Ilyasa, seorang dokter yang saat itu berprofesi sebagai personal trainer di gym bernama U by CJ di bilangan Jalan Barito, Jakarta. Istrinya bernama Amanda Zahra, juga seorang dokter. Sementara tersangka selingkuhan Guido adalah Arawinda Kirana, artis pendatang baru yang nggak sampai setahun sebelum kasus ini mencuat baru memenangkan piala Citra di film Yuni. Salah satu “barbuk” yang dijadiin acuan para netizen untuk mengupas kasus ini adalah twit dari Amanda berikut:

Seperti biasa, akun-akun medsos Arawinda rame digeruduk netizen dengan tuduhan pelakor. Gimana reaksi Arawinda? Dia nggak berkomentar apa-apa, langsung ‘tiarap’ dari aktivitas medsos. Yang sebelumnya rajin posting video jogetan di Tiktok langsung absen nggak pernah posting apa-apa lagi selama kurang lebih 4 bulan. Arawinda baru mulai posting lagi di September 2022 menceritakan aktivitasnya lagi berada di Los Angeles untuk semacam kursus singkat perfilman. Sementara itu arus tsunami netizen terus mereda, mungkin merasa kurang seru karena nggak dapat tanggapan dari pihak yang dihujat. Memang selain galak, sifat netizen Indonesia ini adalah gampang lupa seperti Dory di film Finding Nemo. Asal target hujatannya ngilang, atau nggak ngasih tanggapan apa pun, akan reda sendiri. Contohnya cek aja kolom komentar IG Nisa Sabyan, dulu panas banget dengan cacian “pelakor”, sekarang udah balik lagi ke setelan pabrik “masyaallah cantiknya kakak” 😁😁😁

Kasus yang sebenernya udah mulai adem ini mulai memanas lagi gara-gara di akhir Oktober Arawinda mem-posting tulisan ini di IG-nya:

Ini ibarat bocah abis diomelin sama emaknya karena ngilangin Tupperware di sekolah lalu besokannya ngomong, “Mak, hari ini jangan lupa bawain bekal yang enak yah!” Maka emaknya tentu aja bakalan:

Nggak cukup sampai di situ, tanggal 29 November 2022 akun IG KE mem-posting “press release” sebagai berikut, silakan klik satu per satu gambarnya untuk membaca lebih jelas ya:

Berhubung gue nggak dalam kapasitas maupun kepentingan untuk menghakimi apakah benar terjadi perselingkuhan antara Arawinda dan Guido, maka fokus pembahasan gue di tulisan ini adalah mengapa “press release” dari KE ini adalah sebuah kesalahan fatal, dan mengapa dari tadi gue nulis “press release” pake tanda kutip.

Masalah 1: Apakah “Press Release” Ini Perlu?

Menurut gue ini permasalah yang paling mendasar: ngapain sih KE merasa perlu bikin “press release” soal Arawinda? Pertama, kasusnya adalah masalah pribadi Arawinda, sementara KE hanyalah agensi yang menaunginya sebagai artis. Tentunya urusan antara KE dan Arawinda cuma sebatas urusan mau main film apa, tampil di iklan apa, dan sejenisnya. Bukan termasuk ahlak dan budi pekerti. Waktu memasarkan artis-artis di bawah naungannya, kan KE cuma perlu fokus pada kapasitas sang artis di dunia hiburan, misalnya

“Kalo butuh artis yang cantik jago berantem, kami punya, Boss. Cocok buat film action. Bisa lompat pager. Nerobos verboden sama mindahin sarang tawon juga berani.”

Dan bukannya, “Artis kami sopan, kalo namu ke rumah orang gak pernah lupa copot sendal sama salim, kalo disuguhin makan nggak lupa bantu cuci piring.” Hubungan Arawinda dan KE pada dasarnya sama seperti driver ojol dan operator ojol. Bayangin kalo ada operator ojol tau-tau bikin press release,

“Driver kami dijebak rayuan Tante Giras”

“Ya masa Arawinda disamain dengan driver ojol. Beda, lah. Artis kan public figure, jadi masalah pribadi bisa mengganggu pekerjaan juga,” begitu mungkin pikiran KE. Maka ini mengarah pada masalah kedua, yaitu:

Masalah 2: Kenapa Sekarang?

Kasus ini rame bulan Juli 2022 dan KE baru ngeluarin “press release” bulan November 2022. Masa iya butuh waktu 4 bulan cuma buat ngetik 4 slide posting IG? Gak bisa dihindari, jadi muncul dugaan”press release” ini berhubungan sama jadwal rilis film Arawinda terbaru, “Like and Share”. Kalau memang bener begitu, menurut gue ada 2 kemungkinan alasan yang melatarbelakanginya:

  1. Mencoba membersihkan citra Arawinda sebelum filmnya tayang, supaya penonton yang tadinya benci jadi sayang, minimal kasihan kepada Arawinda yang dalam “press release” disebut sebagai “korban manipulasi”. Kalau tujuan ini yang ingin dicapai, maka gue bisa bilang gagal total karena sampai tanggal 2 Desember 2022 saat posting ini diketik, komentar di posting “press release” KE udah tembus 20 ribu dan semuanya (catat, “semuanya” ya, bukan “sebagian besar”) bernada negatif. Walau ada juga yang sambil jualan sih, misalnya, “…bikin press release kok jelek begini, sini kalo mau yang bagus bikin sama gue, tentunya berbayar.” Padahal, seperti gue bilang, netizen itu seperti Dory, sebenernya udah lupa sama kasus yang udah lewat 4 bulan begini, eh malah diingetin. Kalau memang benar Arawinda adalah “korban”, kenapa harus nunggu 4 bulan untuk bereaksi? Kenapa nggak pas bulan Juli aja bikin press release? Dan jangan tanggung berhenti di press release: kalau merasa jadi korban, seret aja pelakunya ke ranah hukum.

  2. Memviralkan kembali nama Arawinda. Bad publicity is still publicity, walaupun 20 ribu komentar isinya caci maki tapi minimal ada 20 ribu perhatian masyarakat atas film yang sebentar lagi rilis. Kalau benar opsi kedua inilah latar belakang terbitnya “press release” KE, malah jauh lebih sakit jiwa sih karena mengeksploitasi masalah rumah tangga orang sebagai gimmick marketing. Dan siapa bilang bad publicity tetaplah publicity yang bisa bikin laku dagangan? Film “Sabyan Menjemput Mimpi” yang rilis tahun 2019 waktu isu pelakor masih panas-panasnya, ternyata cuma berhasil menarik minat beberapa puluh ribu penonton aja. Rasanya hampir nggak mungkin sebuah agensi artis melakukan strategi sebodoh ini, tapi kalo melihat isi “press release“-nya, mau nggak mau bikin gue ngebatin, “Sebego apa sih orang yang nulis press release sejelek ini” karena kita sampai pada masalah ketiga, yaitu:

Masalah 3: Cacat Logika

Gue nggak akan bahas soal struktur kalimat dan cara penulisan ya, karena udah kebanyakan salahnya. Baru sampe slide pertama aja gue udah nemu segini:

Jadi udahlah nggak gue terusin lagi ke slide-slide sisanya.

Gue akan bahas dari hal yang lebih mendasar: logika yang melatarbelakangi “press release” ini.

Press release” ini dijuduli “Talent Kami Korban Manipulasi”, artinya KE mencoba meyakinkan kita bahwa Arawinda adalah korban. Harap diingat bahwa seseorang baru bisa diposisikan sebagai korban kalau dia sama sekali tidak terlibat untuk mewujudkan masalah yang menimpanya. Misalnya korban penjambretan, kan dia nggak ikutan membantu Si Abang Jambret biar barangnya gampang dijambret, bukan?

Nah padahal kasus yang dituduhkan ke Arawinda ini kasus perselingkuhan. Dalam perselingkuhan, mana ada pihak yang bener-bener jadi korban, kan aktivitasnya memerlukan kerja sama berdua? Kecuali ada unsur pemaksaan, maka kategorinya bukan lagi perselingkuhan melainkan pelecehan atau malah pemerkosaan.

Kalau, ini KALAU ya, kerangka ceritanya tetap mau dipaksakan perselingkuhan, dan si artis tetap mau dipertahankan sebagai korban yang tidak bersalah sama sekali, maka kelihatannya skenario yang ada di otak penulis “press release” KE adalah sebagai berikut:

Alkisah G adalah seorang dokter pemangsa gadis-gadis belia, sementara A adalah seorang gadis lugu yang baru aja sampe di Jakarta dari kampungnya di Desa Sukamandibasah, fresh baru turun dari bis malam. Lalu dia disuruh latihan di gym bersama G sebagai personal trainer.
Suatu hari A berkata, “Aa, kenapa yah aku teh kalo makan seblak suka perih perutnyah?”
G menjawab, “Oh itu namanya eating disorder, obatnya adalah makan malam bersama saya.”
Mereka pun pergi makan malam dan berjalan lancar, walaupun dihiasi sedikit insiden saat A mencoba memesan burayot di restoran mewah di bilangan Jalan Senopati. Sesudahnya G rajin mengirimkan love bombing, emoji love, flowers dan hugs. A sama sekali tidak merespon hingga akhirnya G bertanya, “Neng, kok kiriman Aa nggak direspon? Neng marah yah?”
A menjawab setelah membetulkan bros bunga di baju kurungnya yang sedikit miring, “Kiriman apa yah A, soalnya HP Neng ini masih Esia Hidayah.”
Selesai.

Gimana menurut kalian skenario di atas, masuk akal kah?

Yang lebih menarik lagi adalah, dalam “press release” ini sama sekali nggak disinggung adanya perselingkuhan. Jadi ringkasan kronologi menurut sang penulis “press release” adalah:

alur kasus arawinda menurut Kite Entertainment

Kalo sekenarionya begini gimana, apakah bisa lebih bisa diterima akal kalian, wahai netizen? Nggak juga? Hm, kalo gitu kita maju ke masalah berikutnya, yaitu:

Masalah 4: Cacat Struktur

Aturan paling dasar kalo lagi bikin komunikasi tertulis tentang suatu masalah adalah: awali dengan identifikasi dan isolasi. Identifikasi: definisikan masalah apa yang mau dijelaskan, dan isolasi; tentukan sampai batas mana dari masalah tersebut yang mau dijelaskan.

Contoh:

Restoran Bakmi Harum Jaya IG-nya lagi digeruduk netizen dengan tuduhan seorang pegawai bernama Yono telah numpahin semangkok bakso kuah ke sanggul seorang ibu pejabat dan menolak minta maaf. Setelah meminta penjelasan Yono dan memeriksa rekaman CCTV, diketahui bahwa pemicu Yono menumpahkan bakso kuah adalah karena kaget saat oyongnya tersenggol tangan ibu pejabat yang lagi heboh mengupas aib ibu pejabat lainnya. Tentu aja Yono bersalah karena kurang siaga saat lagi bawa mangkok bakso kuah, tapi juga nggak bisa disalahkan sepenuhnya karena ada faktor pemicu di luar kendalinya.

Kalau kemudian Restoran Bakmi Harum Jaya merasa perlu menerbitkan press release untuk menjelaskan insiden ini, maka selayaknya dibuka dengan:

Penjelasan Kronologi Insiden Tumpahnya Semangkok Bakso Panas di Retoran Bakmi Harum Jaya Tanggal 15 November 2022.

Identifikasi dan isolasinya jelas, peristiwa bakso tumpah yang terjadi di tanggal 15 November, jadi peristiwa-peristiwa lain yang terjadi di tanggal tersebut, atau bakso-bakso tumpah yang terjadi di tanggal lainnya, nggak ikut dibahas.

Perhatikan juga bahwa formulasinya netral, belum membahas siapa korban dan siapa pelaku dalam insiden tersebut. Nanti pastinya akan dibahas di dalam body text, tapi nggak perlu jadi judul. Sedangkan “press release” dari KE ini diawali dengan:

Talent Kami Korban Manipulasi

Talent yang mana? Manipulasi apa? Kapan? Di mana? Dengan cara apa?

Kalau kita baca lebih lanjut dari “press release” KE adalah betapa isolasi masalah sama sekali nggak dilakukan, malah sebaliknya. Di slide 3 dibahas tentang IG story, hashtag #PenyantetCantikSusuk dan tanktop. Apa kaitan hal-hal ini dengan “manipulasi” yang diderita talent KE?

Mungkin ada netizen yang tadinya cuma denger-denger selintas tentang kasus ini dan nggak tahu-menahu tentang IG story, hashtag dan tanktop, malah jadi kepo dan cari tahu. Nah, isunya malah jadi meluas, kan? Kalau mereka rajin sedikit googling dan ngubek Twitter akan dengan mudah menemukan tambahan info tentang kasus ini dan terus terang semuanya nggak meringankan posisi Arawinda.

Masalah 5: Cacat Narasi

Ini yang paling fatal dan berbahaya jadi bumerang buat KE. Simak di slide 1 “press release” KE tertulis:

Saat bertemu, pria tersebut selalu bercerita mengenai kesedihannya, mengenai rumah tangganya yang hancur, KDRT yang dialami dirinya dan bayinya, serta menunjukkan bekas cakaran dari istrinya.

Dengan cara narasi seperti ini, maka bisa diartikan bahwa di slide 1 KE menerima “kesedihan”, “rumah tangga hancur” dan “KDRT” sebagai fakta yang benar-benar terjadi. Secara implisit, KE menyetujui bahwa Guido benar-benar sedih, hancur rumah tangganya, dan mengalami KDRT. Padahal di slide 3 tertulis bahwa “pria ini berbohong tentang kondisi rumah tangganya, tukang tipu (ada kata ‘tukang tipu’ dalam sebuah press release aja udah aneh), dan sumber masalah.” Ini posisi yang berbahaya buat KE karena kalau KE menerima narasi ini sebagai kenyataan, maka bisa diartikan sebagai serangan/pencemaran nama baik kepada Amanda, istri Guido. Nggak heran kalo ada salah satu dari 20 ribuan komentar di posting “press release” KE bilang, “…this is a lawsuit waiting to happen.” Kalau Amanda tidak terima dengan narasi ini, dia bisa mengambil langkah hukum dan menuntut KE dengan bukti yang substantif dari “press release” KE.

Yang mana posisi kalian, KE? Kalau kalian menganggap bahwa Guido berbohong, harusnya narasi di slide 1 berbunyi:

Saat bertemu, pria tersebut bercerita bahwa dirinya sedih. Menurut pria itu, rumah tangganya hancur karena mengalami KDRT.

Kalau narasinya begini, maka KE memosisikan soal kesedihan, rumah tangga hancur dan KDRT adalah omongan dari Guido yang belum tentu benar.

Cacat narasi berikutnya adalah, jelas banget terlihat bahwa “press release” ini sangat tidak berimbang. Arawinda sebagai korban yang sepenuhnya tidak bersalah, dan kesalahan sepenuhnya ada pada Guido. Ini menjadi sangat aneh karena gym U by CJ tempat kerja Guido juga berada di bawah manajemen yang sama dengan KE. Kenapa dalam “press release” ini sama sekali nggak ada narasi penjelasan dari sisi Guido? Apakah karena lebih gampang membungkam seorang personal trainer daripada seorang bintang pemenang piala, wahai KE?

Cacat narasi terakhir: sama sekali tidak ada ekspresi permohonan maaf dari KE. Korban sebenarnya sudah jelas adalah Amanda dan bayinya, namun nggak tertangkap sedikit pun empati dari KE kepada mereka. Atau kalau meminta maaf kepada Amanda dirasa kurang menguntungkan karena bisa dianggap menyudutkan Arawinda, minimal minta maaf kepada para netizen yang atas segala kegaduhan yang terjadi. Itu bisa dan perlu juga loh, KE.

Dengan sederet kecacatan yang ada di “press release” KE ini, nggak heran kalo masalahnya jadi meluas. Gue menangkap sejumlah komentar di akun IG KE yang menyatakan boikot pada film yang dibintangi Arawinda, bahkan boikot pada artis-artis lain di bawah manajemen KE. Lah kasihan amat, orang-orang ini kan nggak tahu apa-apa tapi kena imbas juga.

Akhir kata, “press release” ini dari tadi gue tulis dalam tanda kutip karena sama sekali nggak memenuhi syarat untuk dianggap sebagai sebuah press release. Lebih mirip curhat, malah. Pesan gue buat kalian para pemilik perusahaan besar, apalagi yang bisnisnya sangat dekat dengan persepsi publik, jangan pelit-pelit lah. Tempatkan orang yang benar-benar kompeten untuk mengurus komunikasi massa. Karena bahasa bukan sekadar “yang penting ngerti”, tapi harus disusun berdasarkan logika dan struktur yang solid. Semoga masalahnya cepat beres ya, KE dan Arawinda. Buat Amanda dan bayinya, gue doakan sehat selalu dan segera bisa melewati semua kegaduhan ini dengan sehat lahir batin. Aamiin.

Pos Sebelumnya
Tinggalkan komentar

2 Komentar

  1. Gw awalnya gak ngerti kasus ini, sekarang jadi paham 😀

    Suka

    Balas
    • Nah padahal kalo nggak ada press release ini akan bablas aja nggak ngerti terus, kan? Press release ini bukannya meredam masalah yg udah ada, malah memperparah keadaan.

      Suka

Ada komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca