Cukup Layar HP yang Retak, Dompet Jangan Ikutan


Gue selalu kagum sama orang2 yang betah pake HP dengan kayar retak, karena buat gue, itu GANGGU banget. Bawaannya langsung pingin beli baru.

HP lama kesayangan gue, Huawei Mate 20 Pro pernah retak sudut layarnya. Sama sekali nggak ganggu di fungsi touch screen-nya, tapi mata serasa gatel ngelihat retakan itu. Di sisi lain, mau ganti HP masih sayang banget sama si Mate 20 Pro yg responsif, batrenya awet dan kameranya bagus. Akhirnya gue bela2in ganti layar di service center resmi Huawei seharga 3 juta lebih.

Seandainya Huawei nggak pake acara kena banned sama Google, gue pasti akan melanjutkan tradisi ke Mate 50 Pro. Sayangnya gue masih belum tertarik menjalani serangkaian penyesuaian untuk hidup dengan HP tanpa android. Maka setelah Mate 20 Pro mengabdi selama 3 th lebih, gue beralih ke Samsung S22 Ultra.

Di toko Samsung gue ditawarin beli Samsung Care+, asuransi kerusakan akibat semua penyebab yang nggak disengaja.

“Termasuk layar pecah krn jatuh?” tanya gue, teringat pengalaman dengan si Mate 20 Pro.

(lebih…)

Kenapa Kalian Sebaiknya Punya Sambilan dengan Gabung Perusahaan Penjualan Langsung Berjenjang, Wahai Orang Kantoran


Sebagai orang yang udah lama (banget) jadi pegawai kantoran, mungkin inilah saran terbaik yang bisa gue tawarkan kepada kalian, sesama pegawai kantoran, khususnya yang baru mulai ngantor: bergabunglah menjadi mitra perusahaan penjualan langsung berjenjang, seperti MLM, atau asuransi. Biar nggak pegel ngetiknya gue ringkas jadi PPLB yak.

Alasan utamanya, tentu aja karena kalian perlu tabungan banyak untuk persiapan pensiun. Sekitar 90% pekerja kantoran nggak siap secara finansial untuk pensiun, dan sebenernya hal ini bisa diatasi kalau sejak awal punya sumber pendapatan tambahan selain gaji dari kantor.

Tapi kenapa gue spesifik menyarankan jadi mitra PPLB? Apa bedanya dengan merintis bisnis sendiri?

Ini alasannya:

(lebih…)

Asiknya Terbang Pake ‘Cashback’ dari Asuransi Keterlambatan


Akhir Februari, gue ada kerjaan hari Minggu di Solo. Berhubung cuma perlu beberapa jam doang di Solo, gue memutuskan untuk nggak nginep. Berangkat naik kereta Sabtu malam, sampe Solo Minggu pagi, kerjaan akan beres sekitar jam 14.00. Karena Seninnya masih harus ngantor, maka untuk pulang mau nggak mau harus naik pesawat. Di sinilah timbul ‘sedikit’ masalah.

(lebih…)