[review] Catatan Mahasiswa Gila!


Terus terang, blognya Adit (d/h adhityamulya.blogspot.com) adalah salah satu blog yang jadi ‘acuan’ waktu pertama kali gue bikin blog. Blognya Adit adalah standar sebuah blog yang baik dan benar; mulai dari teknik penulisan sampe konten gue banyak terinspirasi dari dia. Maka jadilah blog ini.

Buku ini adalah sebuah bluku, blog yang diangkat jadi buku, berdasarkan posting2 blognya Adit di periode 2002-2005. Ceritanya seputar kehidupannya sebagai seorang mahasiswa, kuliah, kerja praktek, skripsi, dan akhirnya nyari kerja. Tapi jangan harap tulisan ‘normal’ sebagaimana umumnya catatan harian, karena di dalamnya lu akan nemuin cerita2 ajaib yang akhirnya akan bikin lu berpikir: “nggak mungkin kejadian beneran nih, pasti dilebih-lebihin” Tapi percayalah, tulisan dalam buku ini kejadian nyata, termasuk cerita tentang pengalaman Adit dan teman-temannya jualan kambing di halaman 67.

Cuplikannya:

To Do List untuk Bagaimana Merugi Jualan DombaRumput
H-7 kita pergi ke Lembang cari rumput. … Ini adalah sebuah aktivitas yang melibatkan 5 anak ITB bertanya pada diri mereka sendiri,
“Kalo gue adalah domba, kira-kira kita mau makan rumput berapa banyak, yah?”

Nggak cuma posting blog yang dicopy mentah-mentah ke dalam buku ini, tapi ada sejumlah tulisan baru. Setiap bab diselingi dengan tulisan pendek “Seri Jurnal Penelitian Ilmiah” – yang tentu aja sangat perlu diragukan keilmiahannya. Topiknya antara lain “Kegantengan dan Teknologi Nuklir” – “Batu Tidak Dapat Dimakan” – dan “Tanya Jawab ‘Jelek Gak Papa?'”

Tapi walaupun buku ini didominasi oleh cerita-cerita komedi, bukan berarti nggak punya nuansa lainnya. Ada juga tulisan-tulisan yang menyuarakan kegelisahan dan kepedulian Adit pada kondisi sosial di sekitarnya. Mulai dari anak-anak masjid yang nggak mampu sekolah, sampe tentang nasib tragis cewek yang pernah ditaksirnya dulu.

Yang jelas, kekuatan utama tulisan Adit adalah keunikan sudut pandangnya atas segala sesuatu. Hasil akhirnya, baik yang bernada kocak maupun prihatin selalu menarik buat dibaca. Dan mungkin bikin kita mikir, “kok gue nggak pernah kepikiran sampe ke sana ya?”

Recommended, edisi bertanda tangan bisa dipesan di http://books.istribawel.com

Doroymon: A Wonderful Masa Jadul


 photo Doroymon__A_Wond_4e35225c05ccb.gif
Long weekend kemarin bener-bener masa yang sibuk buat dunia bacaan gue. Gue memulai baca 3 buku, dan tiga-tiganya ternyata susah dihentikan sebelum selesai. Ini buku ke dua yang gue tamatkan, buku komunikasi politik presiden yang ke tiga.

Terus terang, saat ngeliat penampakan covernya yang penuh dengan warna-warna ‘dangdut’ gue rada under estimate sama buku ini (hehehe… sorry ya Roy :-))). Kirain ini sekedar buku ABG-style yang belakangan ini lagi booming, dengan tuLi54n geD3-kEciL dan huruf-huruf berulang mubazir (misal:”maca ciiiiiiih….” atau “caaaaaaaaaaapeeeee deeeeeeh”). Ternyata, buku ini cukup menghibur, dan yang lebih penting: ‘berisi’.

Isinya menceritakan pengalaman pribadi sang penulisnya waktu kuliah di teknik Industri Universitas Indonesia, angkatan 2003. Diceritakan mulai dari saat ospek mahasiswa baru sampe masa kelulusannya. Gimana dia mulai kenalan dengan temen-temen barunya, dan gimana perkenalan itu akhirnya berkembang jadi persahabatan.

Yang menarik adalah keisengan (baca: kejelian) si penulis menangkap kebiasaan-kebiasaan unik orang-orang di sekitarnya yang membuat tokoh-tokoh dalam buku ini menjadi ‘hidup’. Contohnya waktu dia menggambarkan salah seorang seniornya yang suka ‘muncrat kalo ngomong:

Ada satu senior yang ketika jadi orator suka muncrat ketika berteriak. Entah karena dia niat atau kelenjar salivanya memiliki kelainan tersendiri. Setiap kali dia meneriakkan kata yang mengandung huruf P, dia pasti memuncratkan ludah dengan gembiranya. Huruf P, dia lafalkan Ph.

“PHOSISI HUKUMAN!”
hal. 14-15

Bagian pertama yang berhasil bikin gue ngakak adalah penggambaran tentang yel kelompok yang diciptakan dalam keadaan tertekan oleh ancaman para senior, sehingga hasilnya adalah sebuah yel konyol yang mirip lagu “gingga guli-guli watchout ginggagu-ginggagu”. Huhuhu… konyol abis!

Cerita terus berlanjut, antara lain tentang seorang dosen yang hobi ngasih ujian isian dalam versi yang ajaib seperti ini:

“Ketika….., maka akan terjadi………., lalu terjadi………., sehingga menyebabkan……, yang menyebabkan………”

Yang istimewa dari buku ini adalah karena dia bukan cuma menjual kekonyolan demi kekonyolan dalam kehidupan seorang mahasiswa, tapi juga pesan-pesan moral mengenai makna persahabatan.

Di langit sana, kembang api bermain dengan indah. Warna-warni mengisi hitamnya malam. Kami semua berlari keluar dari tenda, berebut ingin menyaksikan kembang api itu. Teman-teman angakatan 2003 berdiri berjejeran. Beberapa merangkul pundak di sebelahnya. Yang lain bergoyang pelan mengikuti irama.

Gue nggak nyangka anak teknik ada yang melo… hahaha!

Secara keseluruhan, buku ini menghibur dari awal sampe akhir. Gaya penuturan yang membuka setiap bab dengan penggalan peristiwa di masa yang berbeda juga cukup efektif, bikin alur cerita jadi nggak monoton. Walaupun begitu, ada beberapa hal yang terasa rada mengganjal dari buku ini, antara lain:

  • Jumlah tokoh yang terlalu banyak, padahal nggak semuanya berperan terlalu penting dalam cerita. Mungkin karena cerita buku ini diangkat dari pengalaman Roy semasa kuliah, maka diceritakanlah (hampir) seluruh temen-temen seangkatannya. Akibatnya, di beberapa bagian gue sebagai pembaca jadi rada kehilangan fokus karena saking banyaknya nama yang harus dihafal.
  • Gaya joke Adhitya Mulya dan Raditya Dika masih terasa cukup dominan dalam buku ini. Misalnya, penggambaran suara yang “cempreng mirip suara Tompi kalo lagi ketimpa truk ayam”, gaya bercerita yang tiba-tiba ngelantur di sebuah paragraf dan di paragraf berikut balik lagi ke fokus dengan kata pembuka “Anyway…”, serta khayalan menyiksa seseorang yang bertingkah ajaib dengan menggunakan benda berat yang tumpul, terasa seperti gayanya Adit banget. Sementara gaya Dika muncul dalam ketertiban penggunaan “Rule of Three” yang agak terlalu tertib, sehingga lama-lama jokenya jadi ketebak. Maksudnya, dalam tulisan-tulisan Dika, biasanya suatu peristiwa dideskripsikan dengan dua kondisi yang normal dan diakhiri dengan kondisi ke tiga yang nyeleneh. Gaya yang sama muncul cukup sering dalam buku ini, misalnya:”Lho Bang, kok begini?”
    “Biar nggak gampang patah.”
    “Lho Bang, kok begitu?”
    “Biar nggak gampang patah.”
    “Lho Bang, kok pipisnya dipegangin?”
    “Biar nggak gampang patah.”

Selebihnya, buku ini nyaman untuk dicerna, dan gue harus bilang penulisan bab terakhirnya bagus banget. Gue tunggu buku berikutnya, Roy! 🙂

my stupid boss – resensi dan analisis psikologis


Saat ditanya orang apa tip menulis blog yang diminati banyak, gue pernah menjawab, “Hindari humor negatif, yang memancing tawa pembaca dari menghina / menjelek-jelekkan orang lain, karena lama kelamaan kita akan kehabisan bahan. Nggak ada orang yang bisa secara konsisten negatif terus, pasti ada saatnya kita merasa bahagia, kan? Pada saat itu, kita bisa kehabisan bahan tulisan.”

Ternyata gue salah.

Ternyata ada sebuah blog yang boleh dibilang cuma berisi curhat kesebelan sang penulis terhadap bossnya yang bego setengah mati. Bukan cuma itu, blog ini juga udah diangkat jadi buku setebal hampir 200 halaman. Dan setelah bukunya terbit, masih terus bermunculan posting-posting baru yang nyaris semuanya bertema sama: sumpah serapah terhadap si boss. Luar biasa, boss yang satu ini pasti bener-bener seorang boss yang sangat inspirasional!

Guilty pleasure, kurang lebih itulah reaksi gue saat membaca buku “my stupid boss” ini. Di satu sisi gue prihatin ngeliat ada aib (baca:kebegoan) orang diumbar abis-abisan, tapi di sisi lain gue harus akui bahwa gaya penuturan si penulis sangat cerdas, sinis, dan kocak banget!

Si penulis yang identitasnya masih misterius ini mengaku sebagai ‘kerani’ (staf admin) di Malaysia. Dia bekerja di sebuah perusahaan kecil (hanya punya pegawai beberapa belas orang). Pemilik perusahaan itulah sang ‘stupid boss’ yang abis-abisan dihajar dalam 197 halaman buku terbitan Gradien Mediatama ini.

Gaya penulisannya sebenernya nggak terlalu istimewa, kalo nggak bisa dibilang kaku. Dialog-dialog antara tokoh penulis dan si boss ditulis dalam format mirip naskah sandiwara, sebuah format yang sangat ‘kering’, sebenernya. Tapi berhubung isi dialognya bener-bener ancur abis, gue ketawa-ketawa juga bacanya.

Contohnya dialog mereka di pesawat, saat tiba-tiba tokoh boss mengenali di pesawat mereka ada seorang menteri Indonesia:

Boss: Eh, itu kan Mentri xxx Pak xxx
Gue: Iya. Terus kenapa?
Boss: Saya mau ngobrol, ah (siap-siap mau bangun)
Gue: Jangan, Pak.
Boss: Loh, memangnya kenapa? Biarin aja! Lagian tempat duduk di sebelahnya juga kosong, kan?
Gue: Ya,. tapi ini udah mau take off! Bapak mau keguling apa?
Boss: Oh, iya, ya…

(hal. 182)

Berdasarkan penggalan-penggalan informasi dalam buku ini, gue ketahui bahwa si boss adalah orang Indonesia yang menikah dengan wanita Malaysia. Dia pernah tinggal 13 tahun di Amerika Serikat, dan bangga sekali dengan fakta tersebut. Sebaliknya, tokoh penulis berpendapat bahwa untuk ukuran seorang boss yang pernah kuliah di Amerika Serikat, si boss sungguhlah norak, bego, kampungan, paranoid, pengecut, licik, pelit, dan pada dasarnya nggak tau malu. Menurut penulis, si boss nggak belajar apapun selama tinggal di Amerika, karena yang dilakukannya di sana cuma (sori) berak. Diceritakannya bagaimana si boss mencoba memberi ‘uang damai’ saat ditilang polisi Malaysia, yang akhirnya malah berbuntut panjang. Atau saat si boss sesumbar akan menempeleng 17 pegawai yang punya tuntutan khusus di akhir masa kontrak, tapi saat dipertemukan langsung malah ciut. Atau tentang si boss yang mengendap-endap sembunyi di semak-semak untuk memata-matai apakah para pekerjanya betulan kerja saat dia nggak di kantor.

Sebaliknya, si penulis menutup rapat-rapat identitas dirinya, bahkan nggak mencantumkan nama aslinya sebagai penulis. Dia cuma bilang bahwa dirinya adalah seorang perempuan Indonesia keturunan Tionghoa, sudah menikah, dan bekerja di kantor boss bodoh itu sebagai tenaga kontrak. Artinya, dia dan boss terikat perjanjian kerja sama selama jangka waktu tertentu. Menurut peraturan tenaga kerja Malaysia, bila salah satu pihak memutuskan hubungan kerja sebelum waktu yang ditentukan dalam kontrak, pihak tersebut harus membayar ganti rugi senilai upah bulanan dikalikan dengan jangka waktu yang tersisa. Itulah sebabnya si penulis tetap bertahan di kantor bossnya walaupun dia benci setengah mati. Dari berbagai istilah dan referensi yang dia gunakan (misal: penggunaan istilah makdikipe yang punah di era 90-an awal dan menyebut pemeran Superman adalah Christopher Reeve – bukan Brandon Routh) , gue menduga penulis ini berumur sekitar pertengahan 30-an.

Saat memasuki bagian pertengahan buku, setelah berulang kali ketawa-ketawa ngebayangin kok ya ada boss seancur ini, gue mulai merasa sedikit kasihan pada tokoh si boss. Kayaknya dia itu sebenernya butuh pertolongan profesional deh. Kalo ngeliat ciri-ciri perilakunya, kayaknya si boss ini menderita semacam inferiority complex, di mana dia bikin ulah macem-macem untuk membuktikan bahwa sesungguhnya dirinya adalah penting dan patut dihormati. Sayangnya, efeknya justu terbalik: bukannya makin dihormati, dia justru dilecehkan dan dihina semua orang, mulai dari staff Adminnya sendiri hingga para supplier seperti yang diceritakan di halaman 33 ini:

Boss: Pipa ini satu batang 180 ringgit?! Mana mungkin! Di tempat kawan saya hanya 60 ringgit!
Supplier: Hah? Di kawan you hanya 60 ringgit? Ok, bagi saya alamat kawan you.
Boss: Mau apa?
Supplier: Saya mau beli pipa dari kawan you.

Walaupun ini buku lucu-lucuan, tapi ada satu hikmah yang bisa gue tarik kalo suatu hari hari nanti harus berperan sebagai seorang boss: jangan lakukan apapun yang dilakukan tokoh boss dalam buku ini! 🙂 Sebuah buku yang menarik, terutama buat orang-orang kantoran.

Penutup:
Setelah puas baca bukunya dan blognya, gue mulai penasaran dengan sosok penulisnya. Seperti apa sih orangnya? Apakah dalam kehidupan nyata dia sesinis dan segalak yang digambarkannya dalam buku? Eh pas iseng-iseng googling, gue nemu sebuah link di multiply, yang mengarah ke blognya chaos@work. Seorang user bernama rockm4m4 mereply posting link tersebut dengan “taelaaaah.. prasaan kenal nih url!!!!”.

Gue kunjungi MP-nya si rockm4m4 itu dan gue menemukan beberapa indikasi samar bahwa dialah sang chaos@work herself, yaitu:

1. Tertulis domisilinya di Malaysia
2. Jenis font di headernya sama dengan font di blog chaos@work
3. Semua postingnya for contact only, dan komentarnya di posting link tsb juga langsung dihapus – sama misteriusnya dengan sosok chaos@work

Jadi, apakah rockm4m4 = chaos@work? Ada yang tau?