pengakuan di balik tagihan bengkak

Sore tadi, entah kesambet apaan, tiba-tiba Fitri bersekongkol dengan Danang, iseng ngerjain salah satu temennya – sebut aja bernama Dita. Fitri mengirimkan email kepada Dita, yang seolah-olah dia forward dari bagian rumah tangga kantor. Padahal email itu asli buatan Fitri sendiri. Isinya kurang lebih seperti ini:

To: Dita
Cc: Danang
Subject: FW: Pemakaian Telepon

Dear Dita,
FYI. Email dari bagian rumah tangga kantor.


From: [petugas rumah tangga kantor]
To: Fitri
CC: [nama wakil direktur] [nama kepala divisi]
Subject:Pemakaian TeleponFitri,
Tolong sampaikan ke ybs

Dita,
Saya cek pemakaian telepon kamu sepertinya agak aneh. Tolong kamu jelaskan kepada saya!

Regards,
[petugas rumah tangga kantor]

Email dikirim Fitri ke Dita, abis itu Danang yang kebetulan satu tim dengan Dita angkat telepon.

“Dita, udah baca email belum? Kita dapat teguran nih dari bagian rumah tangga kantor. Katanya pemakaian telepon kamu agak besar.”
Nggak terdengar apa jawaban Dita, tapi terus Danang ngomong lagi, “Nggak tau nih, dia kirim perinciannya juga. Kayaknya kamu banyak interlokal ya?… Oh gitu… ya udah kamu ke sini aja deh kalo mau liat perinciannya.”

Abis itu Danang nutup telepon dengan cekikikan, dan nggak lama kemudian Dita nongol dengan tampang emosi.

“Gimana bisa tagihannya besar sih? Gue barusan cek pemakaian gue bulan ini baru 60 ribu! Mana sini daftarnya, gue mau liat!”
“Dia belum kirim sih, tapi katanya banyak pemakaian interlokal…”
“Bulan apa? April atau Maret?”
“Maret.”
“Ya kalo Maret kan gue banyak nelepon ke kantor cabang, tapi itu kan urusan kerjaan! Mana sini nomor telepon orang rumah tangga kantornya, gue mau ngomong!”
“Sabar dulu Dit… mending gue aja yang bantu neleponin ya…” kata Fitri dengan nada sok penuh empati. Dia angkat telepon (yang sebelumnya udah dilepas kabelnya biar nggak bunyi mendadak).

“Halo mbak… iya… dengan Fitri nih…. iya, soal tagihan telepon Dita tadi… iya… besarnya berapa sih mbak? …. Hah, lima setengah juta? Besar sekali…. Artinya… dia harus ganti, ya mbak? Bagaimana, potong gaji? Oh, gitu…. ya… ya… memangnya ada catatannya mbak, nomor tujuannya ke mana aja, ya? Apa, ke luar negeri juga?”
“Nelepon ke luar negeri apaan sih! Mana sini gue mau ngomong! Siniin teleponnya!”
“Ssst…. Dita, sabar dulu… ya mbak, gimana? Ke luar negeri ini, maksudnya ke negara mana aja ya mbak? Ooo… Abu Dhabi? Di catatan dia katanya elu nelepon ke Abu Dhabi, Dit… bener?”
Dita terdiam sejenak, nampak ragu, lalu mengeluarkan jawaban yang nyaris bikin sandiwara ini terbongkar karena semua orang nggak kuat nahan ketawa, “Yah… beberapa hari yang lalu memang gue abis kenalan sama cowok Arab sih… tapi kan belum sampe teleponan…”

Huehehehe… ini dia nih, kasus fiktif berbuntut pengakuan nyata…. Lima menit kemudian Fitri akhirnya ngaku dosa, Dita marah-marah, dan semua orang malah pada nanya, “Jadi, kenalan sama cowok Arab di mana nih Dit…?”

 

32 comments


  1. agneswollny said: kacian… teganya lho … :)terus Dita ditraktir apa sama kalian2 yg abis ngerjain ?

    hahaha… enggak tuh. tapi waktu dia baca reply ini langsung mulai menuntut traktiran… 🙂


  2. moniquemeylie said: Hauhauhauhau…dita yang terlalu polos, apa anak2 yg terlalu licik..Btw itu kebetulan fitri n danang tau dita deket sama cowo arab, makanya berusaha ngorek2, atau kebetulan aja menyebut abu Dhabi ? :))

    kayaknya mereka memang udah dapet bocoran sebelumnya sih…