Antara Bego dan Bloon, Sebuah Kajian Linguistik

Published by

on


daihatsu-bego

Waktu mau makan siang, seorang teman denger seseorang berkata “Bego lu!”; lantas melontarkan pertanyaan penting, “Kenapa ya, orang lebih seneng ngomong ‘bego’ daripada ‘bloon’, padahal artinya kan sama?”

Wah, ini pertanyaan yang menarik sekali!

 

Menurut gue, ada 4 faktor yang membuat ‘bego’ lebih populer dari ‘bloon’:

  1. Faktor Kemantapan Rasa

Bego’, sering dilafalkan dengan tambahan huruf ‘K’ menjadi ‘begoK’, terasa lebih mantap dan kejam. Lihat aja, kata-kata yang terkait dengan kekejaman dan agresivitas banyak yang berakhiran ‘K”: bacok, tusuk, tombak, kampak, tembak, ledak. Sedangkan ‘bloon’, diakhiri dengan ’N’ yang banyak dipakai untuk kata-kata bermakna netral/lembut seperti tangan, daun, gaun, alun, ayun, lamun. Jadi saat kita mengumpat ‘begoK’, lebih banyak agresivitas yang tersalurkan ketimbang ‘bloon’. Lebih lega!

  1. Faktor Kelancaran

Bloon’ mengandung dua huruf vokal yang berjajar, sehingga pelafalannya mau nggak mau terpaksa ada jeda: ‘blo-on’. Padahal, memaki adalah pelampiasan. Kurang puas kalau harus ada jeda. Maka ‘begoK’ terasa lebih memuaskan daripada ‘bloon’.

 

  1. Faktor Kejelasan

Ada beberapa momen di mana orang ingin memaki dalam makian yang lebih panjang. Contohnya pas naik motor, tiba-tiba ada orang nyeberang nggak pake lihat kanan-kiri, maka orang butuh makian panjang seperti “BegooooooooooooooooK!” Untuk menambah efek dramatis, biasanya makian ini dilancarkan sambil lewat, sehingga Si Target akan mendengarnya bercampur deru angin lalu, sayup-sayup sampai. Baik huruf ‘K’-nya terdengar atau enggak, Si Target tau bahwa yang dimaksud adalah ‘begoK’. Efek yang sama tidak bisa dicapai oleh ‘bloon’, karena kalo ’N’-nya nggak terdengar, maknanya menjadi kurang jelas: “Blo-oooooooooooooooo…(N)!”

  1. Faktor Fleksibilitas Modifikasi

 Kadang orang membutuhkan nuansa yang berbeda atas makiannya. Misal, target yang dirasa terlalu ‘begoK’ nggak cukup lagi sekedar mendapat ‘begoK’ namun harus ditingkatkan menjadi ‘bUegoK’. Huruf ‘U’ menambah sekitar 50% unsur ke-bego-an target. Hal yang sama nggak berlaku untuk ‘bloon’ karena ‘blUo-on’ terasa masih terlalu ringan dibanding ‘bUegoK’. 

Demikianlah 4 faktor yang menurut gue membuat ‘begoK’ lebih unggul daripada ‘bloon’. Walaupun demikian, berdasarkan keempat faktor tersebut yaitu Kemantapan Rasa, Kelancaran, Kejelasan, dan Fleksibilitas Modifikasi, ‘begoK’ masih kalah dari…GUOBLOG.

Sekian, dan terima kasih atas kesediaannya membuang sekian menit hidup kalian untuk membaca caci maki.  

Keterangan foto: ternyata di luar negeri, Daihatsu Terios itu namanya Daihatsu Bego. Hm, kenapa pas masuk Indonesia namanya diganti, ya?

Foto gue pinjem dari sini.

19 tanggapan untuk “Antara Bego dan Bloon, Sebuah Kajian Linguistik”

  1. Michael Donny Mulyana Avatar

    Soal Daihatsu Bego: Kalo nanti masuk ke Indonesia namanya gak diganti, nanti dikira yg beli Bego juga, sudah tau mobil nya Bego kok dibeli 😀

    Suka

    1. mbot Avatar

      Masuk akal, masuk akal…

      Suka

  2. Yukina Hawmie Avatar
    Yukina Hawmie

    sebagai mahasiswa linguistik, saya jadi berpikir untuk mengganti judul skripsi saya
    *corat-coret ketik-ketik*

    Suka

    1. mbot Avatar

      Nah, coba diusulkan ke dosennya

      Suka

  3. Maya Notodisurjo (@jengmaynot) Avatar

    Kalau “begoK” vs. “goblog”, mana yang agresivitasnya lebih banyak, Gung? 😀

    Suka

    1. mbot Avatar

      Kayaknya sih goblog paling maksimal, May

      Suka

  4. clashinta Avatar

    Hahaha, selalu ketawa deh baca posting mas Agung 😂 baiklah, nanti aku coba ajak ngomong banyak deh sebagai stimulasi.. Mudah2an cepet cerewet.. 😛 oya mas, iritnya ini apakah akibat dari pake sistem opol ya?

    Suka

    1. mbot Avatar

      apa itu sistem opol?

      Suka

    2. clashinta Avatar

      Itu mas, one person one language.. Menurut article, jangan meragukan kemampuan anak untuk menerima lebih dari satu bahasa, jadi harus dimulai sejak dini.. 😞

      Suka

    3. mbot Avatar

      Ooo kalo gitu harusnya nggak masalah buat anak ya. Kemungkinan penyebabnya ya itu, kurang stimulasi obrolan aja kali.

      Suka

  5. clashinta Avatar

    Hahaha.. 😄😄😄
    Eh, Mas Agung, telaah cara mengajari anak ngomong dong.. Ini toddler-ku irit banget ngomongnya.. 😞

    Suka

    1. mbot Avatar

      Kalau anaknya sudah bisa ngomong tapi ngomongnya sedikit, mungkin dia merasa kurang ada hal menarik untuk diomongin. Jadi triknya tinggal memperbanyak stimulus yang bisa dijadikan obrolan. Misalnya pas lagi ke bonbin, perkenalkan hewan-hewan di sana, tanya hewan mana yang menurutnya paling menarik, dsb.
      Yang penting jangan kayak si bapak di posting yang ini ya.

      Suka

  6. puteri miranti ningrum Avatar

    Wakakakkaakakakak…nebeng ngakak aja pak :)))

    Suka

    1. mbot Avatar

      silakan!

      Suka

  7. Ailtje Binibule Avatar

    Setuju sama komentar di atas, penambahan u itu Jawa Timur banget. Saya kalau ngomong asu nggak bisa asu aja, uaaaasu, ueeedan, ueeeenak. Semuanya pakai embel-embel u untuk memberikan penekanan.

    Eh tapi kalau imbuhan u ini digunakan orang non Jawa Timur jadi menarik lho. Berarti sudah ada ‘nasionalisasi’ u 🙂

    Suka

    1. mbot Avatar

      sehebat-hebatnya vitamin c, masih lebih dahsyat vitamin u

      Suka

  8. wiblackaholic Avatar

    kalo guoblok notabene digunakan di pulau jawa, kalo diwilayah timur penambahan vokal U ga pengaruh 😀

    Suka

    1. mbot Avatar

      Jadi untuk naik level ditambah apa dong?

      Suka

    2. wiblackaholic Avatar

      begoK sepertinya udah strata tertinggi dan bahasa umum untuk makian yang lazim digunakan. kalo dalam percakapan didaerah sumatera bisa ditambahkan “Kali”

      Suka

Tinggalkan Balasan ke Yukina Hawmie Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca