Mau tes mental? Melayatlah bersama seorang bocah 4 tahun

Published by

on


Rafi di tanggal 13 september 2009 (hampir 3 tahun)

Bepergian bersama bocah 4 tahun ke tempat-tempat yang situasinya nggak dirancang khusus untuk bocah 4 tahun itu seperti bawa balon ke tengah hutan kaktus.

Semalem, gue, Ida dan Rafi lagi ngumpul di rumah ibu gue. Menjelang tengah malam, sebuah kabar duka datang: sepupu gue meninggal karena kanker otak. Daripada menunda sampe besok takutnya malah nggak sempet, kami bertiga memutuskan untuk layat malam itu juga. Cuma masalahnya, kalo harus memulangkan bocah kecil keriting ini dulu, akan buang-buang waktu. Padahal udah lewat tengah malam. Maka apa boleh buat, gue beranikan mengambil segala risiko yang mungkin terjadi dengan mengajaknya ikut melayat.

Persiapan Sebelum Berangkat

Sebelum berangkat, gue mencoba memberi pengertian.

“Rafi, kita akan pergi ke tempat orang meninggal. Di sana Rafi tidak boleh bicara ya. Tidak boleh tanya-tanya, tidak boleh minta makan dan minum, pokoknya diam aja. Bisa?”

“Kenapa, bapak?”

“Sebab di sana semua orang sedang sedih, jadi sedang tidak ingin bermain dengan anak-anak.”

“Kenapa semua orang sedih?”

“Karena ada oom yang meninggal.”

“Kenapa oomnya meninggal?”

“Oomnya sakit.”

“Sakit apa, bapak?”

“Sakit kepalanya.”

“Dioperasi nggak, bapak?”

“Iya.”

“Berdarah?”

“Udah, pokoknya Rafi kalo mau ikut nggak usah banyak tanya deh. Ingat ya, di sana diam aja. Nggak boleh tanya ‘oomnya kenapa itu bapak’; nggak boleh ‘aduh rafi sangat kehausan ingin minum bapak’. Pokoknya nggak boleh bicara sama sekali. Janji?”

“Iya, bapak.”

Jawabannya terdengar meyakinkan. Tapi gue tau itu sama meragukannya seperti lagi dengerin anggota DPR bacain sumpah. Apa boleh buat, nggak ada pilihan lain, berangkatlah kami ke rumah sakit.

Awalnya Menjanjikan

Sesampainya di rumah sakit, jenazah ternyata masih ada di ruang ICU. Keluarganya berkumpul di ruang tunggu, termasuk ibu almarhum, seorang nenek sepantaran ibu gue (80 tahunan).

“Rafi, sana salam sama oma,” kata gue. Walau nampak sedih, sang oma menyambut Rafi dengan ramah. “Aduh, anak siapa ini cakep betul!”

“Hayo Rafi, bilang apa kalau dibilang cakep?” kata gue.

“Terima kasih, oma,” jawab Rafi sopan. Fiuh.

“Sini duduk dekat oma. Sudah kelas berapa Rafi?”

“Kelas tiga, oma.” Dia kebetulan ada di kelas TK – A3, jadi ya jawabannya nggak salah juga.

“Rafi rumahnya di mana?”

“Tebet, oma.”

“Senang nggak tinggal di Tebet? Senang mana dengan tinggal di rumah eyang?” Maksudnya rumah ibu gue, yang gue tinggali sebelum pindah ke Tebet.

“Di Tebet.”

“Tapi di rumah eyang ada ikan banyak, lho!”

“Di rumah Rafi di Tebet ada kura-kura! Dua, lagi.”

Oma itu tertawa. Gue menarik nafas lega. Lumayan, rupanya kehadiran bocah kecil ini malah bisa menghibur orang yang sedang berduka cita.

Eh, nanti dulu. Menghibur? Rasanya terlalu cepat gue mengambil kesimpulan.

Endingnya Menggetarkan

Karena dengan spektakulernya pertanyaan Rafi berikutnya adalah…

“Oma, mana sih oom yang meninggal karena kepalanya sakit terus dioperasi?”

…oh, nooo…

……

“Oomnya dipanggil Tuhan, Rafi…” jawab oma sambil mulai berkaca-kaca lagi.

Sementara gue, “Mmm.. Rafi, ikut bapak sini yuk, beli minum!”

“Tapi Rafi tidak haus, Bapak.”

“Ikut, sini!”

36 tanggapan untuk “Mau tes mental? Melayatlah bersama seorang bocah 4 tahun”

  1. rusabawean Avatar

    Rafi nakal =))

    Suka

  2. moniquemeylie Avatar

    setidaknya rafi konsisten yang di bagian haus 😀

    Suka

  3. chezumar Avatar

    mbot said: Jawabannya terdengar meyakinkan. Tapi gue tau itu sama meragukannya seperti lagi dengerin anggota DPR bacain sumpah.

    LoL

    Suka

  4. sarahutami Avatar

    Itu jam 1 malem ya mas agung?

    Suka

  5. tehtea Avatar

    wah itu anaknya jd bingung..katanya dilarang minta minum meski haus..ternyata diajak minum

    Suka

  6. myshant Avatar

    aduh…maap…setiap adegan yg ada Rafi-nya kalau gak terharu karena baik budinya, ya ngakak karena pertanyaan polosnyaRafiii…Rafiii…ternyata punya anak pinter dan baik budi juga bikin bingung bapaknya kalau diajak ngelayat 🙂

    Suka

  7. lindungganteng Avatar

    dianmardi said: “Sebentar lagi dia jadi hantu yaaa?” ngakak… Btw, turut berduka cita ya om mbot

    Suka

  8. muzalifah17 Avatar

    Aduh baca cerita rafi bikin tertawa. Btw turut berduka cita ya mas

    Suka

  9. triayusa Avatar

    untung rafi ngga jawab: lhooo tadi katanya rafi ngga boleh minta minuuuuuuummmmmmm, kok bapak malah mau beliin siiiiiiihhh

    Suka

  10. nanin Avatar

    HIHIHIHIHI… ini ngetawain Rafi ya, bukan dukacitanya.

    Suka

  11. duabadai Avatar

    turut berduka cita, tapi maaf sekaligus ketawa baca kepolosan si Rafi dan ketegasan si bapak ^^

    Suka

  12. bundaicha Avatar

    turut berduka cita yaa…

    Suka

  13. debapirez Avatar

    haha…..ternyata closing percakapannhya konyol jg…

    Suka

  14. punyaeli Avatar

    emang bagus sih klo anak dari kecil udah diajarin ttg konsep hidup dan mati. bagus juga buat orang tuanya :)btw, turut berduka cita ya mbot

    Suka

  15. tianarief Avatar

    turut berduka atas meninggalnya sepupunya. hehehe. gpp gung, pertanyaan itu wajar kok dilontarkan anak seusia rafi. 🙂

    Suka

  16. hujanpoyan Avatar

    ikut berduka ya, mbot.. salam jitak buat Rafi.. 😀

    Suka

Ada komentar?

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca