Kartini, mengapa harus batik?


Kemarin gue dapet email edaran dari salah satu divisi di kantor. Isinya udah bisa ditebak:

“…dalam rangka menyambut Hari Kartini, besok seluruh pegawai diharapkan mengenakan batik…”

Entah gimana awalnya, tapi kita ini memang jagoan untuk bikin cara perayaan yang susah dicari relasinya dengan apa yang dirayakan. Kita merayakan Hari Kemerdekaan dengan balapan karung dan makan krupuk, merelakan jari putus saat merayakan Lebaran dengan main petasan, dan yang spektakuler: merayakan kelahiran tokoh emansipasi dengan pake batik.

Terus terang sampe sekarang hubungan antara Hari Kartini dan batik masih misterius bagi gue. Ibu Kartini dinobatkan jadi pahlawan nasional atas jasanya di bidang emansipasi perempuan, kan? Artinya beliau berjuang* agar para perempuan punya hak yang sama dengan laki-laki, khususnya dalam urusan pendidikan. Terus, kenapa untuk memperingatinya kita harus pake batik? Apakah batik simbol emansipasi?

Gue pernah bikin survei kecil-kecilan ke beberapa orang tentang kenapa Hari Kartini harus dirayakan dengan berbatik. Berikut jawaban mereka:

“Iya dong, sebagai tanda kita menghargai budaya nasional kita.”

(Halo? Sejak kapan Ibu Kartini jadi pejuang budaya?)

“Karena ibu Kartini kan pake kebaya. Kebaya kan pakaian tradisional. Jadi untuk memperingatinya kita juga harus pake kostum tradisional.”

(Ibu Kartini memperjuangkan pemikiran maju, dan kita merayakannya dengan memakai kostum yang diciptakan jaman baheula. Jenius.)

“Trus kalo nggak pake batik, kita ngapain dong di Hari Kartini?”

Bukannya jawab malah nanya. Tapi pertanyaannya cukup bagus.

Kalo lu tanya sama gue gimana sebaiknya kita merayakan Hari Kartini maka ada beberapa poin yang bisa gue usulkan. Dasar pemikirannya, Ibu Kartini kan memperjuangkan persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Apapun yang boleh dilakukan laki-laki, perempuan juga boleh. Maka, kalo kita mau merayakan Hari Kartini secara koheren dengan konsepnya, yang sebaiknya para perempuan lakukan di hari ini adalah:

  • masuk toilet laki-laki, dan ganti baju di locker laki-laki.
  • saling memanggil temannya dengan “Si Goblok” atau “Si Bangsat”, dan saling menyapa saat ketemu dengan “Pa kabar, Njing?”
  • nongkrong di perempatan gang, dan menyiuli laki-laki lewat.
  • minta para laki-laki bikin kopi
  • garuk-garuk pantat atau selangkangan di manapun dan kapanpun suka
  • meninggalkan bulu-bulu misterius di lantai kamar mandi
  • mengatai orang yang nggak becus kerja, cengeng, atau gampang bingung dengan “Dasar payah, jangan kayak laki-laki dong!”
  • nyasar selama mungkin tanpa nanya petunjuk arah

..dan yang paling penting:

Dapat kenaikan gaji 2 kali lipat dari yang diterima para laki-laki.

Selamat Hari Kartini!

*tanpa bermaksud kurang hormat kepada beliau, terus terang yang dilakukan Ibu Kartini selama hidupnya hanya buka satu sekolah kecil dan surat-suratan dengan sejumlah teman. Baru setelah beliau meninggal, kumpulan suratnya diterbitkan oleh orang lain. Itu pun belum tentu asli. Beberapa orang pernah mempertanyakan keaslian surat-surat Kartini dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang” karena buku itu diterbitkan di masa ‘politik etis’ Belanda. Orang-orang yang skeptis curiga isi buku itu hanya karang-karangan pemerintah kolonial Belanda doang, untuk merebut simpati rakyat jajahannya. Sekali lagi maaf ya Ibu Kartini, saya tahu Anda tidak pernah minta dinobatkan jadi pahlawan, sehingga rasanya tidak pantas mempertanyakan kepahlawanan Anda. Tapi… ya, terus terang sih saya memang bertanya-tanya.

Tentang kontroversi surat Kartini bisa dibaca di halaman wiki tentang Kartini.

Tinggalkan komentar

27 Komentar

  1. merayakan hari kartini dg meliburkan pegawai wanita, maybe? =D

    Suka

    Balas
  2. mbot said: nyasar selama mungkin tanpa nanya petunjuk arah

    yang ini laki bangeeeeeetttt… *akibat ngandelin GPS jaman kerajaan Kutai*

    Suka

    Balas
  3. mbot said: meninggalkan bulu-bulu misterius di lantai kamar mandi

    Benarrrrrrrrrrrrrrrrrr !!!! kerjaannya gue saban ari nihhhhhhh…. jorok sihhh, tp kok ya yg laen pada ngediemin.. geleuh sendiri.. kepaksa dehhhh nyiramin sambil ngumpat…. huhuhuhu*yeahh curcol lagi*

    Suka

    Balas
  4. hayawi said: jangan2 RA Kartini dinobatkan sebagai pahlawan karena Bu Tien almarhumah, gak pengen daerahnya gak ada pahlawan wanita nasinal

    kalo yang ini, jelas guru bahasa Indonesianya kurang menguasai sejarah – karena hari Kartini ditetapkan di era Soekarno, nggak ada hubungannya dengan Ibu Tien 🙂

    Suka

    Balas
  5. Rafi pake blangkon atau batik?

    Suka

    Balas
  6. wah…selamat dah kalau naik gaji Gung. traktir2 hehe…yup, saya juga punya pendapat yg sama.sptnya lbh banyak pahlawan wanita yg berhak mendapatkan kehormatan kayak Dewi Sartika.

    Suka

    Balas
  7. guru bahasa indonesia saya waktu SMA punya pendapat serupa pak mbot, beliau bilang, kepahlawanan kartini emang agak aneh diabnding pejuang wanita lainnya.trus beliau mengeluarkan asumsi menarik ttg gelar pahlawan Kartini, bahwa jangan2 RA Kartini dinobatkan sebagai pahlawan karena Bu Tien almarhumah, gak pengen daerahnya gak ada pahlawan wanita nasinal (maaf, gak bermaksud SARA). misalnya dari sumatra kan ada cut nyak dien, dari maluku ada martha christina tiahahu, dll.

    Suka

    Balas

Ada komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca