Terus terang, dulunya gue itu males kawin. Kalo mau cari kambing hitam, mungkin gue akan menunjuk pengalaman sejumlah orang yang gue kenal, yang mendadak hidupnya ‘berakhir’ setelah mereka memutuskan untuk kawin.
Nggak usah terlalu jauh sampe kasus kekerasan rumah tangga atau perceraian, dulu itu gue melihat bahwa banyak orang yang tadinya bahagia, punya kehidupan sosial yang aktif, bisa bersenang-senang membelanjakan duit yang didapat dengan kerja kerasnya, tiba-tiba nampak stress karena dilarang bergaul oleh pasangannya, penampilannya berubah karena pasangannya nggak rela dia tampil terlalu menarik, yang bajunya tadinya keren-keren dan modis mendadak harus beli barang obralan karena duit udah keburu abis buat membiayai rumah tangga.
Kalo kasusnya kayak gitu, buat apa sih membelenggu diri dengan kawin?
Tapi di sisi lain gue juga mengakui adanya orang-orang yang berkembang menjadi lebih baik setelah kawin. Yang tadinya norak dan ndeso jadi tampil elegan berkat didikan dari pasangannya, yang tadinya resah pecicilan nggak jelas jadi tenang dan dewasa setelah punya seseorang yang mengurusi. Maka gue berkesimpulan, kawin ternyata bisa membuat seseorang menjadi orang yang lebih baik. Maka itulah yang gue tanamkan di benak gue: gue akan kawin, bila perkawinan itu bisa membuat gue menjadi lebih baik.


Semalem, gue kembali mendapatkan satu lagi alasan (dari banyak hal yang udah gue temukan sebelumnya) mengapa lewat perkawinan ini gue bisa belajar menjadi orang yang lebih baik. Karena gue bisa belajar bagaimana semangat pantang menyerah – lewat cara yang benar – bisa membawa seseorang mencapai sesuatu yang buat banyak orang mustahil dicapai.
Selamat buat istri atas keberhasilannya mencapai level Senior Manager Oriflame. I always believe you have what it takes, and I’m so proud of you!

Ada komentar?