6 Alasan Kisah Red Sparks Cocok Dijadiin Film

Published by

on


Suka nonton film olahraga, seperti Facing The Giants (2006), Coach Carter (2005) , Mighty Ducks (1992) atau Cool Runnings (1993)? Perhatiin deh: biarpun cabang olahraganya beda-beda, tapi ada semacam kesamaan ‘elemen wajib’. Kalo lu udah cukup sering nonton film olahraga, lu akan mulai bisa nebak, “pasti kondisi awal timnya begini,” atau “pasti pelatihnya akan begini”, atau “pasti lawannya akan begitu”, dst.  

Gue, yang sejak akhir 2023 jadi pengamat bola voli dadakan, baru aja menyadari adanya fenomena yang sama di dunia nyata. Elemen-elemen film olahraga gue temukan dalam kisah nyata Red Sparks. Kalo di film segala ‘elemen wajib’ itu diada-adain untuk nambah bumbu dramatis, di kisah Red Sparks terjadi secara natural.

Itulah sebabnya gue mikir, akan menarik banget kalo kisah Red Sparks diangkat jadi film. Kalo bisa jangan feature film yang durasinya 2 jam, tapi limited series, antara 8-12 episode seperti The Squid Game, biar bisa menangkap dinamika kisah Red Sparks secara utuh. Tanpa harus dibumbui, film Red Sparks akan jadi film yang sangat seru.

Berikut sejumlah penggalan kisah Red Sparks yang menurut gue “film” banget:

1. Tim Underdog

Syarat utama tim protagonis di film olahraga adalah underdog. Ya iya lah, karena apa serunya nonton film tentang tim terkuat yang nggak mungkin kalah, kan? Syarat ini terpenuhi oleh Red Sparks. Mereka terakhir kali lolos ke babak playoff di tahun 2017. Itu pun nggak sampai final. Masuk finalnya terakhir di tahun 2012, di mana mereka berhasil jadi juara. Memang tim ini nggak jelek-jelek amat, sih. Mereka pernah juara tiga kali: di 2005, 2010 dan 2012. Tapi setelah itu prestasinya mandek. Tahun 2018 sampe 2023 peringkatnya naik turun di kisaran empat sampai lima, bahkan pernah merosot ke peringkat enam alias juru kunci di tahun 2019.

Red Sparks (waktu itu masih bernama KGC) lolos Playoff di tahun 2017

Setelah Mega bergabung, akhirnya tim ini ngerasain masuk playoff tahun 2024, walaupun terhenti di semifinal. Tahun 2025, barulah Red Sparks melangkah lebih jauh dengan berhasil masuk final.

2. Pelatih “Nyeleneh”

Dalam film olahraga, tokoh pelatihnya selalu punya gaya yang nggak ortodoks. Terus terang, gue nggak punya informasi gimana cara Kho Hee-jin, kepala pelatih Red Sparks, melatih timnya. Tapi dari berbagai keputusan yang dia buat, kelihatan bahwa Pak Lurah, julukan buat dia dari netizen Indonesia, berani keluar dari arus ‘normal’.

Berani Ambil Opposite Hitter dari Asia

Pertama, keberaniannya untuk merekrut Mega, pemain dari Indonesia, sebagai Opposite Hitter. Opposite Hitter adalah pemain yang bertugas mengeksekusi serangan. Jadi “pakem” yang sering terjadi dalam sebuah pertandingan voli adalah:

  1. bola yang datang dari lawan
  2. diterima oleh Libero atau Outside Hitter
  3. dioper ke Setter
  4. dioper ke Opposite Hitter untuk dieksekusi ke wilayah lawan.

Artinya, Opposite Hitter harus punya tenaga yang gede banget, biar bolanya susah diblokir lawan.

Tim lain pada milih Opposite Hitter dari Eropa atau minimal dari negara-negara yang udah terkenal jagoan voli. IBK Altos memilih Victoria Danchak dari Ukraina. Hipass merekrut Merelin Nikolova dari Bulgaria. GS Caltex punya Gyselle Silva dari Kuba. Hyundai Hillstate masang Moma Bassoko dari Kamerun. AI Peppers mengandalkan Taylor Fricano dari Amerika Serikat. Pink Spiders diperkuat Tutku Burcu dari Turki. Kalo ngelihat asal negaranya, nama-nama ini udah mentereng banget. Apalagi kalo ngelihat postur tubuhnya yang rata-rata kekar, menjanjikan kekuatan pukulan yang mantap.

para pemain opposite hitter di kovo v-league 2024-2025

Lantas ujug-ujug Kho Hee-jin lain sendiri: milih Mega, dari Indonesia, negara yang nggak terlalu kondang di dunia voli, untuk jadi Opposite Hitter. Jelas aja fans Red Sparks rame ngatain dia gila. Di tingkat Asia Tenggara aja, voli Indonesia masih kalah dari Thailand, Filipina dan Vietnam. Udah gitu, perawakan Mega nampak paling ramping di antara para Opposite Hitter lainnya (kecuali kalo dibandingin sama Nikolova yang memang masih bocah).

Belakangan terungkap, Kho Hee-jin berani ngambil keputusan seberani ini karena dia udah nonton langsung Mega beraksi di SEA Games Kamboja. Jadi rupanya dia nggak gampang ‘silau’ dengan latar belakang negara, tapi lebih percaya sama pengamatan langsung. Akhirnya terbukti, keputusan Kho Hee-jin merekrut Mega adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat.

Kho Hee-jin waktu nonton Mega bertanding di SEA Games Kamboja.

Strategi Nekad

Kho Hee-jin juga berani bikin strategi yang out of the box. Kadang berhasil, kadang ancur, tapi dia terus aja nekad. Di musim 2023-2024 dia ngerancang formasi ‘trisula’: memasang 3 penyerang, terdiri atas Mega, Gia, dan Lee So-young. Waktu itu formasi ini sukses mengantar Red Sparks lolos ke babak playoff walau akhirnya berantakan karena Lee So-young cedera di putaran terakhir.

Trisula pertama Red Sparks: Gia, Lee So-young dan Mega.

Di awal musim 2024-2025 ini, Kho Hee-jin membuat formasi ‘trisula’ baru beranggotakan Mega, Vanja Bukilic, dan Pyo Seung-ju. Kho Hee-jin yakin, dengan punya 3 mesin serang, pertahanan lawan akan gampang dibongkar. Sayangnya, praktik di lapangan nggak seindah itu.  

Trisula penyerang Red Sparks 2024-2025: Mega, Buki, dan Pyo Seung-ju
Trisula versi 2025: Mega, Buki, dan Pyo Seung-ju

Satu hal yang luput dari perhitungan Kho Hee-jin: Vanja dan Pyo Seung-ju bukanlah Gia dan Lee So-young . Mereka masih gagap menjaga keseimbangan peran bertahan dan menyerang. Akibatnya, pertahanan Red Sparks kedodoran. Di putaran 1 dan 2, Red Sparks hanya bisa memenangkan enam dari dua belas pertandingan.

Momen paling suram terjadi di akhir putaran pertama sampai awal putaran kedua: Red Sparks kalah 4 kali beruntun. Komentar netizen sedemikian kasarnya, sampai Yeum Hye-seon, Setter merangkap kapten tim, sempat tutup akun IG. Akun resmi Red Sparks juga sampai ngerilis imbauan dalam 3 bahasa, termasuk bahasa Indonesia, untuk tidak memberikan komentar yang melecehkan pemain.

Sampe harus diperingatkan secara khusus biar nggak kebablasan noraknya.

Untungnya Kho Hee-jin segera menyadari kesalahannya. Dia ngebebasin Pyo Seung-ju dari tanggung jawab menyerang, dan memintanya fokus ngebantu pertahanan. Urusan serangan hanya diserahkan ke dua orang yaitu Mega dan Vanja Bukilic alias Buki atau Bukirici (kalo ngikut lidah Korea). Hasilnya, di akhir putaran kedua Red Sparks memulai rangkaian 13 kemenangan beruntun yang belum pernah dicapai tim itu sebelumnya.  

Keputusan Cepat

Kho Hee-jin juga sering bikin jantung fans kurang aman karena keputusan cepatnya di tengah pertandingan. Contohnya di pertandingan ketiga putaran tiga, waktu ngelawan musuh bebuyutan mereka Pink Spiders.

Red Sparks udah berhasil menang di set pertama dan kedua. Tinggal butuh 1 set lagi, maka selesailah pertandingan. Eh tiba-tiba di set ketiga, Pink Spiders main kayak kesetanan. Red Sparks dibantai 16-9. Segala jurus udah dicoba, tapi pertahanan Pink Spiders alot banget. Sebaliknya, serangan Pink Spiders sering bablas ke wilayah Red Sparks.

Kalo gue dalam posisi Kho Hee-jin, maka gue akan berpikir matematis sederhana aja: selisih poin hanya 7, poin lawan masih kepala 1, maka gue akan suruh tim main lebih keras lagi biar bisa ngejar. Pokoknya gimana caranya main mati-matian biar bisa menang set ketiga, lalu beres tinggal pulang.

Eh ternyata Kho Hee-jin beda. Dia malah narik semua pemain inti ke bangku cadangan, dan memasukkan tim pelapis, bocil-bocil pemain junior yang selama ini belum pernah dimainkan. Hasilnya bisa ditebak: di set ketiga Red Sparks porak poranda dengan skor akhir 25-14. Pink Spiders berhasil nambah 1 poin set sehingga kedudukan menjadi 2-1. Medsos langsung panas dengan caci maki fans yang gemas sama Kho Hee-jin.

Tim bocil Red Sparks masuk lapangan di set ketiga.

Di set keempat, seluruh pemain inti balik ke lapangan. Penonton cemas: kalo cara mainnya masih sama kayak set ketiga, udah pasti Pink Spiders bakal panen poin lagi. Eh ternyata enggak. Di set keempat seluruh pemain inti Red Sparks bermain ciamik, dan menang! Pertandingan hari itu dimenangkan Red Sparks dengan 3-1.

Jadi rupanya Kho Hee-jin sengaja menarik para pemain inti supaya bisa berdiskusi sambil ngelihat pertandingan dari pinggir lapangan. Biar ada jarak dengan pertandingan, biar bisa ngelihat peta kekuatan lawan lebih jelas. Itulah sebabnya, di set keempat strateginya bisa lebih jalan.

Walaupun happy ending, tapi strategi nekad Kho Hee-jin ini berisiko banget. Gimana kalo di set keempat performa tim masih ngaco? Kan malah jadi harus nambah satu set lagi. Padahal kalau ngoyo dikit di set ketiga tinggal setengah jalan.

Outside Hitter Hasil Modif

Contoh lainnya, Kho Hee-jin merekrut Vanja Bukilic, mantan Opposite Hitter tim Hipass, untuk dimodif jadi Outside Hitter.

Ceritanya, di akhir musim lalu, kontrak Buki nggak diperpanjang oleh Hipass. Nggak ada ujan nggak ada angin, Kho Hee-jin nawarin kerjaan di Red Sparks. Yah namanya lagi pegel nganggur, Buki mau aja. Tapi karena udah ada Mega sebagai Opposite Hitter, dan nggak lazim ada dua Opposite Hitter dalam satu tim, maka Buki dilatih untuk bisa jadi Outside Hitter.

Perbedaan utama Opposite Hitter dengan Outside Hitter adalah peran bertahannya.

Seorang Opposite Hitter seperti Mega nggak usah mikirin pertahanan. Tugasnya cuma ngegebuk bola sekeras mungkin biar tembus ke area lawan dan jadi poin. Sebaliknya, tugas Outside Hitter lebih luas. Dia harus bisa mengeksekusi peluang serangan, tapi juga harus cekatan menyambut bola lawan. Memodifikasi seorang mantan Opposite Hitter menjadi Outside Hitter butuh waktu dan proses yang nggak gampang. Lagi-lagi keputusan Kho Hee-jin bikin fans protes:

Ngapain sih repot amat ngerekrut Opposite Hitter untuk dijadiin Outside Hitter? Kenapa nggak langsung aja ngerekrut Outside Hitter yang udah ‘jadi’?

Tapi Kho Hee-jin seperti punya mata batin yang sangat peka dan bisa melihat potensi yang masih tersembunyi dalam diri seorang pemain. Belakangan terbukti Buki juga bisa melakukan tugas pertahanan dengan sangat baik, sementara daya serangnya sebagai mantan Opposite Hitter juga masih sangat dahsyat. Ngelihat prestasi Buki makin gacor di Red Sparks, para fans Hipass rame-rame ngehujat pelatihnya karena nggak memperpanjang kontrak pemain sebagus Buki 😂

Libero Cabutan

Momen yang paling menggambarkan betapa “gila”-nya Kho Hee-jin terjadi saat leg ketiga babak playoff, 29 Maret 2025. Posisi poin Red Sparks VS Hyundai Hillstate satu sama, jadi pertandingan ini akan sangat menentukan apakah Red Sparks bisa masuk final atau enggak.

Set pertama udah berhasil diamankan sama Red Sparks. Masuk set kedua. Posisi poin 2-5 untuk keunggulan Hyundai Hillstate. Kho Hee-jin minta time out karena senewen melihat gap poin melebar. Di momen itu kelihatan Noh Ran, sang Libero, mendekat ke asisten pelatih dan ngomong sesuatu dengan ekspresi menahan sakit. Punggungnya cedera, dan nggak sanggup melanjutkan pertandingan.

Peran Libero dalam pertahanan tim sangat penting. Tugas utamanya menyambut bola pertama dari servis lawan, untuk dioper ke setter. Tanpa Libero, konsentrasi Outside Hitter jadi terpecah dan lebih sulit membangun serangan. Kho Hee-jin lantas memasukkan Choi Hyeo-seo, pemain junior, yang memang udah disiapin sebagai Libero cadangan.

Choi Hyo-seo ini sebenernya punya prestasi yang OK. Dia pernah terpilih sebagai Rookie of the Year di musim 2022-2023, sebuah penghargaan yang jarang diterima oleh seorang Libero. Tapi mentalnya belum siap untuk tanding lawan tim sekuat Hyundai Hillstate di leg penentuan babak playoff. Performanya jelek banget. Ngeliat dia kayak gitu, lawan langsung beringas seperti gerombolan hiu nyium bau darah. Atau paguyuban ojek pangkalan lihat mbak-mbak nenteng kardus mi instan baru turun dari bis AKAP.

Baby Hyo-seo panik jadi bahan rujakan tim lawan

Bertubi-tubi serangan dari Hyundai Hillstate diarahkan ke Baby Hyo-seo, julukan buat Choi Hyo-seo karena umurnya yang baru 21 tahun dan perawakannya yang relatif mungil untuk ukuran pemain voli, 168 cm. Pokoknya di mana pun Baby Hyo-seo berada, ke situlah bola lawan mengarah, dan hampir semuanya tembus nambah poin buat Hyundai Hillstate. Udah gitu dia juga nampak bingung menempatkan diri, bolak balik hampir tabrakan dengan pemain lain. Red Sparks yang tadinya cuma ketinggalan 3 poin jadi ketinggalan 6 poin di posisi 10-16. Di momen inilah Kho Hee-jin membuat keputusan nekad.

Tahun lalu gue pernah nulis posting tentang Red Sparks, dan “kegemasan” gue pada seorang pemain bernama Park Hye-min. Posisinya Outside Hitter, jadi seharusnya dia cekatan bertahan maupun menyerang. Waktu Kapten Lee So-young cedera, harapan bertumpu pada dia. Sayangnya: nggak terlalu berhasil. Bukannya memperkuat pertahanan, tiap kali dia masuk lapangan malah jadi sasaran empuk buat lawan – persis Baby Hyo-seo hari ini.

Park Hye-min di musim lalu

Eh di tengah suasana genting krisis Libero, malah dia yang didapuk Pak Lurah untuk jadi Libero dadakan! Lucunya, Libero itu harusnya pake jersey yang beda sendiri, karena dia punya hak sekaligus pembatasan khusus. Nah, si Park Hye-min ini udah kadung dateng ke lapangan dengan jersey normal yang sama dengan pemain lainnya. Solusinya: Park Hye-min dipakein jersey darurat bertuliskan huruf L yang kira-kira 4 nomor lebih gede. Akibatnya dia nampak kayak layangan, terbang ke sana-sini dengan jersey berkibar-kibar!

Gue nggak tau dengan musim-musim lainnya ya, tapi selama gue rutin ngikutin V-League Korea sejak akhir 2023, belum pernah kejadian ada Libero pake jersey dadakan kaya gini. Kho Hee-jin bener-bener nggak ketebak nalarnya!

Walaupun Park Hye-min udah masuk sebagai Libero dadakan, keadaan belum membaik. Akhirnya set kedua dilepas oleh Kho Hee-jin, lagi-lagi dengan menukar pemain inti dengan pemain pelapis. Hyundai Hillstate sukses ngebungkus set kedua dengan skor tragis 25-12.

Masuk set ketiga. Pemain inti balik ke lapangan. Di set ini gue harus mengakui, Park Hye-min yang sekarang bukanlah Park Hye-min yang dulu. Jurus-jurus penerimaannya akurat banget, bahkan lebih bagus dari Libero aslinya! Red Sparks sukses merebut set ketiga dan keempat, dan memastikan maju ke babak final setelah penantian 13 tahun! Gongnya: Park Hye-min terpilih sebagai MVP di pertandingan itu, dengan tingkat keberhasilaan dig 100%.

3. Sosok Antagonis yang Kuat dan Kompleks

Tim lawan di film-film olahraga selalu digambarkan lebih kuat, peralatannya lebih canggih, rekornya nggak terkalahkan, pokoknya lebih sangar. Untuk menambah bumbu seru, kadang digambarkan tokoh utamanya punya hubungan khusus yang rumit dengan tim lawan.

Di kisah Red Sparks, unsur ini juga ada.

Mantan Kapten yang Jadi Lawan

Pertama, ada Lee So-young. Musim lalu, dia adalah kapten Red Sparks. Musim ini, dia pindah ke IBK Altos dengan kontrak 3 musim senilai 2,1 miliar won (hampir 24 miliar rupiah) alias setara dengan 8 miliar rupiah per musim. Sebagai perbandingan, nilai kontrak Mega adalah USD 150 ribu atau hampir 2,5 miliar per musim.

Soal pindahnya sebenernya nggak masalah, karena para pemain di sana memang biasa berpindah-pindah tim. Yang bikin fans Red Sparks sakit hati adalah, Lee So-young bilang dia pindah tim karena, “tahun ini saya ingin merasakan jadi juara.” Mungkin dia sekadar ngomong jujur tanpa mikir, tapi omongan itu bisa berarti, “kalau saya bertahan di Red Sparks, susah/nggak mungkin jadi juara.” Udah gitu, di salah satu talkshow dia ditanya, tim mana aja yang dia prediksi bisa jadi juara. Dia sama sekali nggak menyebut Red Sparks.

Bocah Nggak Tau Apa-Apa Ikut Keseret

Gue yakin di luar lapangan hubungan Lee So-young dan Mega baik-baik aja, justru para fans lebih panas hati. Masalahnya dulu Lee So-young nampak sangat dekat dengan Mega dan anggota Red Sparks lainnya. Bahkan Hayul, keponakannya yang masih balita, lengket banget sama Mega.

Sekarang, setelah Lee So-young pindah tim, fans Indonesia jadi nyinyir sama IBK Altos. Apa lagi di putaran-putaran awal, Lee So-young masih belum bisa turun ke lapangan karena cedera bahu. Maka bermunculan komentar-komentar julid seperti,

“Percuma gaji mahal tapi kontribusi nol”

“Investasi bodong”

“Definisi gaji buta”

Dan komentar-komentar sejenisnya. Yang lebih parah lagi, banyak yang mendoakan agar Lee So-young cedera berkepanjangan sampai nggak bisa main lagi selamanya.

Yang lebih nyesek, di putaran awal Red Sparks kalah melulu dari IBK Altos. Ditambah lagi, mendadak Hayul jadi sombong, nggak mau lagi mendekat ke Mega 😂Kontan Hayul yang nggak ngerti apa-apa ikutan kena hujat netizen Indonesia, dituduh termakan provokasi Tante Lee So-young 😂😂😂.

Momen Perdamaian

Entah karena kebetulan atau disengaja untuk meredam komentar-komentar yang makin nggak sehat, saat akhirnya Red Sparks berhasil menang dari IBK Altos, Mega menghampiri Lee So-young yang lagi istirahat di pinggir lapangan dan memeluknya. Momen langka yang terjadi di pertengahan Februari 2025 ini kemudian rame berseliweran di reels dan Tiktok sampe berhari-hari. Kayaknya para netizen lega ngelihat Mega dan Lee So-young baik-baik aja.

Tapi lawan yang paling berat, baik secara teknik permainan maupun secara beban mental, adalah Kim Yeun-koung dan timnya, Pink Spiders.

Sang Ratu Idola Mega

Kim Yeun-koung (KYK) dijuluki ratu voli Korea karena, yah dia memang sosok yang sangat disegani. Udah nggak terhitung berapa kali memperkuat timnas Korea, dan entah berapa kali menyabet gelar MVP, sampe ketika ditanya kesan-kesannya, dia jawab, “Saya nggak terlalu memikirkan gelar MVP karena sudah terlalu sering.” Entah kenapa kalau dia yang ngomong nggak terkesan sombong karena memang begitulah kenyataannya.

Dari Idola Jadi Rival

Mega sangat mengidolakan KYK sejak perkenalan di ajang Asian Games 2018. Nggak disangka-sangka, mereka ketemu lagi di Korea tahun 2023 saat Mega memulai debut di Red Sparks. Biarpun sekarang udah sama-sama berstatus bintang voli, Mega masih salting berat tiap kali ketemu KYK. Di beberapa tangkapan video terlihat Mega gugup banget tiap kali ngobrol sama KYK. Di luar lapangan, KYK selalu bersikap baik ke Mega.

Mega saat baru kenalan dengan KYK tahun 2018 (atas) dan waktu sama-sama tampil di All Stars musim lalu (bawah)

Di lapangan, beda cerita.

KYK adalah seorang Outside Hitter. Dia menguasai serangan dan pertahanan dengan sama baiknya. Dia bisa ada di depan net untuk duel udara memblokir bola, bisa juga meluncurkan serangan mematikan dari lini belakang. Yang jelas, setiap kali serangannya bisa terblokir oleh Mega, dia nampak sangat emosional. Di satu kesempatan dia bahkan sampe nendang bola keluar lapangan saking kesalnya. Di kesempatan lain, dia melampiaskan kekesalan dengan memukul tiang net.

Superteam

Selain dimotori KYK sang atlet super, Pink Spiders juga punya pemain-pemain kuat. Ada Kim Su-ji, Middle Blocker sahabat lama KYK yang juga langganan memperkuat timnas Korea. Di foto di atas, dia yang pake headband pink, yang jadi ciri khas penampilannya. Dia berduet sama Anilise Fitzi, Middle Blocker asal Selandia Baru yang powernya gede banget. Bola yang dia blok bakal mental balik ke wilayah lawan dan mencetak poin. Di foto di atas, dia nomor dua dari kanan, nomor punggung 5.

Motor utama serangan Pink Spiders adalah Tutku Burcu. Dengan tinggi badannya yang 193 cm, pemain Turki ini bisa menciptakan sudut spike yang sangat tajam dan susah diblok lawan. Saat berduet dengan KYK, Tutku jadi senjata yang sangat mematikan. Di foto di atas, dia yang paling kanan. Terakhir, Pink Spiders juga punya Setter Lee Go-eun yang jagoan banget meracik umpan untuk dieksekusi para penyerang. Di foto di atas, dia membelakangi kamera, nomor punggung 6. Boleh dibilang, formasi Pink Spiders tahun ini adalah formasi terbaik yang pernah mereka miliki, sepanjang masa.

Terakhir?

Ya, karena KYK udah mengumumkan bahwa musim ini akan jadi musim terakhirnya sebagai atlet profesional. Saking legendarisnya KYK, pengumuman itu lantas disambut oleh keenam tim lainnya dengan upacara penghormatan di stadion kandang masing-masing. Rasanya gue susah ngebayangin ada atlet suatu cabang olahraga beregu di Indonesia yang masa pensiunnya dihormati tim-tim lainnya seperti KYK.

Upacara penghormatan untuk KYK di stadion kandang Red Sparks, 1 Maret 2025

Dengan sendirinya, musim ini akan menjadi The Last Dance, performa terakhir dan pemuncak, untuk KYK. Dipastikan KYK akan tampil habis-habisan untuk mempersembahkan penutup karir yang manis berupa gelar juara liga.

Di sisi lain, sampe lewat batas waktu pendaftaran pemain asing untuk musim depan, Mega juga belum mengumumkan sikap apakah akan memperpanjang kontrak di Red Sparks. Walaupun belum dikonfirmasi, tapi banyak orang menyimpulkan bahwa musim ini juga akan menjadi musim terakhir buat Mega.

Dengan kemenangan Red Sparks atas Hyundai Hillstate di semifinal, dipastikan Mega akan kembali berhadapan dengan idolanya KYK di babak final. Dua pemain jagoan akan berhadapan dan mempersembahkan The Last Dance. Bayangin betapa serunya ini kalau dijadiin naskah film!

4. Karakter Unik

Terakhir, unsur penting dalam film olahraga adalah karakter-karakter unik yang saling berinteraksi secara dinamis. Film olahraga yang seru selalu punya karakter yang bervariasi, punya sifat-sifat unik yang memungkinkan interaksi menarik. Kadang biar tambah seru dibumbui dengan latar belakang yang akan menjadi beban di kemudian hari, atau konflik pribadi yang berpotensi mengacaukan keadaan di saat genting.

Para anggota Red Sparks sangat memenuhi syarat.

yeum hye seon mencapai rekor 16000 setting sukses dalam karirnya

Yeum Hye-seon saat mencapai prestasi 16 ribu set yang berhasil dalam karir profesionalnya.

Si Kapten yang Sableng

Pertama, Sang Kapten Yeum Hye-seon. Orangnya ceria, senang bercanda, kadang sedikit konyol. Mega pernah bilang bahwa beberapa kosa kata caci maki dalam bahasa Korea dia pelajari dari Sang Kapten Hye-seon. Ya, saat Lee So-young pindah ke IBK Altos, ujug-ujug Hye-seon lah yang didaulat Kho Hee-jin untuk jadi kapten tim. Ini cukup mengubah dunianya. Yang tadinya bisa ngomong seenaknya, sekarang harus jaga sikap karena harus jadi teladan bagi tim. Sekarang dia jadi agak sedikit jaim, apalagi karena sadar diri karena jadi salah satu anggota tim tertua, bareng Noh Ran dan Pyo Seung-ju (mereka dijuluki ‘The Elders’).

Dalam wawancara dengan kanal Off the TV, Hye-seon bilang,

“di musim lalu ada Han Song-yi, pemain yang kami anggap sebagai kakak senior, tempat mengadu. Di musim ini Han Song-yi sudah pensiun, dan mendadak saya sadar, sayalah yang harus menggantikan posisinya karena sekarang saya termasuk yang tertua di tim.”

Para anggota Red Sparks mengakui, Hye-seon berhasil menjalankan peran sebagai kapten yang ngemong. Kho Hee-jin pernah bilang, “Kadang tim lebih mendengarkan arahan Hye-seon ketimbang saya.” Di luar lapangan, dia cukup peduli untuk menyediakan tebengan pulang buat para pemain junior. Dia setirin sendiri, naik mobilnya yang mana adalah sebuah Porche Cayenne.

Di lapangan, dia punya cara jalan yang sangat girly, dengan jari kelingking mencuat. Tapi kalo servis, sering langsung jadi ace karena teknik floating serve-nya yang mumpuni. Dia juga sering banget mengecoh blocker lawan di depan net dengan melakukan setter dump: seolah-olah mau ngoper bola ke pemain lain, tiba-tiba ditembakin langsung.

Karakter Hye-seon di film Red Sparks akan menarik banget diulik perjalanan psikologisnya. Dia bertransformasi dari si anak bandel yang ceplas-ceplos jadi kakak senior yang harus mengayomi tim. Kalau jadi film, adegan yang sangat menyentuh dari karakter Hye-seon adalah selepas pertandingan pertama di putaran enam, di mana ada anggota tim yang cedera parah dalam dua pertandingan berturut-turut. Hye-seon tertangkap kamera menangis sambil dipeluk Han Song-yi di pinggir lapangan.

vanja 'buki' bukilic

Si Bayi Raksasa yang Perasa

Berikutnya ada Buki, si bayi raksasa pindahan dari tim Hipass. Dengan tinggi 198 cm dan tubuh kekar, kekuatan fisik Buki sulit ditandingi. Tapi untuk urusan kekuatan mental, perjalanannya masih panjang. Pokoknya kalau dia sampai gagal beruntun mencetak poin, mentalnya drop. Abis itu pukulannya makin ngawur sehingga banyak yang keluar. Bukannya nambah poin untuk tim sendiri, malah nyumbang poin ke lawan. Kalau jadi film, akan menarik digambarkan betapa anggota tim lainnya sibuk membesarkan hati Buki agar mentalnya jangan sampai drop.

jung ho-young si kulkas dua pintu

Si Canggung yang Kocak

Ada juga Jung Ho-Young, Middle Blocker setinggi 190 cm yang canggung tapi kocak. Waktu kecil dia sering diolok-olok karena terlalu jangkung. Efeknya kayaknya masih kebawa sampai sekarang. Tiap kali diwawancara dia akan mulai dengan, “Tolong kameranya jangan sampai lebih rendah dari saya.” Mungkin dia nggak ingin kelihatan terlalu jangkung di kamera.

Dia juga punya ciri khas berupa dosis apes yang lebih tinggi dari teman-temannya. Entah kenapa, dia yang paling sering kehajar bola di kepala. Pernah suatu kali dia ketabrak bola sedemikian kerasnya sampe harus make kompres di kepala selama time out. Pernah juga matanya kesikut sama Mega waktu rebutan bola, bikin dia harus terdiam dulu beberapa saat untuk memulihkan kesadaran.

Hubungannya dengan pelatih Kho Hee-jin juga nggak kalah apesnya. Sebelum jadi pelatih, Kho Hee-jin juga atlet voli dan kebetulan posisinya sama dengan Jung Ho-young: middle blocker. Mungkin ini pemicu kenapa Kho Hee-jin sangat kritis kepada Ho-young. Urusan jatah diteriakin dari pinggir lapangan, dibentak dan diomeli selama time out, Ho-young yang paling kenyang. Salah satu hiburan gue saat nonton pertandingan Red Sparks adalah mengamati ekspresi Ho-young kalau kena omel. Ekspresinya lucu banget, antara pasrah tapi juga kayak ingin membangkang.

park eun-jin si ratu tiup

Si Ratu Tiup yang Sassy

Anehnya, Middle Blocker yang satunya lagi, Park Eun-jin, nggak sesial Ho-young. Eun-jin ini tipe manusia yang apa aja dibercandain. Mungkin ini juga yang bikin Kho Hee-jin susah marah ke dia. Oleh netizen Indonesia dia dijuluki “Si Ratu Tiup” karena kebiasaannya meniup-niup tangan sebelum memukul bola. Ciri khas lainnya: love language-nya sangat physical touch. Tangannya enteng banget nyolek, nepuk, bahkan ngeremas anggota tubuh orang-orang di sekitarnya, termasuk di bagian-bagian sensitif. Bukan cuma ke teman satu tim, tapi pemain lawan juga nggak aman dari jamahannya. Dia juga yang paling ganjen untuk urusan penampilan. Kadang tiba-tiba berambut pirang. Lain kali memamerkan alis yang baru ditata di salon. Pokoknya untuk mengisi kebutuhan peran fun, sassy, carefree girl di film Red Sparks nanti bisa diserahkan ke karakter Park Eun-jin.

pyo seung-ju si ibu peri

Si Ibu Peri yang Lembut

Karakter dengan latar belakang melodramatis bisa dipegang oleh Pyo Seung-ju. Musim lalu, Sung-ju bermain untuk IBK Altos sebagai Outside Hitter. Dia langganan terpilih masuk timnas, tapi karena umurnya udah lewat kepala tiga, sekarang udah masuk fase akhir karir profesionalnya.

Waktu Lee So-young pindah ke IBK Altos, tim itu wajib menyediakan pemain kompensasi untuk diserahkan ke Red Sparks. Red Sparks boleh memilih pemain mana aja dari IBK Altos, kecuali nama-nama pemain yang di-“kunci” oleh tim. Nah, kebetulan Pyo Seungju ini tidak termasuk nama yang dikunci, sehingga akhirnya dialah yang dipilih oleh Kho Hee-jin.

Dalam beberapa kesempatan wawancara, Seung-ju mengaku momen kepindahannya ke Red Sparks membuat dia merasa “terbuang”. Kho Hee-jin lantas membesarkan hatinya dengan bilang bahwa Red Sparks membutuhkan kehadiran Seung-ju.

Seperti biasa, keputusan Kho Hee-jin selalu mengundang kritik. Fans mempertanyakan apakah Seung-ju bener-bener bisa menjadi kompensasi yang sepadan untuk menggantikan Lee So-young. Berdasarkan statistik permainan, baik dari sisi penyerangan maupun bertahan, Seung-ju jauh di bawah Lee So-young. Tapi Kho Hee-jin menjawab dengan samar,

“Tidak semua peran pemain bisa tergambar dari statistik.”

Belakangan baru kelihatan peran Seung-ju sebenarnya: jadi “ibunya anak-anak” di lapangan. Sebagai pemain senior yang udah kenyang pengalaman tanding, dia membantu membangun moral teman-temannya. Waktu Choi Hyo-seo panik sampe hiperventilasi dibantai lawan di playoff leg 3, Seung-ju merangkul dan menenangkannya. Waktu tangan Mega terluka, Seung-ju yang pertama kali sadar dan langsung menghentikan pertandingan supaya Mega bisa dirawat. Pokoknya beneran jadi ibunya anak-anak. Oleh netizen Indonesia dia dapat julukan “Ibu Peri” karena pembawaannya yang kalem dan teduh, penuh perhatian dan kasih sayang. Kebetulan juga, dari semua anggota tim Red Sparks, baru dia yang udah menikah, walau belum punya anak.

Dari segi statistik pertandingan, makin lama Seung-ju menunjukkan angka yang semakin kuat di pertahanan dan penerimaan. Dia menjadi pendamping yang bisa membantu tugas Noh Ran, sang Libero yang irit ngomong.

noh ran si mungil yang pendiam

Si Mungil yang Pendiam

Dalam setiap kisah, penonton selalu mudah jatuh hati pada karakter yang nggak bisa atau nggak banyak omong. Chewbacca dan R2D2 di Star Wars. Daryl di Walking Dead. Groot di Guardian of the Galaxy. Robot T-800 di Terminator. Hagrid di Harry Pottter.

Karakter-karakter yang nggak terlalu verbal menawarkan aura ketulusan yang disukai penonton, dan itu akan jatuh ke karakter Noh Ran. Selain sifatnya yang memang nggak banyak ngomong, posisinya juga membuat dia nggak menonjol. Libero nggak boleh mencetak poin, dan hasil kerjanya hanya dihitung dari efektivitas penerimaan (berapa persen dari bola yang diterimanya bisa diolah jadi serangan yang efektif). Libero jarang banget terpilih jadi MVP, juga nggak mungkin dielu-elukan sebagai pahlawan pencetak poin terbanyak. Libero itu seperti udara, kalau kualitasnya bagus, jarang ada orang yang sadar. Tapi kalau lagi jelek, semua caci maki ditumpahkan ke dia.

Usia Noh Ran juga udah masuk kepala tiga, jadi bersama Kapten Hye-seon dan Seung-ju mereka adalah para tetua di tim Red Sparks. Setiap kali pertandingan selesai, mereka bertiga punya ritual saling berpelukan sambil saling mengucapkan terima kasih. Ini bisa jadi momen yang sangat menyentuh di film Red Sparks.

mega sang megatron

Si Penghancur Pertahanan Lawan

Terakhir, tentu aja tokoh utamanya adalah Mega. Film yang menarik selalu menampilkan kontras, baik dari sifat para karakter, situasi yang melingkupi para karakter, dan sebagainya. Tokoh Mega yang berhijab dengan latar belakang agama dan budaya yang beda banget dengan rekan-rekan Koreanya akan menawarkan kontras yang sangat menarik. Di filmnya nanti bisa digambarkan gimana culture shock Mega dengan porsi latihan Korea yang superberat. Atau gimana saat temen-temennya ngajak makan di restoran Vietnam untuk menghibur Mega yang sedih kangen Indonesia. Restoran Vietnam dipilih karena dianggap paling mirip sama makanan Indonesia. Atau gimana saat Mega menjawab keingintahuan teman-teman Koreanya tentang hijab, kenapa harus pakai hijab, dan apakah hijab menghalangi dia untuk mendengar dan melihat di lapangan.

Faktor fans Indonesia juga bisa jadi elemen menarik. Gimana Red Sparks yang tadinya tim medioker tiba-tiba dapat dukungan di medsos dari ratusan ribu fans Indonesia, dan sekarang jadi tim dengan jumlah follower terbanyak di Korea. Tapi seperti biasa, fans Indonesia awalnya lucu tapi lama-lama ngeselin. Mulai dari bawa bendera Korea yang dicoret-coret dengan tulisan nama Mega ke stadion, sampe perang komentar norak di medsos. Dinamika tim menyikapi banjir dukungan dari negeri seberang ini juga bisa jadi sepenggal kisah yang menarik difilmkan.

Undangan untuk datang ke Jakarta juga bisa jadi momen menarik: gimana para atlet terkaget-kaget karena dijamu dan dikawal seperti artis. Juga soal keseruan Mega Day, momen di mana ratusan fans Indonesia dapat undangan nonton gratis dan nyoba permainan tradisional korea di stadion kandang Red Sparks juga bisa jadi momen yang menarik.

Karakter Mega yang selalu positif dan ceria akan menambah dinamika yang menarik saat berinteraksi dengan tokoh-tokoh lainnya dalam film Red Sparks ini, terutama saat berinteraksi dengan pelatih Kho Hee-jin. Kalau Ho-young sering kebagian omel dan marah, Mega hampir selalu kebagian manisnya, seperti anak tiri vs anak emas. Ini juga bisa jadi momen komedi yang menarik banget!

5. Naik Turunnya Nasib

Film olahraga yang seru selalu punya fluktuasi kondisi yang bikin penonton geregetan. Kadang seperti udah hampir berhasil, tiba-tiba muncul hambatan yang bikin berantakan. Berjuang lagi sampe hampir sukses, ada lagi musibah datang.

Ini juga terjadi sama Red Sparks. Di musim lalu mereka mengawali langkah dengan gacor banget. Mega jadi fenomena sebagai pemain pertama dalam sejarah Liga Voli Korea yang berhijab. Efektivitas serangannya moncer. Eh tiba-tiba di pertengahan musim semuanya berantakan. Tim-tim lawan udah berhasil meracik strategi untuk meredam keganasan spike Mega. Red Sparks menderita kekalahan beruntun.

Kho Hee-jin puter otak lagi, dan berhasil menemukan strategi trisula. Sukses sampai penghujung musim, tapi kali ini musibah datang: Lee So-young cedera, sehingga langkah Red Sparks harus terhenti di Semifinal.

Momen Lee So-young cedera di akhir musim lalu.

Musim ini, awalnya lancar sebentar lalu drop dengan kekalahan beruntun. Bangkit lagi dan sukses dengan 13 kemenangan beruntun, rekor yang belum pernah dicapai Red Sparks sebelumnya, lalu musibah cedera datang. Mega, Buki, Eun-jin, Noh Ran, gantian cedera. Syukurnya poin Red Sparks udah cukup untuk masuk babak playoff. Eh, di babak semifinal, saat semuanya udah sembuh, giliran Hye-seon dan Noh Ran yang cedera.

Beberapa komentar di medsos bilang, ngikutin perjalanan Red Sparks lebih seru dari nonton drama Korea karena endingnya nggak bisa ketebak. Ini bener banget. Mulai tanggal 31 Maret 2025 akan dimulai babak final yang menggunakan sistem Best of Five. Artinya, paling sedikit Red Sparks harus main 3 pertandingan untuk bisa memenangkan gelar. Dengan kondisi lutut Hye-seon yang cedera, dan jarak pertandingan yang hanya terpaut 2 hari, gue nggak yakin dia mampu bertahan untuk melewati semuanya. Padahal, dari pertandingan semifinal leg 2 udah terlihat, kalo Hye-seon absen, permainan seluruh tim ambruk. Pertaruhan ini yang bikin petualangan Red Sparks makin seru!

6. Poin-Poin Kritis

Ini udah pasti wajib ada di setiap film olahraga: tim protagonis hanya terpaut 1 poin dari tim lawan, sementara waktu pertandingan tinggal beberapa detik. Di saat-saat terakhir, sang pahlawan melakuka tindakan heroik dan akhirnya tim protagonis berhasil menang dengan poin tiris.

Di kisah Red Sparks, situasi kayak gini nggak usah direkayasa, sering BUANGET kejadian.

Musim Lalu: Kejar-Kejaran di Poin-Poin Pamungkas

Di musim lalu, putaran pertama. Red Sparks VS Pink Spiders. Posisi 2-2 dan udah masuk set kelima, set penentuan, yang poinnya cuma sampai 15. Posisi poin: 13 sama. Gia, Outside Hitter, serve dan gagal. Poin 14-13 untuk Pink Spiders. Muka Gia udah ciut banget, karena kalau Red Sparks kalah, dialah tertuduh utamanya. Tinggal nambah 1 poin lagi, Pink Spiders akan menang. Pink Spider serve, diterima Noh Ran, oper ke Hye-seon, oper lagi ke Mega, spike, dan tembus. Skor 14 sama, deuce 2. Mega jadi penyelamat.

Selanjutnya terjadi kejar-kejaran poin, dan akhirnya pertandingan ditutup dengan 18-16 untuk kemenangan Red Sparks!

Musim Ini: Lawan Tinggal Selangkah, Dibalap

Di musim ini, putaran keempat, VS Hyundai Hillstate. Posisi poin 24-19 untuk Hyundai Hillstate. Tinggal nambah 1 poin lagi menang. Eh Red Sparks berhasil ngejar dan akhirnya menang 29-27!

Pyo Seung-ju dan Park Eun-jin memblokir serangan Moma Bassoko di pertandingan putaran keempat, 22 Januari 2025.

Di putaran keenam VS AI Peppers malah lebih edan lagi situasinya. AI Peppers udah unggul 21-13. Tinggal 4 poin lagi mereka menang. Eh Red Sparks pantang menyerah, dan akhirnya berhasil menang dengan nilai deuce 27-25!

Ini baru 3 momen yang bisa gue inget. Gue yakin masih banyak lagi yang lain, selama dua tahun terakhir sejak kehadiran Mega.

Usulan Alur Cerita

Gue membayangkan film ini terbagi dalam 12 episode dengan perincian sebagai berikut:

Episode 1 – 3: menceritakan alur waktu di musim 2023-2024. Pengenalan karakter dan latar belakang, diakhiri dengan kekalahan Red Sparks dari Pink Spiders di babak semifinal.

Episode 4-6: tentang kepergian Lee So-young, kedatangan Seung-ju dan Buki, rangkaian kemenangan di KOVO Cup dan keberhasilan di awal musim 2024-2025

Episode 7-9: rentetan naik turun kegagalan dan keberhasilan selama putaran 1-6.

Episode 10-11: set up pertandingan terakhir, pengumuman pensiun KYK, rentetan cedera yang menimpa para pemain.

Episode 12: grand finale, pertandingan penentuan Red Sparks VS Pink Spiders.

Gimana menurut kalian kalau kisah Red Sparks beneran diangkat jadi film, apakah akan tertarik nonton?

2 tanggapan untuk “6 Alasan Kisah Red Sparks Cocok Dijadiin Film”

  1. sondangrp Avatar

    Kalau jadi series bakal seruuu, baca ini aja ikut manggut manggut. Cuma nonton sedikiitf film Korea, salah satunya film yang latar belakang bola (baseball), si Hot Stove League. Olahraga permainan dengan banyak anggota di satu tim itu emang pas dijadikan series, selain konflik konfilk utama, sempalan tiap pribadinya pasti juga seru buat kasih bunga bunga.

    Suka

    1. Agung Nugroho Avatar

      Semoga ada produser yang tertarik ya 🙏🙏

      Suka

Ada komentar?

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca