Selama ini gue selalu merasa, dan mengaku, sebagai pecinta makanan.
Buktinya, kegiatan akhir pekan gue selalu melibatkan acara makan di luar. Kalo jalan-jalan ke luar kota, selalu nyari makanan khas setempat. Kalo temen-temen gue butuh referensi tempat makan yang enak, pasti nanyanya ke gue.
Sampe belakangan ini gue mulai membandingkan diri dengan para pecinta lain, yang bukan makanan.
Pecinta film, misalnya.
Mereka biasanya sangat selektif memilih film yang mau ditonton. Film-film yang sutradaranya atau bintangnya punya reputasi buruk suka bikin film asal-asalan, nggak bakal ditonton. Mereka juga punya standar sangat tinggi dalam memilih cara menonton film. Nggak bakal mau nonton film dari DVD bajakan yang suka macet pas lagi seru-serunya. Nggak bakal sudi nonton film di ponsel. Mereka biasanya hanya mau nonton film di bioskop, yang tata suaranya menggelegar, gambarnya besar, tajam, dan jelas.
Kalo kalian nonton bareng pecinta film, jangan coba-coba bersuara, apalagi berkomentar, atau amit-amit: NANYA, di tengah film berlangsung. Mereka lagi mengerahkan seluruh panca indra mereka untuk menyerap sajian film, nggak bakal sudi membiarkan ada gangguan.
Saat seorang pecinta film ditanya pendapatnya tentang film yang baru ditontonnya, biasanya dia mampu menjelaskan secara detail. Naskahnya OK apa enggak, mana pemain yang aktingnya meyakinkan dan mana yang masih magang, musiknya pas atau ganggu, editingnya dinamis atau membosankan.
Mereka bisa melakukan itu karena mereka bener-bener mencintai film. Saat nonton film, nggak ada hal lain yang ada di pikiran mereka kecuali film itu sendiri. Mereka menghayati secara total.
Sekarang bandingkan dengan gue, yang mengaku pecinta makanan, saat lagi makan.
Gue nggak pilih-pilih makanan. Mau enak, mau nggak enak, mau panas, mau anyep, hajar. Bahkan gue dengan bangga mampu menghabiskan pizza yang baru keluar dari kulkas, tanpa merasa perlu memanaskannya dulu. Ngapain, repot amat.
Dulu tiap kali ditanya mau makan di mana saat jam makan siang, gue selalu menjawab dengan “terserah, mana aja ayo”. Dan di mana pun akhirnya gue berada, gue selalu bisa makan dengan lahap.
Kebanggan lainnya: gue sanggup menghabiskan makanan dalam waktu singkat. Caplok, kunyah beberapa kali, langsung telen. Gue juga sering banget makan, dan minum, sambil melakukan hal lain. Atau tepatnya, melakukan hal lain, sambil makan atau minum. Jadi aktivitas makan dan minumnya hanya sekedar sambilan, pelengkap, dari aktivitas lain yang lebih utama.
Gue ngetik blog sambil ngemil kacang.
Gue jalan-jalan di mall sambil minum kopi.
Gue nonton bioskop sambil ngemil pop corn.
Gue ngobrol di jam makan siang sambil makan.
Bahkan saat gue lagi sendirian, gue main HP sambil makan.
Kesimpulannya: selama ini gue bukannya cinta makanan. Gue cuma rakus.
Gue jarang, atau jangan-jangan nggak pernah, menjadikan makan sebagai aktivitas utama, apalagi menghayati makanan sebagaimana pecinta film menghayati film. Padahal gue ngakunya pecinta makanan, tapi ternyata nyaris belum pernah berlaku sebagaimana layaknya seorang pecinta makanan.
Emang apa salahnya sih kalo makan nggak dihayati, atau dikunyah beberapa kali langsung telen?
Ini:
Meme ini, walaupun tujuannya pasti sekedar untuk lucu-lucuan, tapi sebenernya mengandung kebenaran. Bener banget, malah.
Saat kita makan sebagai sambilan, maka makanan akan berlalu tanpa kesan. Seenak apa pun makanannya, kalo makannya asal-asalan, nggak akan terasa. Abis itu kita lupa, dan merasa belum makan. Lantas makan lagi.
Saat kita lagi nyetir mobil, kita melewati banyak rumah dan toko, melintasi banyak kendaraan lain, melalui banyak reklame, tapi bisakah kita menyebutkan, warna baju apa yang paling banyak dipakai orang di pinggir jalan hari ini? Nggak bisa, karena perhatian utama kita sedang tertuju pada aktivitas menyetir. Di luar itu, sekedar sambilan, selintasan, maka nggak akan terekam dalam ingatan kita. Begitu juga dengan makan.
Makan dengan penghayatan penuh, atau bahasa kerennya mindful eating, adalah kunci pertama untuk bisa melangsing. Kalo kita terbiasa melakukan mindful eating, maka proses melangsing akan menjadi jauuuh lebih mudah. Berita baiknya, itu sebenernya bisa dibangun dengan sejumlah kebiasaan kecil.
Lengkapnya akan gue jelasin di posting berikutnya, ya.