
Wahai kalian, kroco-kroco kantoran, gue yakin kalian pernah baca/denger Boss bikin kalimat kayak gini:
“Seluruh karyawan agar mengikuti ketentuan… blablabla…”
Atau di surat undangan acara yang berpotensi tinggi dijadikan ajang ngabur, biasanya tertulis:
“Dalam pelaksanaan acara, seluruh karyawan agar datang tepat waktu.”
Perhatiin kata ‘agar’-nya.
Sebenernya, ‘agar’ itu sinonim ‘supaya’. Dulu jaman orba, diem-diem orang suka ngetawain Pak Presiden yang demen ngomong ‘agar supaya’, karena dua kata yang sama artinya dijejerin tanpa guna begitu. Pastinya ngetawainnya diem-diem karena kalo terang-terangan bisa nggak pulang.
Jadi, kata ‘agar’ sebenernya menunjukkan sebab akibat. Misal:
- Budi makan agar kenyang.
- Budi belajar agar pintar.
- Budi mepet kepada ibu agar dilantik. (Eh).
Nah sekarang coba perhatiin 2 contoh kalimat di awal tulisan ini: cuma ada akibatnya doang, sebabnya nggak jelas loh!
‘Seluruh karyawan mengikuti ketentuan’ – ini akibat. Apa yang bikin para karyawan mengikuti ketentuan? Nggak disebutin.
‘Seluruh karyawan datang tepat waktu’ – ini juga akibat. Apa yang memicu para karyawan datang tepat waktu? Nggak dijelasin.
Hebatnya, walau nggak dijelasin terang-terangan dalam kalimat, orang (baca: para kroco) langsung tahu apa akibatnya. Jadi kedua kalimat contoh tersebut, secara otomatis akan terbaca sebagai:
“Karena saya, Boss yang berkuasa penuh atas nasib kalian, para kroco hina tak berguna, tahu bahwa kalian akan mengikuti apapun perintah saya tanpa bertanya, sekalipun nggak masuk akal maupun kurang jelas manfaatnya, maka saya buat ketentuan ini agar kalian mengikuti ketentuan.“
“Karena saya tahu bahwa kalian hanya akan datang tepat waktu kalau saya ancam, maka dengan ini saya nyatakan bahwa saya akan datang lebih pagi dari kalian, bahkan kalau perlu nggak pulang sejak hari sebelumnya, agar kalian datang tepat waktu.”
Siapa bilang bahasa Indonesia itu boros kata? Bahkan dalam sebuah kata bisa terkandung makna sebanyak itu.
Dan satu lagi: ‘agar’ adalah kata yang berubah makna bila dilafalkan dalam logat Betawi.
‘Sambal’ dilafalkan ‘sambel’; yang terbayang tetap cocolan pedas.
‘Pagar’ dilafalkan ‘pager’; yang terbayang tetap jajaran kayu dan besi yang mengitari pekarangan.
Tapi kalo ‘agar’ dilafalkan ‘ager’, tiba-tiba aja jadi begini:

Tinggalkan Balasan ke clashinta Batalkan balasan