Ringkasan:
Alkisah Zeus (Liam Neeson: Taken, Batman Begins, Star Wars episode I), sang raja para dewa sedang resah karena manusia semakin kurang ajar dan mulai ogah-ogahan beribadah kepada dewa. Padahal, kekuatan mereka berasal dari ibadah manusia. Semakin sedikit manusia yang beribadah, semakin lemah para dewa (konsep yang aneh, tapi buat yang pernah main PC game “Black & White” pasti langsung teringat pada game tersebut).
Karena putus asa, akhirnya Zeus menerima tawaran Hades (Ralph Fiennes: Maid in Manhattan, serial Harry Potter) sang penguasa kegelapan untuk meneror manusia. Tujuannya agar manusia jadi rajin beribadah lagi karena ingin minta perlindungan para dewa. Bukan cuma itu, Hades juga mengultimatum bangsa Argos, bangsa yang paling ‘vokal’ menggugat kekuasaan para dewa, untuk mengorbankan putri mahkota Andromeda dalam tempo 10 hari kalau tidak ingin negerinya diacak-acak oleh mahluk seram bernama Kraken.
Sementara itu, di kerajaan Argos terdampar seorang nelayan bernama Perseus (Sam Worthington: Terminator Salvation, Avatar) yang tidak tahu asal-usulnya yang sebenarnya. Ternyata dia adalah manusia setengah dewa, buah ‘skandal’ Zeus dengan seorang ratu. Begitu identitas masa lalunya terbongkar, maka Perseus langsung menjadi tumpuan harapan bangsa Argos untuk menyelamatkan mereka dari Kraken.
Komentar gue:
Satu-satunya hal yang menarik gue untuk nonton film ini adalah special effect-nya, karena di luar itu apa lagi sih yang bisa diharapkan? Dengan mengangkat mitos Yunani yang jalan ceritanya dari awal sampai akhir udah diketahui banyak orang, gue yakin awak film ini akan memasang taruhan terbesar mereka di bidang hiburan visual.
Syukurlah, ternyata harapan gue cukup terpenuhi. Sejak awal penonton udah dihujani dengan aneka efek visual yang canggih-canggih. Desain kostum (kecuali kostum prajurit Argos yang rada terlalu bulet-bulet kayak roti sobek dan kostum para dewa yang mirip kostum ketoprak campur sari), set, make-up sampai makhluk-makhluk ajaibnya dikerjakan dengan sangat teliti, dengan ‘gong’-nya pada kemunculan si makhluk ganas Kraken yang super gede.
Dari segi akting, ternyata juga nggak jelek-jelek amat kok. Walaupun gue merasa perubahan Perseus yang tadinya hanya nelayan biasa menjadi Perseus yang jagoan penantang dewa rada kurang tergarap dengan mulus, tapi yah… kalo gue jadi Louis Leterrier sang sutradara (Transporter 1 & 2, Incredible Hulk) gue akan bilang “habis mau gimana mas, pakemnya kan emang dari sononya udah gitu”.
Penyusunan adegannya juga cukup menghibur, dalam arti gue merasa disuguhi adegan pukul-pukulan dan uber-uberan seru dalam porsi yang memadai. Jadi secara keseluruhan, film ini cukup menghibur buat para penonton yang lagi butuh tontonan adegan-adegan fantastis.
Apalagi…
…dengan kehadiran tokoh Io, cewek yang dikutuk dewa nggak bisa bertambah tua, yang tanpa penjelasan terlalu jelas menobatkan dirinya sendiri sebagai pengawas Perseus.
Io dimainkan oleh aktris kelahiran Inggris, Gemma Arterton. Walaupun waktu lahir dia menderita kelainan genetis Polidaktili (memiliki 6 jadi di masing-masing tangan) dan daun telinganya cacat, toh akhirnya dia tumbuh sehat dan yang lebih penting lagi: cantik.
Wajahnya sedikit mengingatkan gue pada bintang favorit gue sepanjang masa, sang aktris yang cantik luar-dalam, Audrey Hepburn. Makanya nggak heran kalo dia berhasil mengalahkan 1.500 cewek cantik lainnya dalam persaingan memperebutkan posisi sebagai Bond Girl di film Quantum of Solace. Sayangnya di film itu, entah kenapa penampilannya belum terlalu bikin gue ‘ngeh’ – mungkin karena secara keseluruhan filmnya bikin gue ketiduran, atau tukang make-upnya yang masih dalam taraf belajar, entahlah.
Tapi di film Clash of the Titans ini, ya ampun….
…speechless.
Dia bahkan mampu melakukan hal yang tidak semua orang bisa, yaitu…
…tetap nampak cantik walaupun lagi bengong. Dengan mengabaikan berbagai faktor seperti perbedaan jenis kelamin dan penggunaan tata rias, bandingkan dengan model berikut:
Sangat jauh bedanya, bukan?
Dailymail.co.uk sampai menjuluki neng Gemma sebagai wajah yang dicintai kamera, dan berdasarkan sampel yang mereka berikan, gue 100% setuju.
Film Gemma berikutnya adalah Prince of Persia: The Sands of Time yang akan segera rilis di tahun ini juga, dan dipastikan masuk di daftar teratas film-film yang akan gue review di blog ini.
Tungguin ya!
jadi itu gemma arterton kecantikannya berapa Helen?( http://dbaonkagain.multiply.com/journal/item/216 )
pak agung, sudah tahu situs bicarafilm pak?ayo gabung disana pak. pasti seruw.bisa baca jurnal kami http://dbaonkagain.multiply.com/journal/item/206.ditunggu pak.dung plak dung plak.dung cerrrrrr.
ngomong-ngomong soal buku.penulis jurnal ini adalah satu-satunya orang yang bisa menjelaskan betapa banyak pikiran dalam buku yang pernah saya buat.
yup, setuju dg yang art2 itu. Makanya kadang kita tidak bisa menghakimi sesuatu dari satu sudut pandang saja, tapi pasti ada sesuatu hal yang lain/beda.. Wuih, jadi berasa banget ilmu itu luaaaaaas sekali, dan manusia ga bisa sok nyombong paling pinter sejagad.
Wuiiihhh…. makin panas nih….
dari pada njengkang, mending ngangkang 🙂
hehe…sebetulnya yang ingin saya sampaikan sebagai pesan moralnya begini :kita hidup dengan pengetahuan yang begitu kompleks di sekitar kita. agama, sejarah, sampai science seperti ilmu alam dan matematik.seni adalah produk manusia untuk mengapresiasi kehidupan pengetahuan yang begitu kompleks.sumber-sumber literatur sejarah yang dibuat dulu dan melahirkan banyak kajian ilmiah di masa kini, kebanyakan sebetulnya berbentuk karya seni.orang jaman dulu nggak ada yang bikin “text book” untuk materi kuliah dan dikomersilkan. mereka membuatnya dalam sebuah “karya seni”. buku itu sendiri, pada dasarnya adalah sebuah bentuk produk seni.akibatnya mengapresiasi sebuah karya seni, film, musik, novel, dsb, sebetulnya bisa sangat mengasyikkan -dan pembahsannya sangat dalem- disamping mengapresiasinya sebagai sebuah bentuk hiburan.kan seru, ketika kita bisa memahami karya-karya seni (kontemporer sekalipun) dalam sudut pandang yang berbeda.waktu agnes monica njerit “cinta ini kadang-kadang tak ada logika”kita bisa memahaminya, agnes sebetulnya mengatakan satu kebenaran dalam perspektif yang “berbeda’ dengan apa yang disampaikan syairnya secara keseluruhan.di titik itu, kita menemukan kebenaran ketika orang bilang : life is art itself. hidup adalah seni itu sendiri.o,ya soal seks sekaligus menjawab amoebasterix :saya masih mikir-mikir untuk ngejurnalin soal seks.seks itu material yang beneran “oh yes..oh no..”enak untuk dikaji (yes) tapi kalau kita masuk ke dalamnya kita akan menemukan seks itu bener-bener amit-amit (no). Bukan karena aspek moral (tabu), tapi karena materialnya punya begitu banyak informasi yang kompleks dan panjang. literaturnya menurut saya sama amit-amit rumitnya dengan fisika kuantum. karena seks bukan cuma bermain dalam soal perilaku, tapi juga moral. mengamati perkembangan seks dalam dua dimensi itu menggambarkan bagaimana perkembangan peradaban manusia itu sendiri.dan itu artinya kita bicara kurun waktu 7 ribu tahun.bikin njengkang kan? 😀
Hahaha, njelimet abis.. Kayaknya kalo otaknya dibedah trus bisa diejawantahkan dalam buku, berapa banyak bukunya. *jadi inget seseorang yang berotak senjelimet itu*Inti yang tak tangkep adalah beda persepsi dan sudut pandang antara mas denny dan mas agung..
ah! menarik sekali….lanjutkan soal seks nya.. mumpung yang punya rumah gak keberatan 🙂
kasian pembandingnya euy hehehe…
Beda tentu aja la ya.Aneh? Nah itu subyektifitas masing-masing berperan sangat besar untuk menentukannya.Apa iPad itu beda? Ya.Aneh? Sebagian orang awam yang akrabnya sama cangkul bisa mengatakan begitu. Sebagian lain yang punya pengetahuan cukup tentang teknologi & komputerisasi bisa berpendapat nggak aneh alias wajar-wajar aja. Kenapa? Karena betatapun inovatifnya iPad, ia bermain dalam konsep dasar yang sama yang sudah diketahui orang : konsep komputer, konsep telekomunikasi, konsep internet.Kalau orang sekarang tiba-tiba menciptakan henpun genggam yang bisa berfungsi canggih terbuat dari selembar daun, itu secara umum siapapun orang pasti akan bilang : aneh.Dalam soal “Tuhan melemah ketika manusia berdosa” kan terlihat ada konsep yang sama antara myth di film ini dan ajaran agama (semit) sekarang ini.Perbedaan itu juga bisa dijelaskan secara natural. Sebetulnya udah gue tulis juga sih sekilas. Nggak ditangkep sih.Myth ini berbasis kepercayaan yang meyakini banyak Tuhan (polytheis).Agama Semit meyakini Tuhan yang satu-Tuhan (monoteistik).Lalu apa akibatnya? Dalam kepercayaan banyak-Tuhan, Tuhannya itu nggak punya kekuasaan absolute. Akibatnya ada pembagian kekuasaan antara Tuhan yang satu dengan Tuhan yang lain. Ada Tuhan yang ngurusin administrasi, ada Tuhan urusan wanita, ada Tuhan urusan pertanian, ada Tuhan urusan perang, dan laen-laen.Dan sebagai konsekuensi logisnya, Tuhan satu bisa berantem sama Tuhan lain. In short, mereka bisa saling melemahkan satu sama lain. Saling menegasi kekuasaan masing-masing.Fenomena ini adalah satu contoh bagaimana konsep berpikir berbasis matematis (dan fisika) nempel dengan logika sosial dan filsafat.Hukum dasarnya : Ketika kita memecah satu bagian jadi beberapa bagian, maka konsekuensi logisnya pemecahan itu akan membuat si benda jadi berkenalan dengan kondisi yang kita sebut “lemah”Secara matematis (ilmu hitung) setiap bagian bisa diukur mana lebih besar, mana lebih kecil. Pembandingan seperti ini selalu berpotensi menjadi “mengadu” satu sama lain, karena membandingkan pada hakikatnya memang “mengadu”.Kalau satu batu dipecah, jadi dua misalnya A & B. Selain pembandingan secara matematis, pembandingannya bisa secara fisika. Dua batu itu ditumbukkan (dibenturkan) dilihat mana yang lebih kuat. Yang massa-nya lebih besar? Atau diadu dilempar ke udara. Mana yang lebih dulu jatuh? Mana yang lebih cepat?Kalau batu itu tidak dipecah, kita tidak akan bisa mengatakan “batu A lebih besar, lebih kuat & lebih cepat, dibanding batu B” atau sebaliknya “batu B lebih kecil, lebih lemah & lebih lambat dibanding batu A”Kalau tidak dipecah, tidak ada proses pembandingan terhadap si batu. Tanpa dipecah, tidak ada kelemahan.Jadi ngerti kenapa unity (persatuan) itu selalu digadang-gadang? Alasannya bukan karena logika sosial, tapi logika matematis dan fisika.Jadi paham kenapa lahir konsep “menyatukan cinta”? Karena basis berpikir matematis menyatakan kesatuan sebagai anti thesis untuk “kelemahan”Konsep yang sering dipahami secara salah kaprah, sehingga ketika orang “bersatu” dalam biduk rumah tangga, diyakini untuk “mempersatukan” segala macam kondisi internal masing-masing pihak. Akibatnya, orang sering gagal dalam berumah tangga, karena “keukeuh” dengan konsep mempersatukan yang salah kaprah.Ketika memahami basis pikir matematis dan fisika, orang akan berpikir berbeda. Tidak mungkin mempersatukan “cinta” atau “dua orang” karena memang berbeda. Sehingga lahir konsep unity yang baru : living in harmony.Tidak perlu mempersatukan dalam pengertian yang salah kaprah : istri harus selalu ikut suami, sepaham dengan suami dsb. Tapi justru perbedaan itu dimaksimalkan untuk mencapai harmoni antara keduanya. Rumah tangga tidak harus dijalankan dengan “seperti yang aku mau”, tapi kita sebagai bagian pecahan dan pasangan sebagai bagian pecahan lain harus mencoba untuk merasa nyaman dengan “apa yang dia mau”. Living in harmony adalah konsep sosial berbasis matematik.Ha-ha. That’s new untuk kebanyakan orang bukan?Oke, sekarang kita balik ke soal : beda dan aneh.Jelas, dalam konsep Tuhan yang polytheistik, “kelemahan” itu menjadi “ada”.Sebaliknya, dalam Tuhan yang monotheistik, “kelemahan” itu menjadi “tiada”.Ketika Tuhan hanya ada satu, ia akan absolute. Menguasai segala-galanya. Ia HARUS dan NISCAYA tidak mempunyai kelemahan. karena logika matematik, fisika, dan filsafatnya akan bilang begitu.Mungkin konsep filsafat ini agak sulit dimenegrti, karena orang bisa mikir : Halah… manusia, satu, tapi kok lemah. Sama virus pilek aja juntai.Memang lemahnya bukan dalam soal seperti itu.Lemahnya dalam konteks : satu (kesatuan) dan dipecah.Coba dibaca lagi uraian di atas soal batu dan pecahan supaya bisa dapet pemahaman yang dimaksud.Nah, karena Tuhan banyak itu otomatis jadi punya kelemahan, maka penggambaran myth-pun akan bermain dalam konsep pikir ini. Akibatnya lalu kalau muncul versi myth : Dewa lemah karena manusia tidak beribadat itu hanya konsekuensi logis dari “adanya kelemahan” akibat keadaan Tuhan yang banyak.Yang harus diingat, Monotheistik lahir setelah Polytheis.Jadi jangan heran kalau konsep dalam monotheistik, sebagian juga mengambil konsep pikir dalam Polytheistik.Tapi kan jadi nggak mungkin dong, Tuhan dalam konsep monotheistik dijadikan punyankelemahan? Itu akan bertentangan dengan prinsip dasar Tuhan monoteistik yang absolute, maha kuasa, dll. bertentangan dengan logika filsafat, matematis dan fisika.Lalu bagaimana? Makanya lahirlah konsep : “If sin rules in me, God’s life in me will be killed”Dalam konsep itu, Tuhan yang absolute tetep “jadi lemah” hanya lemahnya bukan dalam keabsolutannya, melainkan dalam diri manusia.Dan lahirlah kalimat-kalimat rasionalisasi untuk mengungkapkan keyakinan itu : Kalau manusia banyak dosa dikatakan kehilangan cahaya Tuhan dalam dirinya, kehilangan sifat-sifat Tuhan dalam dirinya, dsb.So, kesimpulannya memang beda… karena sebab yang bisa dijelaskan yaitu hakikat polytheistik yang berkonsekuensi logis pada kelemahan sang Tuhan yang banyak, dan hakikat monotheistik yang berkeonsekuensi logis pada ketiadaan kelamahan Tuhan.Tapi tetap nggak aneh, karena sejatinya, mereka bermain dalam basis konsep pikir yang sama : matematis, filsafat, dan fisika.Btw, nyesel gak kalau udah ngacapruk kayak gini?Haha…Masih ada soal seks pertanyaan beautterfly & salimeh lho.
jangan nyesel ya.bentar gue negelmpengin badan dulu. habis kecilakaan motor kemarin, setelah semalaman baru kerasa kaku dan sakitnya. haha.
ya, mari kita doakan bersama semoga dia mau kerudungan terus ya…
yah, sejenis apresiasi gitu deh…
lho… ini dikasih 3,5 bintang kok…
gpp, walaupun pake kain pel tetap cantik kok :-p
mas agung. Oh iya.. Bener bener bener. *manggut2*mas denny. *mendukung mas denny bikin jurnal sendiri tentang ini*
Kok Sigit sih pembandingnya, Gung… wkwkwk…Btw, tfs.
di novel da vinci code juga disinggung soal ini kan, antara lain dengan penggambaran salah satu pengikut paganisme yang berhubungan seksual di tengah tontonan para pengikut lainnya dalam sebuah ritual keagamaan mereka.
oooo nggak papaaaa… silakaaan….
menurut gue sih tetep beda dan ‘aneh’, karena kalo di agama semit posisi Tuhan adalah penguasa absolut yang pada dasarnya tidak membutuhkan ibadah manusia. Jadi Tuhan memerintahkan manusia untuk beribadah agar diri manusia sendiri selamat, hidup sejahtera, masuk surga, dst dst. Apabila seluruh manusia di dunia rame-rame murtad dan menolak mengakui kekuasaan Tuhan, ya mereka rugi sendiri karena akan dapat hukuman, azab, dsb. Sedangkan kekuasaan Tuhan sendiri tidak tergoyahkan, tetap mampu mengendalikan alam semesta, mampu memusnahkan dan menciptakan manusia-manusia baru. sedangkan yang digambarkan di film ini, para dewa ‘butuh’ keimanan dari manusia, karena keimanan manusia adalah sumber kekuatan mereka. Artinya para dewa berkepentingan (demi keselamatan dan kelangsungan kekuasaan mereka sendiri) agar para manusia tetap beriman dan beribadah kepada mereka. Andaikan seluruh manusia di dunia murtad, mereka kehilangan kontrol dan kekuasaan atas manusia. Beda kan? Ya kan?
Ceritain donk di jurnal bang denny….. Jadi penasaran…. Wakakakaka….
@beautterfly & salimeh : pertanyaan menarik. sebenarnya pengen mendongeng lagi. cuma gak enak yang punya jurnal udah mrengut terus liat reviewnya jadi ancur lebur ngomongin gak karu-karuan.
Oh iya, hehehe
Lah itu… mereka mengambil contohnya dari kelakuan dewa-dewi…
*manggut2*Lha teyus, ada hubungannya sama penghambaan pada dewa dewi
OOT nya lebih menarik dari film nya! hahaha
makna cinta pada masyarakat awal memang tidak diletakan dalam pandangan bias gender.pria mencintai pria, itu cintanya dianggap sama dg pria mencintai wanita.jejak konsep itu masih hidup sampai sekarangmakanya jangan heran kalau ada pria membandingkan wajah cantik seorang wanita dg wajah seorang pria.~mumpung yg punya jurnal ga nongol2~
Omg.. Begonoh critanyoo
waw! banyak yang saya baru tau nih….
Waduh… g kira salah kasting (garuk-garuk kepala)… But.. menurut g mereka tetep gak keliatan kedewaannya soalnya cuma efek cahaya ke baju biar keliatan criiinnnggg…
o iya.seks sebagai sesuatu yang tabu kan baru menyebar konsepnya setelah agama semit. sebelumnya seks dianggap sebagai pencapaian kenikmatan sehingga tidak ada batasan “tabu” “melanggar” dll. dalam masyarakat awal seperti itu, perilaku seks homo, lesbi, pedophilia, umum dilakukan. sex dengan anak-anak dianggap lebih suci malah.di masyarakat hindu purba juga begitu kan. makanya di jawa timur masih bisa dilihat sisa-sisa konsep itu dalam kehidupan warok-gemblak. warok itu jagoan, tapi malah “main”-nya sama anak-anak lelaki (gemblak). ini juga konon karena paham kesucian (sex dg. anak lebih suci) berkaitan dengan ilmu kanuragan yang umum dipelajari warok.pernah nonton 300 nya frank miller kan?salah satu point penting yang sering tidak diketahui pemirsa film ini (terutama yang terkagum-kagum dengan six pack dan heroism Leonidas dan anak buahnya), tentara sparta itu homo.mereka memang kawin, tapi praktek homo di antyaa sesama tentara justru menjadi salah satu strategi perang mereka. tentara senior dituntut untuk jadi mentor tentara junior, supaya mereka punya rasa saling melindungi yang kuat (antara senior – junior), maka mereka dianjurkan berpasangan –> dan berpasangannya itu termasuk berpasangan sampe ke adegan ranjang.masih kagum dengan leonidas dkk?
Itu beneran mas denny? Lesbian begitu?
Dewa-dewi Yunani dalam mitologinya memang sering digambarkan homoseks, lesbian, atau biseks.Apollo itu selain homo (gay) juga Pedophilia. Sejauh ini ada dua korbannya yang tercatat, Hyacinth dan Hymenaeus
Yahhh… 3D nya juga gak bagus ???!!! Padahal masih berharap kl bagus mo nonton ulang….Itu film aktingnya gak ada yang bagus… Sam Worthington kesannya gak menjiwai yah.. gak gagah…Dewa-dewinya gak keliatan keagungannya… pas Apollo disorot (dengan dialognya yang sedikit) jadi keliatan gay ya????
biar bete yang punya jurnal.
wihhh jadi serius gini komen review filmnya 🙂
Bukan konsep yang terlalu aneh sih.Agama semit (termasuk islam) punya konsep yang sama tentang dosa, manusia dan eksistensi Tuhan.Dalam peribahasa sunda dikatakan ;”If sin rules in me, God’s life in me will be killed”Tuhan jadi “lemah” karena manusia banyak berbuat dosa. Dalam konsep Tuhan yang abstrak, lemahnya tentu saja dimaknai melemahnya eksistensi / citra Tuhan di dalam diri manusia. Jadi jiwanya dikuasai syaiton. Hii..hiii.hhiii.hiiii. *ketawanya ga penting*Kalau dalam kepercayaan yang konsep Tuhannya nggak abstrak, bersosok seperti dewa-dewa, ya melemahnya digambarkan fisikeli.Konsep Yesus dan penebusan manusia (yang berdosa), juga berada dalam konteks konsep “If sin rules in me, God’s life in me will be killed” yang kurang lebih sama.Begitupula mengenai Tuhan (Dewa) yang meneror manusia supaya kembali jadi setia menyembah Dia, itu konsep pemikiran yang sama yang bisa kita temukan dalam agama-agama semit.Btw, itu membuktikan satu hal : Tuhan memang atheis.
wakaka mas sigit dijadikan pembanding
gemma paling cantik kalo dikerudungin, apalagi kalo dibenering biar auratnya ketutup pasti tambah cantik kayak bunda rafi 😀
Tapi Marie Phillips sukses dengan buku Gods Behaving Badly-nya loh, mas. Dan jujur aja, aku suka aja didongengin model begitu.
Perhatiin pilinan kain yang mirip pel disampirin di pundaknya Gemma enggak, mas?
Ihhh, cuma dikasih 1.Padahal waktu keluar dari gedung bioskop kemaren, aku sempet komentar, “Keren laah!”. *dibanding kemaren dulu yang sebel ngeliat Green Zone yang garing abeeez.
mas agung….. ini ungkapan kekagumanmu kpd cewek cakep yg bernama gemma ?Dia bahkan mampu melakukan hal yang tidak semua orang bisa, yaitu……tetap nampak cantik walaupun lagi bengong.
Kalaw bukan karena ndampingi bocah yang penasaran liat adegan aksi lwt kacamata 3D, plus demi mengisi liburan mrk, ogah banget nonton pilem inih. 3D-nya betul2 basi…
hahahahhaa….kacian sigit bengong dikompare sama neng Gemma :))))
haduh jadi ga tertarik nonton d gue.
ya olooooh pembandingyaaaaaaaaaa
sori, sbg orang yunani gw harus meluruskan…even orang yunani ngga akan tau cerita pilem ini, karena kesamaan sama legendanya cuma nama, karakterisasi, dan sedikit plot yang mirip.ibarat nonton film mafia yang tokohnya pake nama yudistira, bima, harjuna, nakula
eh… kalo gitu gue tunggu aja di HBO… hahahahaha…Gue kesel sama Terminator Salvation krn hype nya begitu besar, plus cerita dan rekaman suara Christian Bale ngamuk2 di set nya. Tapi jadi nya begitu aja… Not even cheesy bad. Just bad.
hehehe… perspektifnya emang bener2 beda kalo gitu, krn Terminator Salvation gue kasih bintang 5 dan gue anggap film terminator terbaik setelah terminator 2 🙂
untuk cerita memang gue nggak berharap banyak jadi yah terhibur2 aja dg film ini. Versi 3D-nya kurang nendang ya?
Thanks for the review, mas Agung….Perspektif nya beda, karena banyak yg bilang film ini jelek. Mau nonton tapi takut akan sejelek Terminator yg ada Sam Worthington nya.Cewe nya cantik ya? Tapi agak “tebal” ya badannya?
hancur sehancur2nya cerita film ini…special effectnya tak bisa menggugah hati gw sedikitpun….yg ada kesal gegara nntnnya 3D tapi gambarnya tetap datar…nyebelin