How To Train Your Dragon

Alkisah ada sebuah perkampungan suku Viking yang sering banget disatroni naga. Saking seringnya, penduduk perkampungan itu jadi pada ahli melawan naga, dan profesi pembasmi naga jadi profesi yang bergengsi di sana.

Di tengah lingkungan seperti itu, hiduplah seorang anak muda bernama Hiccup. Berlawanan dengan para penduduk kampungnya yang rata-rata bertubuh kekar dan bertingkah gahar, Hiccup berbadan kerempeng dan serba nggak becus. Kalau dia ikut-ikutan aksi pembasmian naga, biasanya berbuntut pada bencana yang bikin susah semua orang. Padahal, Hiccup adalah putra Stoick, sang kepala suku yang kondang sebagai jagoan pembasmi naga. Di mata Stoick, Hiccup adalah anak nggak berguna yang mencoreng reputasi orangtua.

Di tengah situasi sulit karena dikucilkan orang sekampung, Hiccup dipertemukan dengan seekor naga bernama Toothless. Dia ini bukan naga sembarang naga, tapi naga jenis Night Fury yang selama ini masih menjadi misteri bagi orang-orang di kampungnya. Secara nggak sengaja, Hiccup belajar teknik menjinakkan naga dan akhirnya bersahabat dengan Toothless.

Buat yang sepanjang film bertanya-tanya seperti gue, karakter Toothless itu mengingatkan pada tokoh kartun apa, maka ini petunjuk buat kalian: Chris Sanders dan Dean DeBlois, sutradara film ini, ternyata juga menyutradarai film Lilo & Stitch! Mereka memang mengakui telah memasukkan beberapa elemen karakter Stitch ke dalam karakter Toothless.

Hal pertama yang langsung menarik perhatian gue memang desain karakternya yang dibuat sedemikian rupa sehingga mirip film stop – motion yang menggunakan boneka. Tokoh-tokohnya didesain sangat karikatural, misalnya tokoh Stoick yang super gede sehingga nyaris 3 kali lipat ukuran tubuh tokoh Hiccup, atau desain tokoh-tokoh naga yang lebih keliatan bloon ketimbang serem, menghibur mata penonton dengan tampilan yang menarik. Favorit gue adalah jenis naga dengan bentuk mirip gargoyle tapi kepakan sayapnya mirip kepakan sayap nyamuk… nampak bloon banget deh.

Tapi kalo diperhatikan lebih detil, terlihat betapa telitinya para desainer film ini mengemas karakter-karakternya. Toothless si naga, misalnya. Selintas nampak serem dan misterius dengan warnanya yang serba hitam, tapi dia juga punya mata yang sangat hidup dan bersahabat. Makanya gue setuju saat Hiccup menceritakan awal perkenalannya dengan Toothless sebagai , “dia nampak sama ketakutannya seperti gue”.

Walaupun berakhir manis, bukan berarti film ini nggak menyisakan kejutan buat penonton. Satu hal yang berkesan buat gue adalah, pesan yang diam-diam disampaikannya bahwa seringkali konflik terjadi hanya karena kedua belah pihak nggak mengeluarkan upaya yang cukup untuk saling mengerti.

28 comments


  1. Suka banget deh sama film ini. Apalagi kalo nontonnya yang 3D. Visual efeknya dah terasa dari awal (pas logo DreamWorks muncul. G sampe nunduk ngeles dari tali pancing yang dilempar)… Udah gitu subtitle buat 3D nih film lebih bagus daripada pas Avatar…


  2. mbot said: sementara si rafi malah dengan suara cemprengnya mencemari suasana bioskop dengan bolak-balik nanya, “naganya mana?” – dan begitu naganya keluar dia jerit2 ketakutan.

    hahahahahahaha……anak lucu begitu, pasti penonton yg lain malah terhibur :)Bram juga tuh kalau nonton di bioskop, yg lainnya udah selesai ketawa, dia baru ketawa …yah, telat menelaahnya :))


  3. dbaonkagain said: konflik terjadi hanya karena kedua belah pihak nggak mengeluarkan upaya yang cukup untuk saling mengerti… adanya pihak ketiga?

    ya kalau kedua belah pihak yang berkonflik punya cukup upaya untuk saling mengerti, mereka akan menyadari bahwa ada pihak ketiga


  4. tiaaja said: boleh share quotenya nggak?btw, film ini juga menyoroti hubungan ayah & anak laki2nya yang kadang sering nggak mesra 🙂

    boleh 🙂 iya, film ini juga menyindir kondisi di mana seringkali kita menginginkan anak-anak kita untuk tumbuh persis seperti kita – kalo enggak, dianggap gagal.


  5. arthepassion said: @mbak santi: emang diadaptasi dari buku mbak, kayaknya Mizan bakal keluarin versi terjemahannya deh tuh..@mas agung: dan desainernya detail banget bikin ekspresi semua tokohnya. Yg plg membekas di aku adalah kebiasaan Hiccup menggigit (nggak sampe digigit sih sebenernya tapi ya itulah menangkupkan) bibirnya sendiri.Sukaaaaa sukaaaa banget!!!

    iya betul, tampilan tokoh-tokohnya sangat mewakili sifat mereka. tokoh cewek temennya Hiccup juga di awal film tampil sok cook dengan sebelah mata tertutup poni, tapi makin ke belakang matanya makin terbuka dua-duanya 🙂


  6. myshant said: kek pernah baca judulnya, aku pikir ini tadi review buku lho ….:)*tandain, bisa ditonton bareng Iyog*

    iya, iyog pasti udah bisa menikmati. sementara si rafi malah dengan suara cemprengnya mencemari suasana bioskop dengan bolak-balik nanya, “naganya mana?” – dan begitu naganya keluar dia jerit2 ketakutan.


  7. mbot said: seringkali konflik terjadi hanya karena kedua belah pihak nggak mengeluarkan upaya yang cukup untuk saling mengerti.

    boleh share quotenya nggak?btw, film ini juga menyoroti hubungan ayah & anak laki2nya yang kadang sering nggak mesra 🙂


  8. @mbak santi: emang diadaptasi dari buku mbak, kayaknya Mizan bakal keluarin versi terjemahannya deh tuh..@mas agung: dan desainernya detail banget bikin ekspresi semua tokohnya. Yg plg membekas di aku adalah kebiasaan Hiccup menggigit (nggak sampe digigit sih sebenernya tapi ya itulah menangkupkan) bibirnya sendiri.Sukaaaaa sukaaaa banget!!!


  9. mbot said: esan yang diam-diam disampaikannya bahwa seringkali konflik terjadi hanya karena kedua belah pihak nggak mengeluarkan upaya yang cukup untuk saling mengerti.

    Pesen Moral buat yang saling “misuh2” hehehe