the spirit

Hoki gue dengan film belakangan ini kayaknya lagi kurang cihuy. Tiga film terakhir yang gue tonton semuanya kacrut. Mulai dari The Day The Earth blabla, Transporter 3, dan terakhir ini nih, the spirit.

[sebenernya sih gue ingin ingin nonton Bolt, tapi selalu ada aja halangan ini itu – mudah2an setelah tahun baru masih main, amin]

Yang bikin gue tertarik nonton film ini adalah karena gue denger dia diangkat dari komik, terus sutradara sekaligus penulis naskahnya si Frank Miller yang seru banget waktu bikin film 300. Udah gitu gue liat-liat trailernya, kayaknya kostum dan settingnya rada mirip the Shadow-nya Alec Baldwin yang serba jadul tapi misterius itu. Jadi walaupun peran film ini hanya sekedar ‘daripada – nggak – nonton – samsek – walaupun – niat – hati – ingin – nonton – Bolt’, ekspektasi gue lumayan tinggi.

Taunya filmnya aneh abis. Ceritanya tentang Danny Colt, seorang polisi yang setelah ketembak bisa bangkit dari kubur dan berubah jadi pahlawan super bernama The Spirit. Kostumnya cuma jaket panjang, topi, dan topeng basa-basi ala Robin. Kekuatan supernya: kalo luka bisa sembuh sendiri. Tapi sembuhnya nggak kaya Wolverine yang dalam hitungan menit lukanya nutup sendiri. The Spirit butuh waktu yah kira-kira setengah hari deh, yang mana bikin kesaktiannya sebagai superhero kurang meyakinkan. Dan oh iya, saat lagi beraksi sebagai The Spirit, kostum tambahannya adalah… catat… EYELINER.

The Spirit punya musuh bernama The Octopus, yang karena satu dan lain hal punya kekuatan yang sama (kacrutnya) dengan The Spirit yaitu cepet sembuh. Kostum The Octopus ganti-ganti tergantung moodnya. Kadang ujug2 pake kostum jepang, kadang pake kostum hitler, kadang pake topi lebar kayak mau piknik ke bonbin. Setelah film berjalan beberapa saat, gue mulai menarik kesimpulan bahwa persaingan antara The Spirit vs The Octopus adalah persaingan untuk tampil lebih GAY. Eyeliner vs topi lebar.

Plotnya basi banget, yaitu The Octopus berusaha merebut vas kuno yang berisi darah Heracles alias Hercules, manusia setengah dewa, yang kalo diminum bisa bikin orang seperti The Spirit dan The Octopus jadi kuat tak terkalahkan. Gimana akhirnya? Ya tau sendirilah.

Yang gue baca dari wikipedia, komik The Spirit memang punya berbagai jenis cerita. Kadang dibawakan sebagai komik misteri pembunuhan, kadang komedi, kadang roman. Nah, kayaknya Frank Miller rada bingung meramu semua unsur itu ke dalam filmnya.

Adegan yang maksudnya komedi, seperti kemunculan para mahluk kloning yang bloon, ternyata kurang lucu. Adegan percintaan antara The Spirit vs para cewek ngetop di film ini bikin gue bingung, apakah dia berusaha romantis atau berusaha melucu. Soalnya masa The Spirit bermesraan sama cewek, udah buka baju, topengnya masih dipake sih? Gue yakin 7 dari 10 cewek waras, selain make Kotex, juga akan ilfill ngeliat tuh topeng robin masih nempel aja di muka waktu lagi mau gituan. Mungkin sebagai perlindungan agar eyeliner nggak luntur kali ye booo… Dan entah gimana, sekalipun digambarkan sebagai sosok playboy yang jago ngebokisin cewek, tetep aja dia nampak sangat – sangat gay. Ada yang salah dengan pemilihan pemerannya, kayaknya.

Sepanjang film praktis penonton cuma disuguhi tampang The Spirit mondar – mandir dengan topengnya yang menjengkelkan itu, berantem cuma dikit selebihnya ngobrol doang, itupun dialognya aneh dan membingungkan, dengan setting yang kayaknya sih mau sok surealis tapi jadinya malah aneh karena dandanan orang dan mobilnya nampak jadul tapi udah ada laptop dan helikopter apache… gue nyaris ketiduran. Sayangnya bangku blitz megaplex terlalu keras untuk dipake tidur. Pas gue keluar gue sampe ngecek lagi posternya, apa iya sih ini film bikinan Frank Miller? Kok sensasinya serasa nonton Koya Pagayo. (btw Koya Pagayo bulan Januari 2009 mau keluarin film baru lhooo… judulnya HANTU JAMU GENDONG – pheewww)

Sisi positif dari film ini adalah: dia sedemikian jeleknya sehingga Transporter 3 terasa rada berkurang kacrutnya sehingga gue nggak lagi merasa terlalu nyesel telah mengeluarkan duit untuk menontonnya.

Selalu ada hikmah di balik setiap kekacrutan.