Sindroma Terang Aja

stop making excusesAlkisah hiduplah seorang pengusaha muda yang sangat sukses. Usianya belum 35, tapi udah punya beberapa perusahaan besar yang semuanya dirintis sendiri dari 0. Bukan cuma di Indonesia, tapi dia juga punya kantor cabang di beberapa negara ASEAN, bahkan merambah sampai ke Australia. Bidang usahanya nggak terbatas pada bidang yang dipelajarinya di bangku kuliah aja, tapi juga beberapa bidang yang sama sekali asing buat dia.

Gimana menurut pendapat kalian? Hebatkah orang itu?
Gimana kalo ceritanya gue tambah dengan satu kalimat:

Dia adalah anak tunggal dari salah satu pengusaha terkaya di Indonesia.

Apakah kalian akan ngomong, “Huh, terang aja, bapaknya kaya sih….” ?
Kalo iya, hati-hati, kalian mulai terjangkit “sindroma-terang-aja” (selanjutnya gue singkat STA biar nggak pegel ngetiknya).

Definisi

Walaupun kedengerannya sepele dan umum diucapkan orang sehari-hari, STA adalah sekumpulan gejala dari penyakit mental yang cukup serius. STA merupakan pertanda penyakit putus asa dan kurang percaya diri, ditandai dengan reaksi-reaksi yang intinya mencari pembenaran / alasan mengapa orang lain bisa lebih sukses.

Ciri-ciri:

Setiap kali mendengar informasi tentang kesuksesan orang lain, maka secara refleks penderita STA akan mencari ‘faktor sukses’ apa yang hanya ada di orang tersebut dan nggak ada di dirinya untuk menjelaskan mengapa dirinya tidak sesukses orang tersebut. Setelah menemukan ‘faktor sukses’ yang dimaksud, penderita STA akan merasa lega / aman sehingga lebih ‘pasrah’ (baca: loyo) menerima keadaan nasibnya.

Contoh:
“Nilainya bagus-bagus lho!”
Terang aja, buku-bukunya lengkap sih.”

“Fotonya keren-keren ya?”
Terang aja, kameranya mahal…”

“Dia nggak pernah telat, lho…”
Terang aja, dia punya mobil sendiri…”

Dampak negatif STA

Saat (merasa) menemukan faktor pembeda yang dimiliki orang sukses dengan dirinya, maka penderita STA berkeyakinan bahwa dirinya memang ditakdirkan untuk tidak mencapai prestasi yang sama, sehingga kehilangan motivasi untuk maju dan memperbaiki nasib.

Self-Therapy

Penderita STA hanya dapat disembuhkan oleh dirinya sendiri, dengan mengajukan 2 pertanyaan sederhana:

  1. Benarkah semua orang yang memiliki ‘faktor sukses’ udah pasti akan meraih sukses yang sama?
  2. Benarkah semua orang yang nggak memiliki ‘faktor sukses’ udah pasti akan gagal meraih sukses yang sama?

Contoh:
“Nilainya bagus-bagus lho!”
“Terang aja, buku-bukunya lengkap sih.”
Apa bener semua orang yang bukunya lengkap pasti berhasil dapet nilai bagus?
Apa bener semua orang yang bukunya nggak lengkap pasti gagal dapet nilai bagus?

“Fotonya keren-keren ya?”
“Terang aja, kameranya mahal…”
Apa bener semua orang yang kameranya mahal pasti bisa motret dengan bagus?
Apa bener semua orang yang nggak pake kamera mahal pasti gagal motret dengan bagus?

“Dia nggak pernah telat, lho…”
“Terang aja, dia punya mobil sendiri…”
Apa bener semua orang yang punya mobil pasti tepat waktu?
Apa bener semua orang yang nggak punya mobil pasti ngaret?

Poinnya adalah: nggak ada benda ajaib yang namanya ‘faktor sukses’. Sukses selalu datang sebagai gabungan dari berbagai faktor, bukan cuma satu. Artinya, kalo kita punya kekurangan di satu faktor, pasti ada sederet faktor lain yang bisa kita maksimalkan untuk mengkompensasinya.

Kalo kita men-“terang-aja”-kan sebuah faktor, maka kita menihilkan arti faktor-faktor lainnya.

  • Ya, memang bener bapaknya kaya, tapi tanpa kerja keras dan disiplin dia nggak akan mungkin sesukses itu.

 

  • Ya, memang bener bukunya lengkap, tapi kalo nggak dipake belajar dia akan sama begonya dengan yang nggak punya buku.
  • Ya, memang kameranya mahal, tapi coba aja suruh anak 2 tahun motret pake kamera yang sama, apa hasilnya akan sebagus itu?
  • Ya, memang bener dia lebih gampang bergerak karena punya mobil, tapi tanpa perhitungan waktu yang tepat dia akan sama telatnya dengan orang yang ngantor naik becak.

 

Buat para penderita STA, segeralah berhenti cari alasan, karena suatu hari nanti kalian akan kehabisan ‘alasan’ dan ‘pembenaran’ sehingga yang tinggal cuma kenyataan bahwa yang membedakan kalian dengan orang sukses hanya karena kalian lebih males – itu aja.

gambar gue pinjem dari sini

54 comments


  1. Wah ini bener banget kadang kita tidak mau mengakui kesuksesan orang lain dan berusaha mencari alasan untuk justifikasi bahwa kesuksesan itu tidak real/worth it/dst .. kalau ibu saya sindromnya lain lagi sidrom “masih untung”, biar di copet dia bakal bilang, masih untung tidak bawa uang banyak, atau kalau jatuh dia bakal bilang, masih untung tidak parah dan masuk rumah sakit, aliran optimistis plus ;p


  2. wah mas agung tulisannya mantep banget..dan emang banyak org yg terkena sindrom ini…dan yang terjebak dalam berbagai alasan pembenaran ‘kemalasan’ mereka dan kemudian menyalahkan ‘takdir’ untuk kegagalan atau keberadaan mereka yg jauh dari sukses…


  3. kangbayu said: Raffi masih percaya yang dia liat di Pusat Primata Schmutzer tadi adalah gue?

    sebenernya sih dia tau bahwa mahluk itu bernama gorila, tapi somehow waktu gorilanya lagi makan dengan nikmat, tiba2 dia teringat… ‘ayuuuu….’memang nggak percuma elu jadi pakar kuliner.


  4. Siap-siap tulisannya beredar di milis… Btw, gung, topik sama pernah dibawakan juga sama pak Mario Teguh sekitar 4 minggu lalu, dan quite funny too.Raffi masih percaya yang dia liat di Pusat Primata Schmutzer tadi adalah gue?


  5. mywriting said: utk sebagian orang, nyari-nyari kesalahan atau kelemahan orang memang lebih gampang daripada melihat kesalahan ato kelemahan diri sendiri

    kalo STA malah kebalikannya, nyari2 kelebihan orang lain sebagai alasan mengapa dirinya nggak semaju mereka 🙂