Chaos di markas kotakkue.com

ida dan keenanSaat pertama kali punya ide jualan kue dulu, Ida bercita-cita punya omzet 10 risol per hari. Sama sekali nggak terlintas di pikirannya akan datang hari seperti hari ini.

Hari ini, Jum’at 29 Agustus 2008, Ida dapet pesenan 3 kue ukuran standar (diameter 20 cm), 1 kue ukuran super (60 x 40 cm), beberapa ratus aneka snack (risol kribo, fruitpie, dll) termasuk beberapa puluh cupcake dengan hiasan fondant.

Kehebohan udah dimulai sejak tadi malem, Kamis 28 Agutus 2008. Dan gue dengan sangat salahnya memutuskan untuk ikut kelas Body Combat dulu sepulang kantor. Sampe rumah dengan dengkul lemes dan mata kangen bantal, eh Ida menyambut dengan, “Suami, tolong jaga anaknya dulu ya. Istri sibuk nih banyak pesenan.”

Tadinya Rafi gue ajak duduk diem nonton TV, tapi mana betah dia lama-lama duduk. Begitu udah mulai bosen, dia berkelana keliling rumah, sambil iseng nyomot-nyomot aneka gadget pembuat kue milik ibunya. Satu faktor yang lebih memperparah keadaan: anak itu baru tidur ‘siang’ jam 4 sore dan baru bangun jam 8 malem – jadi batrenya masih full 100%.

Karena capek harus ngintilin bocah kecil ini melulu, akhirnya sekalian aja gue ajak keliling Tebet Barat Dalam II. Untungnya dia nggak takut gelap, jadi senang-senang aja diajak jalan kaki menyusuri gang-gang gelap di detik-detik menjelang jam 11 malem. Dengan cerianya dia nyebutin berbagai benda yang dia kenal.

“Deya… Deya…!” (bendera)

“Puuus…! Puuuus…!” (kucing)

“Apu…! Apu…atas…!” (lampu, lampu di atas)

“Cocoa… Cocoa… Hawooo…” (kecoa, kecoa, halo…)

Udah abis muterin Tebet Barat Dalam II A- F, anak ini belum capek juga – sementara bapaknya udah. Kemana lagi, ya? Oh iya, anak ini kan senang liat mobil lewat, jadi… Gue jaka aja dia ke SPBU Jl. Supomo. Kurang apa coba, di sana banyak mobil dan ada mini market 24 jam yang jualan eskrim dan hotdog. Jadilah gue nongkrong di sana bareng balita usia 21 bulan, sambil diliatin dengan tatapan penuh pertanyaan oleh para mas-mas penjaga toko. “Jangan-jangan ini penculikan anak,” mungkin demikian pikir mereka.

Gue memutuskan untuk beranjak dari minimarket itu setelah Rafi berhasil melakukan penemuan menarik bahwa keranjang belanjaan bisa ditumpuk-tumpuk sampai tinggi, dan… bisa dinaiki seperti kapal-kapalan.

Apakah setiba di rumah Rafi udah ngantuk? Belum. Dia masih punya segelas eskrim yang dibawa dari minimarket, dan menghabiskan setengah jam lebih duduk di teras untuk menamatkan eskrim itu secara belepotan.

“Inyak,” katanya.

Hari Kamis yang melelahkan itu berakhir pada hari Jum’at dini hari, nyaris jam 1 pagi, dengan Rafi tergeletak ketiduran di lantai bersanding dengan botol susu kosong.

Hari Jum’at pagi gue bangun dengan kejutan baru dari Ida, “Suami, itu Yennie temenmu dateng!”
“Hah? Ngapain?”
“Mau nitip anak!”

Yennie, temen kantor gue biasanya mengandalkan sang mertua untuk menjaga anak selama dia ngantor. Tapi hari ini sang mertua sakit mata, jadi dengan penuh inisiatif dia memilih rumah yang paling deket kantor untuk menitipkan Keenan, anaknya, yang mana adalah rumah gue.

Secara umum sih gue nggak keberatan ya membantu teman, tapi yang jadi masalah adalah, Keenan nampaknya sangat terbiasa digendong-gendong setiap hari. Akibatnya, begitu ditaruh di box bayi…

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

Bayangin, Ida dan ketiga asisten lagi sibuk hilir mudik menyiapkan pesanan kue, diiringi oleh nyanyian mars oleh Keenan. Efek berantainya adalah, Rafi jadi terbangun denger jeritan Keenan. Dia jalan keluar dari kamar, dan setengah syok mendapati box-nya telah dihuni makhluk kecil botak bersuara mengerikan.

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“Mas Rafi, itu lho adiknya lagi sedih, coba dihibur ya… Ajak cilukba gih, disayang ya adiknya…”

Rafi mendekati Keenan, Keenan meronta-ronta, dan -POK- sebuah tinju kecil mendarat di pipi Rafi. Rafi ngeloyor menjauh, terpukul dengan penolakan yang begitu terang-terangan atas kehadirannya.

Jeritan Keenan juga sangat mempengaruhi kelancaran komunikasi antara Ida dengan para asisten.

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“Inah, coba ini fruitpienya ditempatin ya!”

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“Kenapa bu Ida?”

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“Fruitpienya ditempatin!”

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“…kompornya dimatiin?”

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“Fruitpienya! Tempatin!”

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“Apanya diapain?”

“HUAAAAAAAAAAA!!!!!”

“AAAAARGGGGHHHH….!!!”

Sementara itu, karena semua orang sibuk, nggak ada yang memperhatikan Rafi. Tanpa suara dia ngeloyor ke depan, dan saat ditemukan dia lagi… ngelomotin gelas eskrim yang udah semaleman tergeletak di teras.

“Inyak,” katanya.

“Jorok ih Rafi! Itu kan udah kotor! Ayo masuk!”

Rafi ngeloyor masuk rumah, lagi-lagi luput dari perhatian semua orang. Maka diapun memutuskan untuk masuk ke kamar bermainnya, tempat Ida menyimpan….sisa butter cream penghias kue! Pesanan kue yang dibuat Ida semalem berwarna oranye – kuning, maka demikianlah warna Rafi setelah keluar dari kamar. Tangan, muka, rambut, penuh dengan butter cream warna oranye – kuning.

“Ya ampun Rafiiiii….! Itu abis makan apa?”

“Inyak”.

Gue, memilih untuk berangkat lebih awal ke kantor. Jakarta terasa hening sekali ya, pagi ini?

61 comments


  1. mbot said: Rafi mendekati Keenan, Keenan meronta-ronta, dan -POK- sebuah tinju kecil mendarat di pipi Rafi. Rafi ngeloyor menjauh, terpukul dengan penolakan yang begitu terang-terangan atas kehadirannya.

    Pelajaran pertama bahwa terkadang dunia itu kejam (hehe)


  2. wah, coba kalo Om Agung gak ngantor, alias libur dan ngejagain dua bayi itu, diakhir hari pasti: “Aha, mendingan gwe buka daycare aja, asik juga”(setelah terbiasa mendengar jeritan para bayi yang membahana dan saling sahut menyahut).


  3. Mas Mbot ama Mba Ida, salam kenal yaa…saya Inka..Pendatang baru di Multiply, penggemar postingannya Mbot, sekaligus tukang ngiler kl liat2 kue2nya Mba Ida…Pengin cobain risol kribo tapi jauh na di Pekanbaru..Huk2..


  4. he hehehe(mau keras2 ketawanya tar dilempar Risol daah.. Mauuuu… he hehe)sabar banggg..tu belom seberapah.. bayangin ujian yang kaya gituh trus lagi pada puasaha ha ha ha ha==================================================