kajian bahasa: saat yang netral jadi mesum

Sehabis iseng-iseng baca posting gue sendiri yang ini tentang ocehan temen-temen kantor soal ‘keluar’ dan ‘masuk’ yang jadi ngelantur, ditambah pengamatan atas sejumlah fenomena di sekitar gue, maka timbul pertanyaan:

Kenapa ada sejumlah kata yang sebenernya bermakna netral bisa menimbulkan kesan mesum saat digabung dalam sebuah kalimat?

Contohnya sebagai berikut:

“Gila, barangnya udah besar, panjang, lagi…”

Kata “barang“, “besar“, dan “panjang” masing-masing memiliki makna netral, alias nggak mesum. Tapi kalo seseorang mengucapkan kalimat seperti di atas, besar kemungkinan orang-orang di sekitarnya bereaksi sama seperti habis denger omongan mesum. Bahkan bukan nggak mungkin si pembicara mendapat teguran seperti , “Hus! Ngomong apa sih!”

Tadinya gue berasumsi konotasi mesum timbul akibat subyek dalam kalimat di atas bermakna ambigu: “barang” berarti sesuatu yang “anonim” atau “nggak jelas”.

Urutan logikanya adalah:

  • kata “barang” bermakna ambigu
  • kata-kata yang mesum biasanya dihaluskan dalam bentuk yang ambigu
  • kesimpulannya: kata “barang” pasti mesum.

Untuk kata-kata lain seperti “anunya” atau “Itunya“, asumsi ini benar. Tapi ternyata nggak berlaku bila subyek diganti dengan kata-kata lain yang maknanya lebih jelas seperti “burung” atau “rudal“.

Contoh:

“Gila, rudalnya udah besar, panjang, lagi…”
“Gila, burungnya udah besar, panjang, lagi…”

Saat mencari persamaan antara “rudal” dan “burung”, gue berasumsi bahwa kata-kata tersebut menjadi mesum karena bentuk “rudal” dan “burung” cenderung “bulat memanjang” atau lonjong, mirip organ seksual pria. Ini dengan mengabaikan fakta bahwa banyak burung yang anatominya sama sekali nggak bulat atau panjang, seperti misalnya burung puyuh.

Urutan logikanya adalah:

  • “rudal” dan “burung” berbentuk bulat panjang
  • organ seksual pria berbentuk bulat panjang
  • “rudal” dan “burung” pasti mengacu pada organ seksual pria, karenanya menjadi mesum.

Asumsi ini benar bila kita mengambil contoh benda-benda lain yang juga berbentuk bulat panjang, seperti misalnya “torpedo“, “terong“, “pentungan“, “sosis“, atau “pisang“.

Pertanyaannya, kenapa nggak semua benda bulat panjang menimbulkan konotasi mesum? “Kapsul” misalnya. Atau “senter”. Kenapa?

Sampai di sini gue kehabisan asumsi.

Yang jelas, ciri selanjutnya adalah: semakin banyak kata-kata “ambigu” dalam sebuah kalimat, semakin mesum konotasinya.

Contoh:

“Gila, barangnya besar banget!”

terdengar sedikit lebih rendah derajat kemesumannya dibandingkan dengan:

“Gila, barangnya besar dan panjang banget!”

yan masih kalah mesum dibandingkan dengan:

“Gila, barangnya besar, panjang, tahan lama lagi!”

Kalimat itu sebenernya bisa aja merujuk pada benda apapun mulai dari ikat pinggang sampe penggaris, tapi kenapa tiba-tiba muncul konotasi mesum? Ada yang tau kenapa? Atau ada yang paham kenapa soal ginian aja penting banget untuk diposting?

Referensi:
Daftar kata-kata yang sering dituduh menimbulkan konotasi mesum

Kata benda

  • Barang
  • Itu
  • Anu
  • Lobang
  • Batang
  • Pentungan
  • Terong
  • Timun
  • Sosis
  • Pepaya
  • Cucakrowo
  • Biji
  • Melon
  • Semangka
  • Rudal
  • Roket
  • Burung
  • Bemo
  • Torpedo
  • Tonjolan / tongolan
  • Pisang
  • Gunung
  • Boncengan
  • Service / pelayanan

Kata sifat / kata kerja

  • Besar
  • Kecil
  • Panjang
  • Nongol
  • Nonjol
  • Pendek
  • Gondrong
  • Keriput / kisut
  • Lembek
  • Mentok
  • Loyo
  • Lemas
  • Bangun
  • Jilat
  • Sedot
  • Puas
  • Lebat
  • Basah
  • Kendor
  • Kenceng
  • Perkasa
  • Keras
  • Tahan lama
  • Cuma sebentar
  • K.O.
  • Nyampe
  • Enak
  • Sodok
  • Tancep
  • Kuat
  • Kental
  • Encer
  • Tegak
  • Keluar
  • Masuk
  • Muncrat
  • Naik
  • Geli
  • Turun
  • Kenyal
  • Ngemut
  • Goyang / Digoyang
  • Digenjot
  • Enjot-enjotan
  • Sempit
  • Jepit / jepitan
  • Merem – melek
  • Ngisep
  • Ngocok
  • Gandul / menggandul
  • Gituan / digituin

gambar gue pinjem dari sini

36 comments


  1. aryan said: atau gw ke warteg trus si penjual nanya, “makan maas?”. ya iya lah!

    jadi inget cerita lucu..Seorang lelaki (Turis) yang sedang lapar memasuki restoran padang yang memang terkenal komplit makanannya. Sampai di dalam dia disambut oleh pelayan restoran, Pelayan : “Selamat siang Tuan, ada yang bisa dibantu?”Turis : “Ikan ada?”Pelayan : “Ada Tuan!”Turis : “Ayam ada”Pelayan : “Ada Tuan!”Turis : “Kambing ada?”Pelayan : “Ada Tuan!”Turis : “Suruh semuanya keluar dulu, saya mau makan!”Pelayan : ..!!!!????!!!!!


  2. tapi kalo diterjemahin mentah-mentah (literal) kadang juga salah, gung. misalnya gua masuk ke mcdonald’s buat mesen di counter, si mbaknya nanya,”fillet-o-fishnya dimakan disini, mas?””ya nggak lah mbak… saya makan di meja sebelah sana. masa makan disini. nanti yang ngantri mesen di belakang saya gimana?”abis jawab gitu pasti gua dipelototin.


  3. mas agung! kalo menurutku sih masalah culture Indonesia yang represif ya.. hahahaha..saya berasumsi, karena terlalu tabunya seks dibicarakan oleh orang Indonesia, hal ini menjadi masalah laten yang jadinya gimana ya.. ditahan-tahan malah bocor *nah.. konotasinya begimana nih?*maksud aku, ada hambatan pada rata-rata orang Indonesia dalam hal yang mirip2 karena sudah jadi budaya untuk tidak membicarakan hal tersebut.. terkait moral, norma, dll..karena sebagian besr kaya gitu, jadinya manusia Indonesia terbiasa dengan hambatan yang seperti itu.. so, kalau ada yang mikirnya melenceng dikit, mereka langsung mengerti *karena persamaan yang aneh sedemikian rupa sehingga membuat ada kedekatan dan persamaan konsep yang juga aneh (seperti kata ‘cupi’ yang iseng-iseng aku populerkan kemaren)*bisa juga diliat dari penyakit latah.. denger2 dari dosenku.. orang yang latah itu banyakan di Indonesia.. karena hal yang sama, hambatan dalam segi seksual ceunah mah..ceuk si aa’ Freudsesuatu yang ditahan2 itu kan ga baik..


  4. kangbayu said: dah di-test ke cross-gender? sapa tau pria doang yang ngeres

    udah. coba aja ngomong kaya gitu di depan sekumpulan orang multi gender, malah kadang para perempuan duluan yang nampak teragitasi.