Bone

Yang pertama kali memperkenalkan gue dengan serial Bone adalah Steven, temen kantor gue yang penggila komik stadium sedang. Dia rupanya denger-denger selentingan tentang prestasi komik Bone yang memenangkan sejumlah penghargaan, sehingga jadi penasaran ingin baca. Sampe pada suatu hari dia berhasil nemu yang edisi terjemahan bahasa Indonesia, dan dengan baik hatinya minjemin ke gue. Akibatnya, sekarang gue yang ketularan virus Bone.

Tiga sepupu Bone, dari kiri ke kanan: Simley, Fone, dan Phoney

Komik Bone ini bercerita tentang petualangan 3 makhluk Bone bernama Fone Bone, Smiley Bone, dan Phoney Bone yang nyasar setelah terusir dari kampungnya, Boneville. Nggak ada penjelasan sebenernya mereka ini apa, yang jelas sih bukan manusia. bahkan beberapa tokoh lain dalam cerita ini juga nampak bingung dengan keberadaan kaum Bone. Ada yang nyangka mereka boneka, atau binatang. Settingnya juga nggak jelas di tahun berapa, atau di planet mana. Yang jelas ada kaum Bone, tapi ada manusia juga. Trus ada naga. Trus ada serangga sebesar meja. Ada singa gunung raksasa yang lebih besar dari rumah. Ada lebah sebesar kambing. Kalo dibilang settingnya di abad pertengahan, faktanya Fone Bone gemar banget baca novel ‘Moby Dick’ yang baru ditulis tahun 1851. Tapi kalo dibilang settingnya tahun 1800-an, di salah satu adegan digambarkan bahwa kaum Bone udah terbiasa menggunakan kulkas! Pokoknya settingnya sesuka hati pengarangnya aja, campur aduk nggak karuan, tapi toh asik-asik aja dibaca.

Dari segi plot cerita, sebenernya nggak ada yang baru dari petualangan Bone ini. Tipikal cerita kepahlawanan seperti Star Wars, Lord of the Rings, atau Harry Potter: tokoh-tokoh biasa yang terlibat dalam sebuah peristiwa luar biasa dan belakangan ketahuan bahwa punya latar belakang yang luar biasa juga. Karakter-karakternya juga terbilang universal dan muncul di berbagai cerita lain. Fone Bone sebagai tokoh utama yang berani, baik hati, gemar menolong mirip seperti tokoh-tokoh ‘netral’ seperti Tintin atau Mickey Mouse. Phoney Bone yang pemarah, banyak akal tapi sedikit manipulatif, egois tapi sebenernya peduli pada teman, mirip karakter Donald Duck. Smiley Bone yang sedikit lemot, selalu ceria, dan nurut kalo disuruh apa aja, mirip karakter Goofy.

Yang istimewa dari cerita ini adalah gaya bertuturnya yang nggak membosankan. Dengan tarikan garis yang bisa dibilang ‘minimalis’ (3 karakter Bone bahkan nggak punya kuping dan nggak berpakaian lengkap), Jeff Smith yang menulis cerita sekaligus menggambar bkomik ini mampu memainkan emosi pembaca. Dia memanfaatkan panel-panel komiknya dengan sangat efisien untuk memainkan tempo membaca. Jangan heran kalo saat membaca komik ini kita merasa seperti nonton film yang berubah-ubah temponya: kadang cepet, kadang lambat.

Jeff Smith juga jeli mengatur tampilan panelnya sehingga imajinasi pembaca bisa berkembang membayangkan kejadian di antara panel satu dengan panel sebelahnya. Contohnya adegan berikut ini, yang menggambarkan 2 ekor monster tikus – musuh para Bone. Mereka ini seharusnya tampil sebagai monster buas yang mengerikan, tapi ternyata salah satu di antaranya gemar makan quiche (sejenis pastry). Kondisi ini memalukan bagi monster tikus lainnya karena seharusnya mereka memakan mangsa mentah-mentah, bukan dimasak secara ‘imut’ jadi quiche. Perhatikan 2 panel terbawah, yang bikin pembaca geli adalah imajinasi kejadian antara panel yang kiri dan yang kanan:

Sebagai ‘pemanis’, Jeff Smith nggak lupa menambahkan tokoh cewek bernama Thorn yang saat beraksi entah kenapa selalu berakhir dengan pakaian yang robek-robek dan / atau tersingkap di sana-sini:

Tapi nggak usah ‘berharap’ terlalu banyak, komik ini untuk semua umur kok – jadi nggak akan ada adegan yang lebih ‘jauh’ dari gambar di atas 🙂

Di beberapa episode awal mungkin lo akan mengira komik Bone adalah komik lucu-lucuan, tapi makin ke belakang ceritanya makin ‘berat’ dengan konflik yang makin menegangkan plus pengungkapan latar belakang tokoh-tokohnya yang makin mengejutkan. Mungkin itu sebabnya Jeff Smith menolak mentah-mentah rencana saluran TV Nickelodeon untuk membuat serial Bone dengan menghadirkan soundtrack oleh para bintang pop remaja (waktu itu) seperti Justin Timberlake dan Britney Spears. Sedikit bocoran aja nih, jangan terlalu yakin tokoh ‘baik’ akan bertahan hidup sampe akhir cerita. Yang jelas, begitu mulai baca, gue nggak bisa berhenti sebelum ceritanya tamat – sampe bela-belain begadang!

Komik Bone pertama kali diterbitkan tahun 1991, dan baru berakhir 55 episode kemudian di tahun 2004. Tercatat sebagai salah satu serial komik terpanjang dengan penulis / penggambar tunggal, dan udah memenangkan 10 Will Eisner Awards dan 11 Harvey Awards. Menurut gue, sederet penghargaan itu memang pantes diterima oleh Bone. Ini adalah komik yang akan lo baca dengan penuh respek, dan saat nyampe di halaman terakhir mungkin lo akan merasakan godaan untuk mulai lagi baca dari halaman pertama.

Ironisnya, Steven yang pertama kali memperkenalkan gue dengan Bone malah nggak terkesan setelah baca buku pertamanya. “Kenapa sih komik ini bisa menang banyak penghargaan? Ceritanya gitu-gitu doang…” katanya. Huh, baru baca buku pertama sih!

Referensi:

14 comments


  1. Buset. Perang kolosal kan lewat buku lima baru ada. Kalau udah baca sampai situ sih udah tertarik namanya. Nggak perlu diracunin lagi. Dan justru itu masalahnya: orang yang hanya tertarik sama perang kolosal nggak akan suka Bone. It’s not that kind of story. Ini tipe cerita yang mengandalkan penceritaan. Bukan kekerenan adegan macam 300-nya Frank Miller.


  2. thefool said: Dan buku pertama itu alat penguji yang paling pas. Kalau buku pertama aja nggak suka, mau dikasih jilid berapa pun tetap nggak akan suka.

    nggak tau ya, kalo menurut gue orang kehilangan minat di buku pertama karena nyangka komik sekedar lucu2an doang. tapi begitu nyampe ke adegan2 perang kolosalnya, mungkin akan tertarik. mari kita tes ke steven 🙂


  3. mbot said: Huh, baru baca buku pertama sih!

    Menurut pengalamanku selama berusaha meracuni teman-teman untuk menyukai Bone, hanya ada dua reaksi terhadap buku ini: suka atau males banget. Kalau cocok, bakal benar-benar suka sampai meracuni orang lain. Kalau nggak, bakalan nganggep kagak ada yang istimewa, mau baca berapa banyak pun. Dan buku pertama itu alat penguji yang paling pas. Kalau buku pertama aja nggak suka, mau dikasih jilid berapa pun tetap nggak akan suka.


  4. aryan said: nunggu yg k-4 bakal keluar ga ya… secara cuma di jual di gramed blok-M. heuh

    kalo berdasarkan situs pionirjaya sih yang ke-empat udah bisa dipesen. nggak sabar? mampir aja ke rumah gue bawa CD blank :-)ada prequel-nya juga lho, tentang granma ben (rose) waktu masih jadi putri :-))


  5. orinkeren said: jadi pengen baca… kalo dari tampangnya bone itu.. tulang kali ya???

    tau tuh, tulang kok bisa ngomong ya? Barusan browsing around, penerbit indonesianya bernama pionirjaya, websitenya http://www.pionirjaya.comtapi sayang websitenya baru ada 1 halaman doang. tapi minimal di situ tercantum alamat e-mailnya, kalo mau pesen.