beli sepeda sekarang, akhir tahun jalan2 ke bali (tanpa diundi!)


Serius.

Selain sebagai alat transportasi, sepeda juga bisa dianggap sebagai investasi yang akan balik modal, bahkan mendatangkan untung!

Mari berhitung;

Katakanlah lo mulai dengan sama sekali nol dalam dunia persepedaan, belum punya sepeda apalagi perlengkapannya. Maka elo bisa mulai dengan paket murah meriah seperti yang gue / Ida beli yaitu:

Item Harga
Sepeda 850.000
Helmet 120.000
Spion 80.000
Lampu belakang / sen 40.000
Masker 70.000
Sarung tangan* 25.000
Sadel Gel* 140.000
Lampu depan** 45.000

TOTAL

1.370.000

*kebutuhan optional, nggak mutlak harus dibeli tapi lumayan mempermudah / menambah kenyamanan bersepeda
**tergantung seberapa sering lo menggunakan sepeda lo malam2

Anggap uang Rp. 1.370.000 ini sebagai modal, lantas sepedanya lo gunakan untuk transportasi rumah- kantor P.P setiap hari.

Asumsikan rumah lo berjarak 20 km dari kantor, dan kantor lo menetapkan biaya parkir bulanan seperti kantor gue, maka biaya bulanan yang selama ini lo keluarkan untuk transportasi rumah – kantor PP menggunakan mobil adalah sebesar:

Biaya / bulan Jumlah
Bensin*** 300.000
Parkir 120.000

TOTAL

420.000

***dengan asumsi konsumsi bensin mobil lo adalah 1 liter untuk 12 KM, dan harga bensin premium Rp. 4.500 / liter maka jarak 2 x 20 KM per hari akan menghabiskan bensin senilai Rp. 15.000 (dengan pembulatan ke bawah). Asumsi ada 4 minggu per bulan dan 5 hari kerja per minggu, maka perkaliannya adalah 20 hari kerja * Rp 15.000

Dengan demikian, bila elo mengganti alat transportasi lo dari mobil ke sepeda, maka setiap bulan akan ada Rp. 420.000 yang bisa lo hemat. Anggap uang ini sebagai ‘return’ atas ‘investasi’ lo membeli sepeda, maka ilustrasi ‘pengembalian modal’ lo adalah sebagai berikut:

Akhir bulan ke… Akumulasi return
1 420.000
2 840.000
3 1.260.000
4 1.680.000
5 2.100.000
6 2.520.000
7 2.940.000

Di akhir bulan ke empat investasi sepeda lo udah balik 100% plus sedikit keuntungan, dan di akhir bulan ke tujuh keuntungannya malah udah lebih dari harga sepeda itu sendiri!

Perlu dicatat bahwa perhitungan ini belum memasukkan return sepeda bila dimanfaatkan untuk keperluan di luar transportasi ke kantor. Misalnya seperti yang gue lakukan selama ini, kalo buru-buru mau berangkat ke gym suka naik bajaj dan menghabiskan ongkos Rp. 5.000, sekarang cukup naik sepeda (dengan waktu tempuh yang lebih cepat!). Kalo perhitungan yang kecil-kecil seperti ini dimasukkan, tentunya pengembalian ‘investasi’ sepeda lo bahkan bisa lebih cepat dari 4 bulan.

Balik ke perhitungan awal, di akhir bulan ke 7 lo udah mendapatkan ‘laba’ bersih sebesar Rp. 1.570.000. Uang segini cukup untuk beli tiket pesawat Jakarta-Bali P.P (sekitar Rp. 700.000 kalo naik Air Asia) dan nginep 2 malam di hotel bintang tiga – bahkan bintang 4 kalo beli voucher hotel harga hemat di travel agent seperti Planet Holiday Tour and Travel (promosi dikit boleh dong ah :-p)

Jadi, judul posting ini nggak mengada-ada kan? Yuk, B2W sekarang!

Image: paket sepeda murah meriah gue.

48 comments


  1. kalo sudah mulai jadi hobi ati-ati ya Mas… suka ngga bisa nahan diri untuk upgrade, uang berjut-jut ludes untuk sepeda… akhirnya tujuan untuk berhemat jadi percuma… itu sudah terbukti pada banyak pesepeda…


  2. sirivo said: Tahun 1993 gw jatuh saat touring naik motor di Probolinggo akibat terpeleset tumpahan solar

    Wah utk masalah pake helm itu gue setuju banget. taon 2002 gw gw pas naek motor pernah ketabrak bmw yg lagi ngebut, mental dan terguling2, untung krn pake helm, jd cuma jeans doank yg robek2.


  3. sirivo said: Sori utk berdebat pakai fasilitas loe, Gung. Afterall, safety first. Kalo mau sepedahan ngga pakai helm sih gpp. Tapi gw ngga mau barengan sama orang itu… Gw udah pernah 3 kali lihat kepala pecah gara-2 ngga pake helm. Yg sekali bareng Agung juga jaman di BPPN dulu…OK yaa… Biar aja kita dgn cara pandang masing-2 tanpa berusaha mempengaruhi publik. Case closed.

    Ok vo and thx…thx juga buat agungSelamat gowes ya


  4. bdarma said: sorry. pernyataan gw sebelumnya berangkat dari comment elo vo tentang “yang pakai helm sebaiknya jangan ikut konvoi b2w”.Jadi ini bukan soal anti-helm sepeda, tapi lebih ke pernyataan yang membatasi peserta.

    Nah, kalo ini namanya sudah membelokkan topik, War. Topik utamanya kan kampanye B2W. Di mana-mana kampanye itu harus menampilkan yg bagus-2nya supaya orang tertarik. Lagipula, sesuai tujuan kampanye yg mengajak orang lain utk ber-B2W, maka kita kan juga harus kasih contoh yg baik juga. Lagipula, itu semua demi keselamatan diri masing-2 kok, bukan image komunitas. Kan gw udah bilang SEBAIKNYA jangan ikut konvoy. Jadi itu kan himbauan.Satu lagi nih… sebagai koordinator lapangan utk event dadakan tsb, gw benar-2 ngga mau terjadi sesuatu yg akan membuat repot semua peserta dan akhirnya tujuan kampanye tidak tercapai. Dari rute yg disampaikan sebelumnya, jelas bahwa yg dilalui adalah jalan protokol yg padat. Kalo misalnya -amit2- ada yg jatuh karena kesalahan pengendara lain yg menyebabkan kepalanya yg tidak berbalut helm cedera, gimana, War? Trus para pengendara bermotor mikir, “tuh kan… siapa suruh sepedahan ngga pake helm… gw ngga mau ah sepedahan di dalam kota”.Lagipula gw kok heran dgn cara pandang loe utk hal ini ya? Soalnya gw masih inget banget loe yg ajarin gw soal safety saat gw pertamakali -dan hanya sekalinya itu- naik gunung.Sori utk berdebat pakai fasilitas loe, Gung. Afterall, safety first. Kalo mau sepedahan ngga pakai helm sih gpp. Tapi gw ngga mau barengan sama orang itu… Gw udah pernah 3 kali lihat kepala pecah gara-2 ngga pake helm. Yg sekali bareng Agung juga jaman di BPPN dulu…OK yaa… Biar aja kita dgn cara pandang masing-2 tanpa berusaha mempengaruhi publik. Case closed.


  5. sirivo said: It’s surely not a guarantee for your safety, my friend. But why not we minimize the risk? Who care about your own safety if it’s not yourself?Tahun 1993 gw jatuh saat touring naik motor di Probolinggo akibat terpeleset tumpahan solar yg dgn cerdasnya ditutupi oleh… PASIR! (Licinnya kan jadi dobel!). Kepala membentur aspal. Beruntung helm terpasang dgn baik sehingga hanya sang helm-lah yg retak.Tahun 1995 gw hard landing di runway saat skydiving di Lombok akibat landing downwind menghindari sebuah helikopter gobl*k yg terbang saat banyak penerjun sedang landing approach. Beruntung pelindung kepala terpasang dengan erat karena kepala gw membentur aspal runway cukup keras. Kalo ngga salah Agung jadi saksi mata juga deh…Sekarang gw lagi rajin naik sepeda… Meskipun bisa dikatakan resiko bersepeda lebih kecil dari 2 aktivitas di atas, belajar dari pengalaman-2 terdahulu itu gw ngga pernah mau naik sepeda tanpa helm.SMART people learn from their own experience, while WISE people learn from OTHERS’So, why not we learn from other’s experiences and be WISE?

    sorry. pernyataan gw sebelumnya berangkat dari comment elo vo tentang “yang pakai helm sebaiknya jangan ikut konvoi b2w”.Jadi ini bukan soal anti-helm sepeda, tapi lebih ke pernyataan yang membatasi peserta.Di saat gerakan b2w masih kecil pengikutnya, akan lebih baik kalau kita mengajak dahulu orang sebanyak-banyaknya. Sambil jalan barulah kita ikut memberi edukasi tentang bagaimana bersepeda yang baik dan seterusnya.Akan keliru, imho, apabila dalam kampanye b2w di saat awal kita sudah terlalu menitikberatkan kepada penggunaan helm. Ini bagi gw adalah satu obsesi tersendiri soal helm yang malah bisa mengalihkan perhatian dari issue utama yaitu bagaimana mendesak pemerintah mengeluarkan peraturan yang “mendukung orang untuk mau bersepeda”, misalnya membuat jalur khusus untuk sepeda, membuat batasan jarak berapa meter yang harus dipatuhi pengendara kendaraan bermotor terhadap pengendara kendaraan tanpa motor/sepeda, mendorong tiap pengelola gedung membuat parkir khusus sepeda yang aman dll.Kalau kita terlalu ‘obsesi’ soal helm, jangan-jangan malah timbul anggapan bagi orang bagi sepeda itu kegiatan berbahaya yang sampai-sampai harus selalu menggunakan helm. Lalu efek luasnya akan meminimalisir keinginan orang bersepeda, mempengaruhi kegiatan orang-orang yang selama ini sudah bersepeda dan mendorong lahirnya peraturan ‘harus helm’ yang malah membuat pengguna sepeda bisa jadi target polisi yang suka nilang dan seterusnya.Kalau sudah begitu, orang bersepeda pakai helm bukan lagi berangkat karena kesadaran, tapi paksaan. Sekarang aja coba perhatikan, apakah helm sepeda yang kita pakai itu benar-benar sudah bisa melindungi penggunanya? apakah helm tersebut sudah memenuhi uji kelaikan? apakah kita sudah memakainya secara benar?. Dan gw malah geli, kalau ada yang bilang “udahlah pakai helm aja. Kalau belum sanggup beli, pakai helm cetok aja yg murah”.Lah ini kan maunya bersepeda secara safe, tapi kok malah menganjurkan pake helm yang belom bisa dipastikan kualitasnya?? ini ironis kan?. Inilah, menurut gw, satu sikap yang lahir dari dorongan ‘asal pakai helm’….sorry ya gung kepanjangan replynya,,,,hee


  6. bdarma said: helm is not the magic thing that will guaranteed your safety

    It’s surely not a guarantee for your safety, my friend. But why not we minimize the risk? Who care about your own safety if it’s not yourself?Tahun 1993 gw jatuh saat touring naik motor di Probolinggo akibat terpeleset tumpahan solar yg dgn cerdasnya ditutupi oleh… PASIR! (Licinnya kan jadi dobel!). Kepala membentur aspal. Beruntung helm terpasang dgn baik sehingga hanya sang helm-lah yg retak.Tahun 1995 gw hard landing di runway saat skydiving di Lombok akibat landing downwind menghindari sebuah helikopter gobl*k yg terbang saat banyak penerjun sedang landing approach. Beruntung pelindung kepala terpasang dengan erat karena kepala gw membentur aspal runway cukup keras. Kalo ngga salah Agung jadi saksi mata juga deh…Sekarang gw lagi rajin naik sepeda… Meskipun bisa dikatakan resiko bersepeda lebih kecil dari 2 aktivitas di atas, belajar dari pengalaman-2 terdahulu itu gw ngga pernah mau naik sepeda tanpa helm.SMART people learn from their own experience, while WISE people learn from OTHERS’So, why not we learn from other’s experiences and be WISE?


  7. saya setuju mas, beli sepeda adalah investasi.., biaya transportasi saya dengan kost – kantor = Rp.300rb / bulan. kmudian k beli sepeda dgn kredit, cicilan 300rb / bulan selama 6 bulan. Dan sekarang saya sudah punya sepeda sendiri dan bisa menabung 300Rb / bulan…., salam genjot.


  8. Saya sebelum rutin genjot, tiap bulan pasti sakit flu/batuk. Alhamdulillah setelah rutin genjot jadi jarang sakit. Ada saving biaya dokter & obat2an sekitar 200 – 300 rb/bulan. Ada juga pengalaman rekan2 genjoter lain yg bisa mengurangi, mengendalikan atau bahkan menyembuhkan penyakit yg lebih berat seperti jantung, gula, hipertensi, kolesterol dsb….saving biaya kesehatan cukup signifikan, bahkan bisa untuk beli sepeda “anjrit banget” seperti istilah Om Mbot…hehehehe


  9. Hitung2an penghematan pelepasan CO2 karena meninggalkan mobil juga cukup signifikan. Mobil yang irit seperti j*zz melepas 139 gr/km (pada kondisi standard), jadi selama setahun CO2 yang diirit 139 gr/km x 20 km x 20 hari kerja x 12 bulan = 0.67 ton CO2 per tahun. Sama dengan menanam satu pohon… Selamat!


  10. hasil menabungnya gak usah buat ke bali…buat upgrade sepeda ajah ke ‘medium anjrit’ gung…biar lebih nyaman naik sepedanya, itung2 sebagai apresiasi buat diri sendiri yg telah berusaha menabung dan lebih sehat….dijamin lebih semangat kemana2 naek sepeda… eh iya, kmrn gwe liat ada gendongan bayi versi adventure, bisa buat gendong bayi rafi sepedaan…*gwe jg lg mo beli buat bawa bayi Bram ntar*


  11. hmm, mantab juga neh analisisnya, tambahan satu lagi, beli gembok sepeda, sapa tau ada maling yg pengen B2W juga (biar hemat ongkos buat kabur dari kejaran polisi, gak usah beli motor RX King segalla, hehehe)


  12. mbot said: asik juga kok sepedaan sendirian,

    Tapi lebih rajin waktu ada suami Mas 🙂 Enak aja, ada teman buat ngobrol sepanjang naik sepeda, kan disini mobilnya sopan2 dan ngalahan sama cyclists :-)Soal kontemplasi, sampe lahir jurnal kok :-p


  13. merlitei said: sama ongkos nambah nasi satu bakul, mas agung…. ;p

    kalo abis sepedaan memang terasa laper setengah kalap, tapi dikasih makan porsi biasa juga udah anteng kok… nggak perlu sebakul 🙂


  14. femmedejava said: ada yang belum diitung nih, ongkos beli deodorant n parfum…dan buat istri, dobel ongkos salon buat luluran…hehe…

    ongkos deodoran dan parfum? nggak nambah kok, karena tinggal mengubah urutannya doang. kalo dulu pake parfum sebelum berangkat ke kantor, sekarang pakenya setelah sampe di kantor (setelah numpang mandi) hehehe…


  15. livingarief said: bener juga ya. pinter.. apalagi musim banjir kaya sekarang. separah2nya tu sepeda bisa ditenteng. aman dan bikin keker. coba kalo naik mobil. banjir gak bisa kmana2. ditenteng turun bero.

    kalo mobil kena banjir malah tambah ongkos ke bengkel, apalagi kalo air masuk ke kabin harus cuci jok, dsb dsb


  16. bdarma said: Tapi gimana kalo beli sepeda yang jutaan bahkan puluhan juta? hehebtw, helm is not the magic thing that will guaranteed your safety (sorry rada sok keminggris hehe)Percuma pake helm kalo sepedanya pake kebut-kebutan, nerobos jalur cepat dsb.

    kalo sepedanya puluhan juta ya berarti balik modalnya lamaan, tapi selama dipake terus pasti akan balik modal. helm memang nggak menjamin keselamatan, tapi tetep penting. gue pernah liat sendiri ada motor jatuh terguling-guling di depan mata gue, kepala pengendaranya terbentur entah berapa kali tuh ke pinggir trotoar. untung dia pake helm, jadi ‘cuma’ keseleo doang. nggak kebayang apa jadinya dia tanpa helm.


  17. mbot said: bayangin kalo uang segitu dikumpulin selama setahun, jumlahnya lumayan banget!

    Bukan lumayan lagi Mas! 16 jutaan sendiri cuma buat bus transportation doang 🙂 Gila gak siy… tahun ini anak chevening cuma satu orang, jadi gak ada yg bisa kuajakin pada naik sepeda-an. Jadi aku kemana2 sepedaan sendirian aja… hihihihihi 😀 Jaman aku awal2 datang, masih kursus bahasa, anak2 scholarship nya banyak, skitar 10-an orang.Sekarang mah anak2 beasiswa yayasan Ayah Bunda semua, anak2 kaya raya di Indonesia sana, jadi ya gitu deh… 🙂


  18. Tapi gimana kalo beli sepeda yang jutaan bahkan puluhan juta? hehebtw, helm is not the magic thing that will guaranteed your safety (sorry rada sok keminggris hehe)Percuma pake helm kalo sepedanya pake kebut-kebutan, nerobos jalur cepat dsb.


  19. himma said: iyah bener gak ada ruginya…bisa menghemat buanyaakkk gak perlu jualan asfour yak…kekekeke

    hahaha… jualan tetep perlu dong, tapi kalo asfour… hmm… masih belum berani, karena belum ngerti seluk beluk produknya… 🙂 sekalipun modal dengkul tapi kalo nggak ngerti produknya kan susah jualannya :-))


  20. himma said: wahhh keren banget…setuju kalau masalah hemar berhemat …jadi hidup hemat dan sehat yaa

    betul, nggak ada ruginya kan? kalopun pada bulan keemapt merasa bosen dengan sepeda, trus dijual dengan harga 50% harga beli juga udah dipastikan akan laku keras. siapa yang nggak mau sepeda baru dipake 4 bulan cuma dengan 1/2 harga?


  21. imazahra said: ke City Center *dayrider alias pp* 2,5 pounds, mahal banget.

    ya ampun, dengan kurs 19000 itu senilai dengan 47500!wah ya mending naik sepeda. bayangin kalo uang segitu dikumpulin selama setahun, jumlahnya lumayan banget!


  22. Wow, serasa membaca tulisannya Safir Senduk pengulas keuangan, ck ck ck ck…Alasanku bersepeda kemana2 disini juga ini Mas, menghemat uang beasiswa yg sudah mepet itu :-)ke City Center *dayrider alias pp* 2,5 pounds, mahal banget. Dengan sepeda cuma ditempuh 13 menitan, gak sampai 8 kilo keknya jaraknya, meluncur turun pula. Semakin tekad bulat naik sepeda jadinya :-DAnehnya Indonesian student disini mostly pake bus kemana2 transportasinya, aku sampe heran, sayang banget itu duit…*loh, kok jadi bikin 1 jurnal disini* hehehehe…

Tinggalkan Balasan