Motivasi Krishnamurti: di balik keajaiban bola lampu sakti

H

ari Rabu (2 Agt) lalu, kantor gue bikin seminar motivasi dengan mengundang motivator kondang Krishnamurti. Sebenernya seminar ini ditujukan untuk tim sales biar lebih semangat jualan, tapi gue beruntung dapet tugas sebagai seksi dokumentasi jadi bisa ikutan nonton.

Gue nggak tau latar belakang disiplin ilmu si Krishnamurti ini, tapi kayaknya sih dia banyak menyerap gabungan prinsip-prinsip psikologi humanistik dan psikologi kognitif. Prinsip dasar materinya adalah dua hal sederhana:

  1. Tuhan menciptakan manusia sebagai mahluk yang berpotensi positif (yang ini terdengar seperti ajaran psikologi humanistik).
  2. Manusia bisa belajar untuk mengendalikan responnya atas stimulus dari lingkungan (yang ini yang terdengar seperti psikologi kognitif).

Untuk mengendalikan respon, kita perlu berlatih dengan meditasi agar mampu bersikap tenang. Saat pikiran tenang, kita bisa memilih respon yang lebih positif, tanpa harus menjadi korban dari stimulus.

Tapi yang gue pikir menarik untuk diangkat di sini bukanlah materi seminarnya melainkan peragaan2 yang dia lakukan di dalamnya.

Sebagaimana umumnya pembicara motivasi yang baik dan benar, Krishnamurti membuka sessionnya dengan serangkaian argumen-argumen retoris yang cukup menarik perhatian pengunjung. Misalnya: “nggak ada kan bayi yang terlahir dengan perasaan takut, curiga, dengki, atau dendam? Semua itu adalah hasil belajar, jadi kita juga bisa menghilangkannya, kalo mau, dengan belajar juga. Jangan kira proses belajar untuk berubah adalah proses yang sulit karena kita bisa melakukannya dengan mudah asalkan kita bisa memprogram (baca: mensugesti) diri sendiri. Jangan remehkan kekuatan sugesti, karena sugesti bukan cuma mempengaruhi diri kita sendiri. Dengan sugesti kita bisa mengubah benda-benda di sekitar kita.”

Nah, dengan pengantar itu dimulailah peragaan pertama.

Percobaan 1
Bola lampu vs Ubin

Pertama-tama dia nyiapin sepotong ubin ukuran 20 x 20 cm (seperti yang biasa dipake di dinding kamar mandi) yang ditaro di atas 2 kotak kartu nama dari plastik. Abis itu dia minta salah satu peserta naik ke panggung. Dia suruh si peserta megang sebuah bola lampu sambil berkonsentrasi ngebayangin bola lampu itu adalah sebuah batu kali yang berat. Bola lampu dijatuhin ke atas ubin dari ketinggian sekitar 1 meter. Nggak terjadi apa2, baik bola lampu maupun ubinnya tetap utuh.

Peserta diminta mengulang. Kali ini dia disuruh megang bola lampu sambil ngebayangin batu kali yang lebih berat lagi. Selain itu peserta juga diminta untuk sedikit meninggikan tangannya – kali ini kurang lebih setinggi pundak. Bola lampu dijatuhkan, dan PRAK..! Ajaib! Ubin terbelah dua. Penonton tepuk tangan. Krishnamurti memberikan kesimpulan, kekuatan sugesti telah mempengaruhi kekuatan si bola lampu itu sehingga bukan cuma nggak pecah saat dijatuhkan, dia bahkan bisa membelah ubin.

Hmm… terus terang gue sendiri masih setengah skeptis. Coba liat diagram berikut:

Kalo menurut hipotesa gue (ini baru hipotesa lho… masih perlu dibuktikan) rahasianya terletak pada ruang kosong di bawah ubin. Ruang kosong ini yang bikin ubin jadi punya ruang untuk daya lentur / membal sehingga bisa menyerap tekanan jatuhnya si bola lampu – itulah sebabnya bola lampunya nggak pecah. Sedangkan pada percobaan ke dua, ketinggian jatuhnya lampu ditambah sehingga otomatis kecepatannya saat menghantam ubin jadi lebih tinggi. Itulah sebabnya ubin bisa pecah. Jadi, nggak ada hubungannya dengan sugesti-sugestian – selama lo menjatuhkan bola lampu dari ketinggian yang cukup ke atas ubin yang telah disusun sedemikian rupa, maka ubinnya yang akan pecah – terlepas dari apakah lo membayangkan batu kali atau tempe mendoan.

Sayangnya gue nggak punya ubin lepasan untuk membuktikan hipotesa ini. Ada yang tau di mana gue bisa beli ubin secara ketengan?

Percobaan 2
Kekuatan sugesti pada tangan

Di percobaan ke dua, Krishnamurti meminta seorang peserta perempuan naik ke panggung. Pertama-tama peserta ditanya,

“Pernah dengar tentang anggapan masyarakat bahwa wanita adalah makhluk lemah?” Peserta mengiyakan.

“Apakah Anda setuju dengan anggapan tersebut?” Peserta menolak.

“Tapi apakah Anda pernah meminta pacar / teman laki-laki untuk membawakan sesuatu yang berat untuk Anda?” Peserta menjawab pernah.

“Ok, dengan demikian secara tidak langsung Anda mengakui ya bahwa wanita lebih lemah dari laki-laki?” Peserta nampak rada bingung jawabnya, tapi mungkin biar cepet dia jawab ‘iya’ aja deh.

Habis tanya-jawab, Krishnamurti meminta peserta menjulurkan tangan kanannya lurus ke depan. Peserta diminta konsentrasi, mengingat konsep masyarakat tentang “wanita lebih lemah dari laki2” dan diminta mengingat saat2 peserta meminta bantuan laki2 untuk membawakan barang berat. Setelah peserta cukup berkonsentrasi, Krishnamurti menekan tangan peserta ke bawah, dan tanpa perlawanan tangan peserta langsung ikutan terbawa turun.

“Sekarang tolong geser ke sini sebentar mbak,” kata Krishnamurti sambil mengarahkan posisi berdiri si peserta. Lagi-peserta diminta menjulurkan tangan lurus ke depan. Krishnamurti meminta peserta membayangkan bahwa di tangan yang terjulur itu ada seseorang yang sangat dia cintai sedang bergantung krn nyaris jatuh ke jurang. “Bayangkan orang yang Anda cintai, misalnya ibu Anda, sedang berpegangan pada tangan ini. Keselamatan ibu Anda sangat bergantung pada kekuatan tangan Anda”, kata Krishnamurti. Abis ngomong gitu dia menekan tangan peserta dan nampak kali ini tangan peserta jauh lebih kuat menahan dibandingkan dengan percobaan pertama.

Menurut Krishnamurti, peragaan itu membuktikan bahwa pikiran positif membuat kita semakin kuat, dan sebaliknya, pikiran negatif akan melemahkan kita. Sedangkan menurut gue peragaan itu sekedar membuktikan pentingnya kuda-kuda saat berdiri. Coba perhatiin diagram berikut:

Pada percobaan pertama, tangan peserta terjulur ke depan tubuhnya. Sedangkan pada percobaan ke dua, dengan aba2 “tolong geser sedikit mbak” sebenarnya Krishnamurti telah menggeser posisi berdiri peserta sehingga tangannya nggak lagi mengarah ke depan melain ke samping! Posisi ke dua ini jelas lebih stabil ketimbang posisi pertama, ditambah dengan faktor psikologis peserta yang “penasaran” karena telah di-“kalahkan” pada percobaan pertama, membuat tangannya lebih kuat menahan tekanan.

Anyway, terlepas dari “akal2an” pada peragaan2nya, seminar bersama Krishnamurti berlangsung sangat menarik dan nggak membosankan. Yang penting tujuan utamanya untuk memotivasi orang tercapai – untungnya nggak ada peserta yang kritis dan menginterupsi dengan “curang tuuuh… posisi berdirinya diubah sih!”

Trivia: walaupun udah cukup kondang sebagai motivator, masih banyak peserta yang menyangka bahwa yang akan tampil hari itu adalah seorang bintang sinetron bernama mirip, yang sekarang sering muncul mengiklankan sabun cuci piring.

Motivasi Krishnamurti bisa dibaca juga di yahoogroups Bidadari Words.
Gambar bola lampu merah dari Picturequest.com

19 comments


  1. Untuk percobaan pertama menurut saya bukan akal2an. saya tidak tahu percobaan kedua. Kemaren saya juga melakukan training yang sama bahkan dengan ditambah 5 keramik dan hasilnya 4 keramik pecah. apa penjelasannya bila bukan karena otak kita yang mempunyai kekuatan?


  2. soal bola lampu & ubin aku dah coba. dan bener semuanya gak ada hubungannya dg tingginya lampu atau ada space atau tidak di bawah ubin. kalo kita gak konsentrasi or apalah yg dia bilang ubin gak bakal pecah. yang ada si bohlam yang pecah….pyarrrrr! monggo di coba saja ya….


  3. hehehe… iya nih, paling afdol kalo dipraktekin langsung. wib, beneran punya ubin sisa? yang dibutuhin keramik kali ya, pokoknya yang suka dipake di dinding kamar mandi itu lho, yang tipis banget. ukurannya 20×20. Nanti gue ambil ke kantor deh:-)Nanti kalo ubinnya udah dapet, gue posting di sini sebelum percobaannya. bagi yang ingin liat silakan dateng :-))


  4. togie said: Tidak pecah karna bohlam dijatuhkan di atas tegel yg dibawahnya ada ruang kosongCoba kalau langsung ke lantai..

    memang yg paling valid jika kita melakukan percobaan secara langsung…Apa perlu kopdar sekedar untuk membuktikan phenomenon ini? ^_^aniwe, meski dibalik ruang kosong tetap saja terjadi hukum aksi=reaksi, di mana lampu memberi gaya pada ubin dan ubin memberi reaksi kepada lampu….sehingga lampu pun sangat berpotensi untuk pecah. memang dg struktur yg demikian, ruang kosong akan memberi space sehingga ubin bisa melengkung ketika diberi beban, cuman ubin itu kan getas sifatnya sehingga lentingannya tidak akan mengurangi besar reaksi kepada lampu secara berarti.ok, ada kemungkinan lain mengapa pada jatuhan kedua ubin bisa pecah…yaitu karena jatuhan pertama maka ubin itu sebenarnya sdh retak, maka ketika menerima beban kedua dia langsung patah :p


  5. mbot said: Trivia: walaupun udah cukup kondang sebagai motivator, masih banyak peserta yang menyangka bahwa yang akan tampil hari itu adalah seorang bintang sinetron bernama mirip, yang sekarang sering muncul mengiklankan sabun cuci piring.

    wakakakakakak…..si mas ni ada2 aja :)))


  6. utk yg bola lampu:memang jika lampu dijatuhkan dari tempat lebih tinggi gaya yg menimpa ubin akan makin besar. Tapi, Gung, itu blom menjelaskan kenapa bola lampu gak ikut pecah.utk tangan lurus:sebetulnya pada posisi ke dua, beban yg diterima tangan lebih berat, loh, mengingat ada penambahan panjang bidang beban dari lengan sampai dada (dari gambar ilustrasimu yg posisi 2 kan kelihatan). Nah, karena lebih panjang maka beban momen yg diterima lengan lebih besar (M=F x L). Mengenai kuda2, bukannya pd posisi 2, beban lebih terfokus pada kaki yg depan sedang pada posisi satu beban terbagi pada kedua kaki?Kalo menurut dugaan gw, pengaruh sugesti itu tetap ada. Hanya saja yg bekerja pada percobaan itu bukan hanya sugesti peserta, tapi ada sugesti dari Khrisnamurti sendiri.oh ya kalo perlu ubin, hubungi shanti saja,kan lagi renovasi rumah ;D