Pada suatu hari, boss manggil gue dengan tampang prihatin.
“Gung, bisa tolongin saya nggak?”
“Kenapa mbak?”
“Kan gini nih, weekend kemarin saya test-drive mobil Ford Everest… boleh make mobil itu 2 hari… jadi saya pake jalan-jalan ke Tangkuban Perahu…”
“Trus?”
“Trus sebagai balasannya, Ford minta saya nulis artikel tentang kesan-kesan saya atas mobil itu… kamu mau nggak nulisin buat saya?”
“Berapa halaman mbak?”
“Yah, sekitar 1.5 – 2 halaman A4 deh.”
“Ok deh… Sekarang kesan2 mbak sendiri gimana atas mobil itu?”
“Nggak ada. Biasa aja.”
“Tarikannya, suspensinya gitu?”
“Tarikannya… yah gak tau deh ya… kan suami saya yang bawa. Tapi kata dia serem, kan mobilnya tinggi, jadi kalo dibawa ngebut suka melayang. Dia cuma berani lari 110. Malah kata anak-anak saya, ‘bunda, ini mobilnya lagi rusak ya, kok jalannya ajrut-ajrutan gini.'”
“Trus apa dong kesan-kesan lainnya, yang rada positif, gitu?”
“Saya sih senengnya karena mobilnya gede, anak2 sampe bisa gelar kasur di belakang.”
“Udah, itu doang?”
“Iya.”
“Sebenernya mbak tertarik nggak sih sama mobil ini?”
“Nggak terlalu sih, tapi tau2 aja orang Fordnya nawarin test-drive… ya udah saya terima. Sekarang saya bingung deh, harus nulis artikel segala. Tolongin ya. Ini foto2 perjalanan saya, barangkali bisa jadi sumber inspirasi kamu nulis.”
“Terakhir: mobilnya yang model apa mbak, 4X4 atau 4X2?”
“4X4, suami saya sempet nyobain tuh, nyalain gardan depannya waktu di tanjakan.”
Berbekal wawancara yang nggak terlalu meyakinkan itu, gue ngebullshit sehingga terciptalah artikel berikut ini:
Ford Everest: “Hmm.. nyaman juga ya?”
Dari mobilnya, kita bisa mengetahui usia perkawinan suatu keluarga.
Dulu, di tahun-tahun awal perkawinan, sebuah sedan sudah lebih dari cukup untuk mengantar saya dan suami. Sekarang, dengan dua anak yang sedang tumbuh meninggalkan masa balita, makin lama sedan terasa makin sesak. Memang sih, kalau dihitung-hitung kami hanya berempat sementara sedan kan 5-seaters. Harusnya cukup, bahkan lebih. Tapi pada prakteknya, khususnya saat bepergian jauh, saya harus mengajak juga ‘asisten urusan kerumahtanggaan’ (ehm, saya selalu sungkan menyebut mereka ‘pembantu’) – belum lagi barang-barang ‘kebutuhan dasar’ anak-anak. Hal itu meliputi: buku, majalah, robot-robotan, mobil-mobilan, dan boneka. Kadang, tergantung film yang sedang tren, masih ditambah lagi dengan mobil-mobilan khusus untuk para robot-robotan dan robot-robotan khusus untuk dimasukkan ke dalam mobil-mobilan. Barang-barang ini adalah para penumpang istimewa, artinya “sangat tidak sopan dan tidak pada beradab” untuk menempatkan mereka di bagasi. Jangan tanya kenapa, keputusannya sudah final dan upaya negosiasi saya selalu mentok. Selain itu jangan lupakan juga tumpukan stok logistik yang harus dikemas: stok baju ganti, kaos kaki, cemilan, toiletries… Secara rata-rata, saya yakin cadangan logistik dalam sebuah mobil keluarga Indonesia cukup untuk bertahan hidup sebulan bila ada bencana alam.
Waktu bergulir cepat hingga pada suatu hari saya dan suami sedang iseng membuka-buka kalender dan ‘lho, udah mau bulan puasa lagi ya?’ Bulan puasa sebentar lagi – artinya Lebaran juga sudah menjelang. Lebaran berarti mudik. Mudik berarti perjalanan yang membutuhkan stok logistik 3 kali lipat dari biasanya. Berarti kami memang harus membeli mobil lebih besar.
Ford Everest. Begitu merek ini muncul dalam pertimbangan, saya dan suami langsung sepakat. Suami jatuh cinta pada mesinnya yang besar dan fitur 4 x 4-nya, sementara saya suka dengan lekuk-lekuk desainnya yang manis. Perpaduan yang pas antara garis-garis ala jeep yang macho dan lengkung-lengkung yang cantik. Dan yang paling penting bagi saya sebagai ibu dua anak: kapasitasnya 7 seaters!
Kebetulan sekali kami mendapat kesempatan untuk melakukan test-drive, maka pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2005 yang lalu, saya, suami, kedua anak, ibu saya, keponakan saya, plus tak ketinggalan sang asisten urusan kerumahtanggaan meluncur ke Gunung Tangkuban Perahu menggunakan Ford Everest versi 4 x 4 warna silver.
Sepanjang perjalanan, anak-anak bersemangat sekali menikmati mobil besar ini. Soal interior yang lega, memang bukan omong kosong. Anak-anak puas bermain di bagian belakang mobil, sampai bisa gelar kasur segala!
Sementara soal tarikan, suami sampai lupa bahwa mobil ini berjantung diesel. Track lurus jalan tol dilalui dengan mantap. Tapi berhubung di belakang duduk ibu mertua, dan status mobil yang masih test-drive, maka jarum speedometer jarang beringsut menjauhi angka 110…
Di sekitar Gunung Tangkuban Perahu yang penuh dengan aneka rupa tanjakan, lagi-lagi Ford Everest membuktikan keunggulannya. Suami mengaktifkan gardan gandanya, dan mobil pun meluncur mulus tanpa kesulitan.
Minggu sore tanggal 2 Oktober rombongan kami telah kembali lagi ke Jakarta. Kali ini suami tidak dapat menjajal lagi keunggulan mesin Ford di jalan tol karena… macet. Sepanjang jalan tol, hanya beberapa kali saja mobil dipacu melewati 100 km/h. Selebihnya hanya berkisar di bawah 60 km/h saja, bahkan di beberapa titik sempat tersendat. Awalnya saya agak khawatir anak-anak menjadi rewel karena bosan, tapi begitu menoleh ke belakang… ternyata mereka sedang terlelap di atas hamparan kasurnya!
Hmmm… pakai mobil besar nyaman juga ya?
Wah si boss kesenengan baca artikel ngecap itu, dan langsung dia dikirim ke Ford. Lengkap dengan beberapa BELAS foto digital dokumentasi perjalanan dia sekeluarga.
Sebulan lewat, hari ini tau-tau temen gue manggil-manggil sambil ngasih liat majalah Tempo edisi minggu lalu.
“Nih gung, ada bacaan menarik buat elo…” katanya.
Begitu gue liat… whuaaaa… artikel ngaco itu dimuat sebagai iklan Ford! Ada beberapa perubahan di sana-sini, misalnya paragraf tentang mudik Lebaran dihapus dan anehnya tipe mobilnya berubah dari 4×4 ke 4×2… apa boss gue yang nggak mudeng perbedaan antara 4X4 dan 4X2 ya?
Hehehe… seandainya orang-orang Ford itu tau apa yang sebenernya terjadi di balik artikel itu ya….
Ini hasil scan artikelnya, klik untuk memperbesar gambarnya. Awas ukurannya mayan gede, 197kb.
mas agung….link-nya kok “oops!” ??mmm….ada dimanakah gerangan imagenya ?
hmmm….bosnya mas agung marah ndak saat tahu tulisan ini dibuat…?
aduh mas, saya cekikian terus baca ini tulisan, gombal banget yaks…
hihihihi… ngocak… :Dkira2 gimana tanggapan selanjutnya dari mereka yak..?
kayaknya bakal ada yang terima SP nih :p
gung lu jadi copy writer aja, artikel lu ngejual banget!
postingan ini jadi semakin sering ditengokin ya ..:)
Jadi Mas, setelah artikel ini di’ungkap’ lagi sama seseorang itu di marketing website, apa yg terjadi selanjutnya???huehehe…, Mas Agung ‘famous’ banget ya journal2nya :-p Abisnya suka posting yg unik2 dan luthu siyyyyyyy 🙂
ga tau. yang jelas catatan pengunjung posting ini jadi naik 🙂
Jadi Mas, setelah artikel ini di’ungkap’ lagi sama seseorang itu di marketing website, apa yg terjadi selanjutnya???huehehe…, Mas Agung ‘famous’ banget ya journal2nya :-p Abisnya suka posting yg unik2 dan luthu siyyyyyyy 🙂
hahahahaha
yaaaa… keduluan deh… suami g juga dah ditawarin… tapi kt blum sempet ambil tawarannya. tadinya klu jadi, gue jg mo minta tolong elo bikinin kesan pesannya, gung… hehehehehe…..
ohhh.. jadi itu tulisan kamu ya gung.. aku baca tuh di Tempo… berarti lumayan banyak diedit ya.. tapi yang gw inget banget sih tentang ibu mertua yang duduk di bangku belakang :))
hehehe, bukan…gue psikolog yang nyasar di divisi communication sebuah bank swasta 🙂
tulisannya mas agung kerenudah kaya wartawan profesionalatau emang mas profesinya wartawan ya ?maaf saya nggak tahu profesi aslinya mas ?
bayarannya kue lebaran yang waktu itu kali shant 🙂
emang bisa yah?kalo bisa mau juga sih, sambilan aja buat tambah2 beli beras…
hehehehe…. makasiiii…
mungkin akan berubah pikiran saat anak2 udah balita bahkan SD :-)tapi pindahnya ke Combi kali yak?
dapet bayaran dong harusnya …hehehetapi asli tuh, artikelnya enak dibaca, tanpa melihat apa yg terjadi di balik artikel yah ? :p
Hua ha ha ha Poll banget gung ….Nyambi jadi script writer di advertising aja sekalian, lumayan lho ….wah duh … ternyata ford everest itu yach …. :))(kalau orang ford baca blog ini pasti tampak tolol sekali mereka yach … :D)
hehehe … artikelnya “agung” banget … lucu, lucu …
huahahahaha………..jangan terlalu percaya ma iklan yak mending langsung test drive aja deh.mengenai quote, moga2 ngga berlaku buat gw, masih cintrong ma kodok mo gw tularin ke anak2.