
“Konstitusi yang akan dukung, bukan dukungan rakyat yang nggak jelas itu,”
kata Menko Polhukam Tedjo Edhy mengomentari aksi dukungan massa di kantor KPK. Akibatnya rakyat pendukung KPK tersinggung, karena merasa dikatain ‘nggak jelas’ oleh Pak Menteri.
Padahal belum tentu yang dimaksud ’nggak jelas’ adalah rakyat loh!
Coba perhatiin kalimatnya: “bukan dukungan rakyat yang nggak jelas itu”. Kata-kata sesudah ‘yang’ adalah keterangan. Masalahnya, obyeknya ada 2: ‘dukungan’, dan ‘rakyat’. Jadi, keterangannya untuk obyek yang mana?
Contoh kalimat lain:
“Hari ini Pak Yanto naik mobil istrinya yang baru.”
“Yang baru” dalam kalimat tersebut bisa dua, bisa mobilnya, bisa istrinya.
Buat yang kenal langsung sama Pak Yanto, bisa tahu persis apakah istrinya atau mobilnya yang baru. Buat yang nggak kenal, interpretasi bebas yang bermain. Biasanya, interpretasi atas informasi yang kurang jelas, mengarah pada hal yang lebih ‘menarik’. Orang beli mobil baru itu biasa, tapi punya istri baru? Banyak yang bisa digoreng:
- kenalnya di mana?
- cantik nggak?
- istri lamanya tau nggak?
- anak-anaknya tau nggak?
- pake cekcok nggak?
- resepsinya gede-gedean nggak?
- dst
- dst
- dst
Sama seperti ucapan Menteri Tedjo: kalau diinterpretasikan sebagai ‘dukungan yang nggak jelas’ maka ucapan itu nggak akan jadi berita. Memang dukungannya nggak jelas, maksudnya nggak ada yang mengatur, nggak terikat dalam organisasi tertentu, dan nggak ada panitianya. Tapi kalo diartikan sebagai ‘rakyat yang tidak jelas’, nah ini baru bahan berita. “Menteri kok ngatain rakyaknya nggak jelas, menteri macam apa itu?” begitulah kurang lebih sentimen yang melatarbelakangi berita ini. Apalagi Menteri Tedjo orang partai: perlu berusaha lebih keras untuk membuktikan diri bisa kerja dan bukan sekedar nempatin jatah koalisi.
Kesimpulannya?
Rajinlah belajar bikin struktur kalimat yang bener, biar kalo suatu hari nanti jadi menteri nggak dibikin meme:

Sumber:
- Berita Detik.com
- Berita Merdeka.com

Ada komentar?