“Bukunya lebih keren daripada filmnya!” biasanya gitu komentar orang setelah nonton film yang diangkat dari buku. Ada banyak faktor yang bikin komentar kayak gini muncul, salah satunya adalah: film berusaha menyamai bukunya 100% plek. Padahal dimensi waktu di buku seringkali jauh lebih panjang dari yang bisa ditampung dalam durasi sebuah film. Akibatnya alur film jadi terasa aneh saking banyaknya hal yang ingin ditampilin.
Untungnya, film ini berhasil lolos dari jebakan itu.
Naskah yang ditulis oleh Adhitya Mulyabikin perubahan-perubahan dari alur asli bukunya, antara lain dengan menarik kemunculan tokoh Sinta lebih awal dan memparalelkannya dengan cerita tentang Tata dan Rahmat. Hasilnya, alur cerita yang lebih dinamis dan enak ditonton.
Eh, sebentar: gue perlu jelasin dulu apa tema film ini kali ya?
Film ini diangkat dari buku karya Ninit Yunita yang pernah gue review di posting yang ini. Ceritanya tentang sepasang suami istri, Rahmat (Reza Rahadian) dan Tata (Acha Septriasa) yang galau karena udah cukup lama kawin tapi belum juga punya anak. Karena saking ingin segera hamil, Tata jadi terobsesi sama test pack dan keranjingan beli aneka jenis test pack. Itulah asal-usul judul film ini, jadi jangan ‘terkecoh’ ya! Kenapa gue bilang gitu, karena ada beberapa orang yang ogah nonton karena mengira film ini bertema komedi porno. Ini gue lihat di mention twitter sebuah akun pengamat film, dan ada juga temen gue yang berkomentar seperti itu. Runutan persepsinya barangkali: test pack = kehamilan = seks = porno. Padahal film ini sama sekali bukan film porno, bener deh!
OK lanjut: sementara itu, tersebutlah Sinta (Renata Kusmanto) mantan pacar Rahmat yang baru aja dicerai suaminya karena terbukti mandul. Sebuah insiden mendekatkan Sinta kembali kepada Rahmat, yang di saat bersamaan sedang mengalami masalah besar dengan Tata.
Film ini adalah film tentang orang-orang biasa. Rahmat dan Tata adalah pasangan suami istri biasa-biasa aja, yang menghadapi The Second Big Question* seperti jutaan pasangan lain di dunia. Nggak ada dramatisasi yang berlebihan, juga nggak banyak adegan berurai air mata yang ‘terlalu berusaha keras’ untuk bikin penonton mewek. Tapi justru itu yang bikin film ini beda.
Satu hal yang langsung menarik perhatian gue adalah adegan makan malam Rahmat dan Tata di bagian awal film. Rahmat baru pulang kantor, menemukan Tata yang baru selesai masak. Mereka ngobrol, saling goda, dan diakhiri dengan main kejar-kejaran keliling rumah. Nampak sederhana karena seperti hal-hal yang biasa dilakukan sepasang suami istri, tapi gue yakin prosesnya nggak segampang itu – karena mereka bukan suami istri betulan! Maksud gue: kerja keras Monty Tiwa sebagai sutradara serta kerja sama Reza dan Acha berhasil banget mengolah jalinan emosi di antara mereka sehingga menghidupkan Rahmat dan Tata menjadi nyata. Walau, nggak bisa dipungkiri, poni si Reza itu ganggu banget.

Sedangkan Acha, secara umum OK, aktingnya bagus, orangnya juga manis. Tapi ada satu hal yang… yah, sebenernya bukan salah dia sih, tapi terus terang kadang-kadang ekspresinya nampak creepy. Simak deh adegan waktu Tata dan Rahmat lagi ngobrol di tempat tidur tentang temennya yang bernama Dian. Saat Tata mengucapkan kata “Dian” sambil nyengir lebar, gue tuh langsung yang “Aww… Sh*t, are you related to The Joker or what?!”
Tapi seperti biasa, gue selalu tertarik pada para pemain pendukung. Renata Kusmanto sebagai Sinta bikin penonton (dalam ini gue, tentunya) jatuh hati. Digambarkan sosoknya adalah perempuan yang tegar, nggak gampang mewek walau dizolimi mertua dan suami, sekalipun berprofesi sebagai foto model termahal di Asia tapi tetap sederhana nggak banyak cing-cong dan nggak pecicilan. Adegan menariknya adalah waktu Sinta dateng pagi-pagi ke rumah Rahmat, ngeberesin cucian dan masakin sarapan. Digambarkan dia kayaknya nggak terampil-terampil amat ngurus rumah, tapi dia berusaha. Dan satu hal penting lagi: gue sangat curiga di adegan tersebut dia pake G-String.

Akhir kata, ini film ringan yang nggak kacangan, menghibur tapi juga punya pesan.
*yaitu adalah “Kapan punya anak?” setelah “Kapan kawin?”
Foto-foto gue comot dari:
Gw suka banget sama Acha. Mungkin satu2nya alasan gw bakal nonton film ini ya karena ada Acha. Kalo Itu yang di foto atas, ekspresinya kayak lagi orgasme ya?
Aku kelewatan film ini. Aku nunggu-nunggu ternyata film ini udah hilang di bioskop Surabaya :((
uhuiiii makasih review nya, suka tuh sama reza rahadian, hmm aslinya cool gak tuh orang hehe
Sama – sama. Aslinya gak tau deh ya, cool apa enggak. Tergantung apakah abis dimasukin kulkas atau enggak *krik
udah baca bukunya.. asik.. blom nonton, tunggu ada subtitle deh..
yang bilang film ini saru orang luar kah?
Yg komen d twitter sih orang indonesia, cuma nggak tau tinggalnya d mana. Tp biasanya yg komen gitu memang kurang ngikutin perkembangan film Indonesia
udah nonton. yang bikin ngakak itu yang ada mbak2 hamil terus rahmat nanya, itu hamil apa kekenyangan? kok buncit? sama mbak2 di jawab : menurut ngana??? asli kocak banged =))
Trus abis itu di ruang dokter Rahmat nggeratak smp dokternya senewen 🙂
Film Indonesia kalau sudah ada reviewnya begini biasanya saya baru lihat. Terima kasih mas Agung.
Sama2. Jgn lupa nonton film rayya juga ya
Itu namanya polem. Poni lempar.
Dan btw, aku masih heran aja dengan fakta ada yang memention di twitternya bahwa Testpack itu film saru. Itu orangnya tinggal di LN kah?
Ah, tapi aku aja ngerti novel Test pack, kok. Jiaah. Ujung2nya taking credit aja. Anyway, kesimpulanku sih yang bercomment miring soal Test Pack tersebut adalah mereka yang jarang ke toko buku. Mungkin karena lebih sibuk ngupdate status atau ng-tweet.
Enggak tau tinggalnya di mana. Soal poni, yg bikin lbh senewen lg adl krn sepanjang film jarang sekali dilempar.
review2nya Mas Agung selalu TOP. Jadi pengen banget baca bukunya n nonton filmnya..sayangnya disini ga ada..hiks…
Nanti kalo udah keluar dvdnya boleh kok nitip untuk minta dikirimin 🙂
asiiiiiiik…. Makasih Mas Agung 😀
jujur aja, pas gw kuliah, rambut gw kayak Rahmat hehe…
Trus gimana, bisa melihat ke depan dg lurus gak?
kepala gw sich agak miring dikit, Gung hehe….
lupa namanya..ternyata Acha ya…
acha acha acha …*gelengindia*
Acha yg acha (asal jgn nyengir)
Harley Quin?
Acha itu khan emang dasarnya bentuk bibirnya agak lebar
jadi ya klo ngomong seolah sedang senyum (apa nyengir ya) yang lebar juga
tapi tetep manis kok dia 😀
Iya, manis kok. Cuma di momen2 tertentu aja suka rada ngagetin
Belum nonton filmnya euy, penasaran juga.
Ternyata judulnya itu bisa bikin tanda tanya ya, hehehhehe
Ayo buruan nonton mumpung masih ada di bioskop!
Hehehhe ntar aja deh mas, beli DVDnya aja…
bahahahahahahaha… setuju sama filmnya yang bagus dan menyenangkan, tapi lebih setuju lagi sama rambutnya Rahmat yang gengges berat sepanjang film -______- udah ganteng2 tapi poninya gantung -____-
dan iya, aktingnya acha juga bagus walau menurut gue mukanya kemudaan untuk ukuran kawin 7 tahun… dan pada beberapa angle emang senyum atau bentuk mulutnya jadi lebar banget, kotak gitu bentuknya (apalagi kalo nangis – dulu paling kentara waktu nonton fil, LOVE). Which is not her fault of course, but…
sudahlah tak usah dibahas lagi 😆
oh, dan cameo Poppy Sovia dan Agung Hercules nggak perlu banget -_-
Poppy sovia emang agak mubazir kl cm gitu doang. Tp agung hercules lumayan lah, kocak 🙂
jadi penasaran
*komen standard
Segera saksikan di bioskop kesayangan *respon lbh standar
*mutung*
*komen mule OOT*