“Bener nggak sih, berdasarkan hasil scan sidik jari kita bisa mengetahui potensi kecerdasan seseorang?”
Pertanyaan sejenis udah beberapa kali ditujukan kepada gue. Berhubung selama beberapa tahun terakhir kerjaan gue lumayan jauh dari dunia psikologi, maka gue cuma bisa jawab, “Entah ya… yang jelas sih di kampus psikologi dulu nggak pernah ada pelajaran yang menghubungkan antara sidik jari dan kecerdasan”.
Eh kebetulan malem ini BB group temen-temen alumnus psikologi lagi rame ngomongin si Fingerprint Test ini (selanjutnya gue tulis FPT). Maka penasaran gue atas FPT ini terbangkitkan lagi, dan mulailah gue menjelajahi google.com untuk menemukan jawabannya.
Ini hasil penemuan gue:
Klaim para penyedia jasa FPT
FPT mampu mengukur:
- Potential Learning Power
- Kemampuan otak kiri dan kanan
- Komposisi Kecerdasan: Logika Matematika, Logika Bahasa, Spasial-Visual, Musik, Kinestetik, Intrapersonal, Interpersonal dan Naturalistik.
- Komposisi kemampuan berpikir vertikal, horizontal dan abstrak
- Alokasi gaya belajar: Visual, Auditory, Touch
- Conscious dan Subconscious.
Dasar teoritisnya adalah bahwa sidik jari terbentuk saat janin berusia 23 minggu dalam kandungan, di periode yang sama dengan pembentukan sejumlah organ vital pada manusia. Karena terbentuk di periode yang sama, maka sidik jari mampu menggambarkan potensi dasar manusia.
FPT didasarkan pada ilmu bernama Dermatoglyphics (yang kalo diterjemahkan dari bahasa latin berarti “ukiran pada kulit). Dermatoglyphics tidak berhubungan dengan Palmistry (ilmu ramal garis tangan). Palmistry adalah psudoscience (ilmu boongan, tidak mengikuti kaidah ilmiah) sedangkan dermatoglyphics didasarkan pada riset ilmiah. Buktinya adalah, pada anak-anak yang menderita down syndrome (salah satu jenis sindroma keterbelakangan mental), ada pola sidik jari yang khas. Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa pola sidik jari juga mampu meramalkan aspek-aspek lainnya dalam intelegensi manusia.
FPT mampu mengidentifikasi kecerdasan seseorang berdasarkan 8 ranah Multiple Intelligence yang dicetuskan oleh ilmuwan Howard Gardner.
Gue juga menemukan salah satu MPer yang memposting hasil laporan FPT atas anaknya di sini (link mati), dan bagaimana dia kemudian menerapkan pola pendidikan yang disesuaikan (link mati) dengan laporan FPT tersebut.
Pendapat kontra FPT
Di milis nakita, ada tanggapan yang cukup panas dari seseorang bernama Adi D Adinugroho, MA, Ph.D, yang ternyata adalah seorang MPer (link mati), menanggapi heboh orang-orang soal FPT. Lengkapnya bisa dibaca di sini (link mati), tapi gue kutip sebagian jawabannya:
“Kalau lihat info yang diattached koq ngoprek teori multiple intelligences. ..weeh ya piye ya ngejawabnya hehehe..wong landasan dasar pemahamannya ttg intelligence sudah ngawur hehehe capeek deeey …daku ogah ngoprek MI lagi ah..bosyen bin eneg..hehehe. Sama aja ini dengan aliran ngeramal garis tangan itu loh…hehehe. ..personally ya saya sih bilang itu metode pepesan kosong. Karena nggak ada riset EBP yang membuktikan adanya keterkaitan antara garis tangan dengan kemampuan anak untuk belajar, intelegensi, apa lagi untuk prediksi kondisi kekhususan.. .edun aja…ngapain dong kalau gitu ada beragam bidang ilmu kedokteran, psikologi dan pendidikan kalau emang semua bisa dilihat dari garis tangan…mending berguru sama mbah Marijan aja mesisan…gitu. ..=). Jangan dicampur campur antara EBP dan Non EBP ntar bisa mumet dhewe.”
MPer lain bernama Julia Van Tiel juga pernah memposting hal yang sama, dan ditanggapi oleh Bu Adi tersebut di sini (link mati). Serunya, kayaknya ada seorang ‘penjual’ FPT yang coba-coba membela FPT di jurnal tersebut, tapi menggunakan cara yang salah yaitu dengan bikin account nggak jelas. Wah, tanggapannya malah makin sadis!
Intinya, kalo gue simpulkan dari berbagai narasumber di web tentang FPT dan Dermatoglyphics ini, maka faktanya adalah:
Howard Gardner, sang pencetus teori Multiple Intelligence sendiri belum pernah mengembangkan alat untuk mengidentifikasi 8 ranah intelegensi yang ada dalam teorinya itu. Artinya, dia belum menetapkan standar yang terukur, seperti apa orang dengan kecerdasan musikal, intrapersonal, interpersonal, dll. Nah, kalau yang punya teori sendiri belum menetapkan standar pengukurannya, bagaimana mungkin ada pihak lain yang mengklaim bahwa dagangannya mampu mengukur teorinya Howard Gardner?
Sedangkan kalo menurut analisis bego-begoan dari gue, kalaulah memang bener FPT ini mampu mengukur potensi dasar seseorang, artinya potensi yang dibawa seseorang sejak lahir, maka tes ini nggak ada gunanya dan sangat besar kemungkinan ngelesnya.
Nggak ada gunanya, karena perkembangan kemampuan aktual seseorang adalah hasil perpaduan antara potensi dasar seseorang dengan hasil pembelajaran yang diterimanya seumur hidup. Biarpun seseorang dilahirkan dengan potensi talenta musik setinggi langit, tapi kalo dia dibesarkan dalam lingkungan yang sama sekali nggak pernah memberikannya pengayaan pengalaman di bidang musik, ya dia nggak akan bisa jadi musisi ulung. Pengaruh lingkungan (meliputi gaya pendidikan orang tua, stimulus, kualitas pendidikan di sekolah, dsb dsb) punya pengaruh yang besar, kalo nggak bisa dibilang dominan, dalam pembentukan kemampuan aktual seseorang. .Jadi, buat apa pusing soal potensi?
Besar kemungkinan ngelesnya, karena kalo ternyata hasil tesnya bertolak belakang dengan kondisi si anak (misalnya laporan menyebutkan kemampuan musikalnya tinggi padahal kenyataannya si anak bacain pancasila aja fals) maka si penyedia layanan FPT bisa dengan santainya ngeles: “Oh itu karena pola pendidikan yang diterima anak Anda selama ini kurang tepat”. Sebaliknya, kalo ternyata tepat, maka mereka bisa mengklaim, “tuh, bener kan, alat tes kami memang akurat!”
Kesimpulan akhirnya, sampe detik ini gue sih masih belum rela ya, keluarin duit sampe 1,5 juta perak untuk ngerasain dites menggunakan FPT. Bagaimana dengan kalian?
Posting blog lainnya yang juga skeptis terhadap FPT bisa dibaca di sini(link mati).
Gambar sidik jari gue pinjem dari sini
Alhamdulillah, dapat pencerahan..*sempet “ngiri” sama temen yg sudah FPT anaknya dg biaya 1 juta lebih..kapan nih bikin ulasan tentang Otak Tengah,mas?tak tunggu ya..*wink
TFS, Mas… Sempat penasaran dng test ini, biasa deh, emak2 yg pengen tahu segala potensi anaknya.Bahas ttg otak tengah dong… Apaan lagi sih tuh???
sama…..gak jelas banget >.<!–
setujuuuuu..
Mencerahkan bgt. Tfs Pak. 🙂
Berarti tetep dari ortuny aja kali ya? No matter what. Hehe
ada2 aja cara orang nyari duit :))
baru tau ada tes FPT ini…maklom kurang gawuul…
makasiiih akhirnya tercerahkan
wah jangan dicopas sekarang. tunggu edisi berikutnya bakal keluar tentang otak tengah.
Ah, tulisan macam ini yg saya tunggu2.. Ijin copas ya, utk sebar di milis kantor. Kmrn para ortu di kantor saya smpt heboh soal FPT ini..
hihi, iya.aku masih inget jurnal m’Tria yang itu.yang mana malah aku jadi membelokkan masalah ke soal dosen ganteng itu, kan? :p
sebetulnya bener kok.kalo orang disuruh periksa sidik jari jempol, lalu ngasongin jari kelingking, maka kemungkinannya kalau intelegensinya nggak jeblok, itu orang diperintah orang sunda sementara ia cuma bisa berbahasa swahili.
jadi penasaranmisal ada anak (yang misal sudah juara matematika dunia) trus pura2 di test ini kira-kira hasilnya apa ya..misal ternyata hasil test si anak cocoknya harus ahli di bidang musik (pdhl tuh anak gak bisa main musik).pastinya akan dibilang pola pendidikannya salah…lah kalo pola pendidikannya salah, kenapa dia bisa jadi juara matematika ??trus yang menentukan salah tidaknya pendidikan yg diarahkan ke anak siapa ?apa ada jaminan dari si penyedia test itu kalau kita ngikutin pola yang disarankan trus si anak menjadi seperti hasil test-nya ?
Wah Mas Agung saya jadi seneng banget niy, saya bukan psikolog seperti mas agung dan cuma ibu rumah tangga biasa tapi tanggapan saya ttg FPT dan contohnya kok mirip yg mas agung kasih, cuma saya ngga nambahin si empunya teori apa itu. Berarti kalo saya yg org biasa aja bs mempertanyakan hal itu, tentunya dasar test itu mungkin tidak kuat. Ijin link ke blog saya ya mas agung…tx
Hihi sama kayak tria, termasuk salah satu korban. Waktu itu lebih ke penasaran aja. Pas penganalisanya menjelaskan, mulai deh rasanya ga percaya.
tetep ya yg penting tindak lanjutnya, seringkali kan orang tuh ngikutin anaknya test ini itu tapi gak ditindaklanjuti gimana biar potensinya lebih berkembang1.5jt buat test ginian ? mending duitnya buat kursus macem2 aja (yg biasanya 10x pertemuan), ntar kan bakalan ketahuan anaknya lebih berminat dimana, mayan dapet pengalaman juga(menyulam, renang,bhs inggris,karawitan dll)
sama, gue masih gak percaya ama test ini
Waktu gw tanya Mbak Ina ’88, dia bantuin browsing2 info FPT krn dia pun idem kek kita, ga pernah belajar ginian. Baca2, bahas bareng… Kesimpulannya, ya gitu deh… *Hehe, ga jelas ^_^*Tfs, Gung…
…jujur, baru kali ini saya mendengar urusan sidik jari dikaitkan dengan IQ….rasanya tidak logis….salam….
gw dapet tawaran cuman 20 ribu perak, testnya berjamaah, yang adain Ayahbunda. eniwei makasih opininya, buat masukan besok hari Minggu ikut seminar kaya ginian hahahahaa
Berarti yg hebat bukan hasilnya, bukan metodenya.. Tapi IKLANnyaaa!! *korban analisa sidik jari yg 75ribu*