Planet 51

Gue tertarik nonton film ini karena ngeliat trailernya, yang menggambarkan sebuah planet yang heboh karena kedatangan manusia. Ide dasarnya menarik, yaitu kali ini kita yang jadi alien di planet lain. Gue tadinya berharap ide dasar yang unik itu bisa berkembang jadi film yang unik juga. Sayangnya: enggak.

Awalnya cukup menjanjikan, karena film ini udah ngasih gambaran tentang betapa terbatasnya pengetahuan penduduk planet 51 tentang dunia angkasa luar. Mereka digambarkan hidup rada terbelakang, masih berkhayal bahwa yang namanya alien itu adalah makhluk-makhluk jahat bermata satu yang gemar bikin onar. Dasar cerita ini sebenernya potensial untuk berkembang jadi konflik yang menarik ketika tiba-tiba muncul astronot bumi bernama Chuck yang boro-boro mau bikin onar, dia sendiri terkaget-kaget melihat planet yang berdasarkan laporan cuma berisi batu ternyata dipenuhi makhluk berperadaban.

Sayangnya, setelah pembukaan yang bagus itu cerita seperti mengendor karena upaya penyelamatan yang dilakukan sekelompok penduduk planet 51 terasa terlalu berpanjang-panjang. Gue juga nggak ngeliat adanya solusi yang cukup kreatif untuk mengatasi problem si astronot Chuck yang kebingungan karena tiba-tiba jadi buronan nasional. Bukannya memadatkan cerita dengan adegan kejar-kejaran seru antara pihak militer planet 51 vs astronot Chuck, film ini malah kebanyakan menyelip-nyelipkan adegan yang terasa maksa, seperti sempet-sempetnya Chuck jadi mentor bagi Lem, salah satu penduduk planet 51, untuk mendekati gadis pujaannya.

Untungnya masih ada tokoh anjing Alien dan robot Rover yang tingkahnya lumayan menyegarkan, tapi selebihnya gue harus berjuang keras untuk membuka mata di sepanjang film – dan beberapa kali gagal melakukannya.

Poster film gue pinjem dari situs wikipedia.

21 comments


  1. mbot said: Waduh Vina, mohon maaap kalo selama ini merasa replynya jarang ‘diwaro’. Sebenernya gini: dulunya waktu baru join multiply, gue kerja di sebuah kantor yang… yaaah… boleh dikatakan punya banyak waktu luang, sehingga setiap kali ada reply bisa langsung direply dalam hitungan detik. Kondisi seperti itu sebenernya yang paling asik; begitu ada reply baru, langsung bales – apalagi sistem multiply kan memungkinkan reply baru langsung muncul tanpa perlu merefresh halaman. Nah sekarang, waktu untuk nongkrong di depan komputer hanya kalo di rumah aja, karena kerjaan di kantor yang sekarang nggak memungkinkan untuk disambi berbalas reply. Akibatnya, saat malem sampe di rumah, reply yang ada udah kadung numpuk, rasanya mata siwer duluan ngeliat deretan reply-reply itu. Ditambah lagi keterbatasan waktu kadang membuat gue harus memilih apakah akan membalas reply, atau menuliskan posting baru yang serasa udah meluap minta disalurkan ke keyboard. Seringkali gue memilih yang terakhir, karena takut keburu lupa. Begitu lho ceritanya. Tapi kalo gue pas lagi libur atau punya banyak waktu, perhatiin deh, pasti reply2 yang muncul akan langsung ‘diwaro’. Demikian jawaban gue khusus untuk Vina (sambil belaga nggak baca reply provokatif dari pembaca yang satunya lagi).

    Nah begitulah jeng vina penjelasannya, sudah maklum ya.Oh ya, lain kali jangan ragu-ragu ngisengin mbot dengan memberikan pertanyaan yang menggugat di reply.Pasti nanti direply panjang.Seru kan?


  2. revinaoctavianitadr said: iyaaaaaa …Sebenernya aku udah lama pengen nanya juga ke m’Agung niy, m’Denny. Secara kan kadang-kadang aku penasaran juga apa jawaban m’Agung atas apa yang udah aku tulis.Tapi beuh, ternyata emang lebih sering enggak di-waro-nya.hikse … :p

    Waduh Vina, mohon maaap kalo selama ini merasa replynya jarang ‘diwaro’. Sebenernya gini: dulunya waktu baru join multiply, gue kerja di sebuah kantor yang… yaaah… boleh dikatakan punya banyak waktu luang, sehingga setiap kali ada reply bisa langsung direply dalam hitungan detik. Kondisi seperti itu sebenernya yang paling asik; begitu ada reply baru, langsung bales – apalagi sistem multiply kan memungkinkan reply baru langsung muncul tanpa perlu merefresh halaman. Nah sekarang, waktu untuk nongkrong di depan komputer hanya kalo di rumah aja, karena kerjaan di kantor yang sekarang nggak memungkinkan untuk disambi berbalas reply. Akibatnya, saat malem sampe di rumah, reply yang ada udah kadung numpuk, rasanya mata siwer duluan ngeliat deretan reply-reply itu. Ditambah lagi keterbatasan waktu kadang membuat gue harus memilih apakah akan membalas reply, atau menuliskan posting baru yang serasa udah meluap minta disalurkan ke keyboard. Seringkali gue memilih yang terakhir, karena takut keburu lupa. Begitu lho ceritanya. Tapi kalo gue pas lagi libur atau punya banyak waktu, perhatiin deh, pasti reply2 yang muncul akan langsung ‘diwaro’. Demikian jawaban gue khusus untuk Vina (sambil belaga nggak baca reply provokatif dari pembaca yang satunya lagi).


  3. dbaonkagain said: nah itu juga pertanyaan menarik : kenapa agung malas ngereply?

    iyaaaaaa …Sebenernya aku udah lama pengen nanya juga ke m’Agung niy, m’Denny. Secara kan kadang-kadang aku penasaran juga apa jawaban m’Agung atas apa yang udah aku tulis.Tapi beuh, ternyata emang lebih sering enggak di-waro-nya.hikse … :p