Sama seperti Ida, satu-satunya alasan mengapa gue tertarik nonton film ini adalah karena banyak komentar-komentar yang menentangnya. Presiden PKS Tifatul Sembiring sampe merasa film ini perlu dikoreksi. Daripada ntar makin rame dan filmnya keburu ditarik dari peredaran, maka bela-belain lah kami ujan2an nonton di Kalibata Mall, kemarin malem. Apa iya sih, film ini melecehkan Islam?
PBS bercerita tentang Annisa (Revalina S Temat), seorang santri yang punya pemikiran2 ‘radikal’ untuk ukuran lingkungannya yang sangat konservatif. Annisa mempertanyakan kenapa banyak aturan yang membedakan laki-laki dan perempuan. Misalnya, saat dilarang naik kuda, Annisa mempertanyakan, ‘ Aisyah aja di jaman nabi boleh naik kuda, kenapa saya nggak boleh?’
Walaupun terus berusaha menentang dan memberontak, akhirnya annisa harus menyerah pada ‘kodrat’ sebagai perempuan: kawin dengan laki-laki yang belakangan ketahuan brengsek, dan dihukum rajam oleh masyarakat waktu ketahuan lagi berduaan sama pacar lamanya.
Salah satu tokoh (gue lupa siapa) yang gue liat berapi-api menghujat film PBS bilang, “Film ini menyesatkan, karena menggambarkan Islam diskriminatif thd perempuan, sampe naik kuda aja nggak boleh. Padahal di jaman nabi, Aisyah juga naik kuda” Gue langsung inget ucapan ini waktu di film tokoh Annisa juga mengucapkan hal yang sama. Kesimpulan gue: (1) yang menghujat belum tentu udah nonton filmnya, dan (2) film ini bukannya dengan sengaja mau merusak citra Islam.
Yang gue tangkep justru film ini mencoba menggambarkan orang yang bersikap kritis pada orang yang bikin aturan2 keras dengan mengatasnamakan agama, sementara aturan2 itu mungkin bias dengan faktor budaya atau keyakinan diri masing2. Sedangkan kalo ada beberapa hal yang menyimpang dari ajaran Islam yang sebenernya, yah maklum aja: ini kan film fiksi, bukannya pelajaran agama. Dia cuma mau jualan cerita drama, yang kebetulan settingnya di pesantren – bukannya mau berdakwah Islam.
Sebagai film, gue cukup salut sama film ini, karena berhasil bikin gue bertahan nggak ketiduran hingga kurang lebih 3/4 film. Padahal gue bukan penggemar film drama dan motivasi nontonnya juga cuma karena penasaran sama hujatan orang. Gue ngeliat adegan2 dalam film ini dikemas secara efisien, nggak kebanyakan penjelasan verbal – penonton disuguhi adegan dan disuruh mikir sendiri artinya apa. Warna-warnanya juga bagus, sudut pengambilan gambarnya pas. Revalina S Temat aktingnya bagus dan cakep bener dijilbabin. Jilbaban beneran aja napa, neng?
Kelemahannya, secara plot utama film ini banyak mengingatkan gue pada film2 tahun 70an yang tokohnya nggak abis2nya ketiban sial. Asal seneng dikit sial lagi, seneng dikit sial lagi, gitu terus. Apa iya cerita kaya gini masih laku di era millennium baru sih? Udah gitu endingnya juga bikin gue bilang, ‘heh, udah nih, gini doang?’ Kayaknya kurang lega, gitu.
Maka dengan mempertimbangkan kelebihan dan kekurangannya, maka cukup bintang 3 aja dari gue. Dan soal tuduhan memojokkan Islam, selama penontonnya tetep inget bahwa ini adalah film fiksi dan bukan ceramah agama, maka gue yakin semua pihak akan baik2 aja.
btw, istri gimana sih nyarinya, lha ini banyak foto poster PBS :-))
bener mas si Aisyah dari dulu sampe sekarang juga naik kuda… ;p
iya bener…. endingnya kurang nendaaaaaaaaaaaaaaang
Belum ada film Indo yg dibreidel krn “melecehkan islam” kali? makanya begitu keluar film bernafas Islam, langsung deh.. he..he.. ikutan Belanda & neg2 lain dong.. 😀
tfs ya Gung…aku blum nonton, semoga nanti ada rejeki ya…
heuheu…mas Agung, aku juga baca yang review film ini beragam banget. Akhirnya jadi pengen nonton beneran :))komentar tentang revalina saya link ke blognya (ngikut Kang Deni yang ngelink ke Hanung )
semakin dihujat, semakin banyak yg tertarik pengen nonton… (termasuk gw)Lumayan tuh buat produsernya…. promosi gratisssss!!!
ngikik sendiri …
Selain nggak nonton, mungkin para penghujat itu nontonnya nggak khatam… hehehe… Baru 10 – 15 menit nonton langsung keluar bioskop, karena mengira seluruh interpretasi tentang Islam sudah ditampilkan. Soalnya mereka belum sampai pada bagian Islam progresifnya ;)Filmnya menurut gw quite OK, apalagi kalau gw bandingkan dengan bukunya… hehehe… Buat gw, bagian lebay-nya justru di setengah film terakhir, Gung, pas mulai Annisa pulang ke pesantren 🙂
Nah… setuju banget nih, film ini nggak manjain penontonnya dengan menjabarkan jawaban di setiap pertanyaan yang ada. penonton disuruh mikir sendiri jawabannya. Truss untuk semua hujatan itu, sama aja mereka semua kayak para kiayi di pesantren itu… kolot!! (oops mind my emotion).Ada lagi yang bilang film ini feminis. bagian mananya sih??Giliran masyarakat protes sama peraturan pornorafi mereka dibilang kurang pendidikan agama. Tapi, giliran ada yang mencoba memberikan pendidikan agama dengan cara seperti ini, masih juga dibilang salah. Apa ya maunya mereka itu??duh… kok jadi kesel gini ya??
tetep males nonton mbooooottt..:p
hehehe saya berbeda dengan mas nihga papa kan yah :psoalnya saya ga secerdas penonton yang lain :p
kayak donal bebek dong… sebentar2 sial :))
Gw nontn jan pertngahan silam n protes! Sah-sah aja yg beda pendapat trgantng sudt pandangnya dr mana.
Wah belum sempet n0nt0n ni..
nunggu torrentnya ajahhhhhhhhhhhh..kalo di Padang, antusiasme masy ga begitu bagus thd film ini. laskar pelangi, trus dulunya Eiffel i’m in love..nnnah itu mantaaaap antrian desak2an gitu.kurang greget aja…
lah istri elo kan google nya di cooking area mbot mangkanya gak nemu hahahaa
@ erikar: kalimat retorik apa artinya? Ak ga tau, makash
wah belum sempet nonton nih
Pengen nonton, tapi belum sempat…Tapi, sementara ini saya setuju dengan saran dari MUI tentang film ini…. Lebih lanjut, saya pengen konfirmasi dengan nonton sendiri…
Biasalah..Penganut agama yang kurang terdidik memang sulit menerima perbedaan pola pikir. Sekalipun itu sesuai dengan kenyataan.Lebih sering ngumpet di belakang kalimat retorik.
mau nonton….mau nontoh….*nyanyi*makasih om… baru dapat nih reviewnya dari om…
reviewnya gue link di mp-nya hanung
tambahin alamat facebooknya dong
wah.. mesti nonton, nih :)hatur nuhun reviewnya, bang
Hahahaha, gituw ya Mas, si Mbot mo dijadiin film, ck ck ck, kerennnnn banget! *ssssssst, ditanyain Mba Dee tuh naskahnya* :-p
iya apa kata deddy mizwar..satu hal lagi..:Dperspektif menarik dari sebuah sudut pandang..:dfilm is film..namanya aja film..:D suka2 yang bikin..:D
“Deddy Mizwar, aktor senior yang juga berstatus Kepala Badan Pertimbangan Perfilman Nasional misalnya meminta agar keberadaan film Perempuan Berkalung Sorban ditinjau ulang. Deddy Mizwar juga mengaku telah mendapat dukungan sejumlah pihak dalam memprotes film tersebut. ”Saya sempat di SMS oleh Pak (Chaerul) Umam yang juga mendukung agar film ini bisa ditinjau ulang,” kata dia.Sikap Deddy ini didukung juga oleh sineas senior Misbach Yusa Biran. Misbach menyebut film garapan Hanung Bramantyo tersebut sebagai propaganda buruk terhadap pesantren.”Saya tidak bisa menahan diri,” tulis Misbach. ”Inti cerita Perempuan Berkalung Sorban ini menurut saya sangat merugikan Islam dan merupakan propaganda buruk tentang pesantren.” “dari google tuh mas Agung 🙂
memang strategi marketing paling ampuh adalah kalo filmnya dihujat. nanti kalo ocehan si mbot dibuat film, ima jangan lupa menghujat paling kenceng ya!
oh ya? apa kata deddy mizwar?
yah harapan gue dengan nulis review ini sih semoga orang2 yang menhujat berkenan nonton filmnya dulu sebelum ikutan menghujat :-))
Duuuuuuuuuuh, kudu cepet2 nonton film ini, takut entar dibreidel beneran, huhuhu…TFS it here, Mas 😀
yang juga meng-kritik, Dedi Mizwar, abis nonton film itu juga kayanya.
kompakan nih ama istri, sama2 bikin reviewnya.TFS Mas…jadi tahu komentar dari macem2 pihak…emang jadi penasaran pengen nonton langsung 😀
hehehe penasaran ya… nggak tau deh, kayaknya belum. mungkin nunggu kalo VCD originalnya udah keluar kali
udah ada yang ng-upload via torrent belon ya, Gung? 😀