Nggak nyangka deh, my-indonesia.info, situs lucu-lucuan yang gue review di sini, ternyata mengundang reaksi yang heboh di jagad blog.
Gue baru tau tentang keberadaan situs ini kemarin, tapi rupanya dia udah rame jadi omongan para blogger sejak kurang lebih minggu ke dua Desember 2007. Hari ini gue googling dengan keyword “my-indonesia.info” dan hasil pencariannya mencapai 36.300 halaman! Untuk sebuah situs yang barusan diluncurkan, ini luar biasa. Tapi sayangnya, hasil pencarian teratas didominasi oleh posting para blogger yang intinya mempertanyakan pertanyaan yang sama dengan gue,
“Serius loh, bikin website sampe ngabisin ongkos 17.5 M?!”
Tadinya gue mau mengkompilasi semua posting yang membahas tentang my-indonesia.info, tapi ngeliat jumlahnya yang segitu banyak, gue langsung berubah pikiran. Sebagai gantinya, gue akan rangkum sebagian kecil dari pertanyaan para dedengkot blog itu di sini, sebagai tambahan informasi buat yang juga penasaran denga keberadaan website pariwisata yang satu ini.
soal SEO
SEO adalah singkatan dari “Search Engine Optimization”, alias jurus-jurus yang dilakukan para webmaster agar website binaannya bisa terendus hidung search engine seperti Yahoo atau Google, sukur-sukur kalo bisa menduduki peringkat teratas dalam hasil pencarian.
Ada banyak jurus SEO yang canggih-canggih, tapi umumnya yang paling mendasar adalah dengan mengisi meta-data. Meta-data, menurut definisi gue (jangan diapalin, soalnya mungkin definisi ini ngaco) adalah sederetan informasi yang diletakkan di bagian “head” sebuah website, yang berisi ringkasan tema website tersebut. Meta-data ini nggak terbaca oleh mata pengunjung website (kecuali oleh para pengunjung iseng yang memilih “view source”), tapi jadi informasi utama yang dibaca oleh para search engine. Itulah sebabnya, meta-data jadi “jurus dasar” SEO.
Anehnya, website my-indonesia.info yang diklaim pengelolanya sebagai website yang telah diperkuat dengan jurus2 SEO, malah mengosongkan meta-datanya!
soal server di 4 benua
Berita di detikinet menyebutkan bahwa my-indonesia.info didukung oleh 4 buah server yang terletak di 4 benua, biar aksesnya kenceng dari belahan manapun di dunia (nggak kaya kotakkue.com, yang cuma kenceng kalo diakses dari Indonesia doang).
Kenyataannya, banyak orang yang menemukan bahwa server my-indonesia.info hanya terletak di Indonesia doang – jadi nggak ada itu server di 4 benua.
Apa bener begitu?
Seorang blogger bernama Johan yang mengaku terlibat dalam pembangunan infrastruktur server my-indonesia.info menjelaskan dalam salah satu postingnya, nggak bener kalo dibilang server my-indonesia.info cuma ada di lokal. Sebagai buktinya, dia mengajukan sederetan penjelasan teknis yang terus terang gue juga nggak mudeng bacanya. Tapi kalo nggak salah ngerti sih, dia bilang bahwa kalo orang mengakses situs my-indonesia.info dari Indonesia, maka yang tertangkap adalah kinerja server Indonesia juga. Sedangkan orang yang mengakses dari benua lain akan menerima data dari server yang terdekat dengan lokasinya.Ini kalo nggak salah nangkep lho ya…
Penjelasan Johan ini diuji coba oleh seorang blogger bernama Andri, yang kurang lebih hasilnya mendukung penjelasan tersebut. Tapi tetep, Andri berpendapat dana yang dikeluarkan terlalu gede, sekalipun servernya betulan ada di 4 benua.
soal keterlibatan Indo.com
Vendor yang memenangkan proyek pembuatan website my-indonesia.info adalah indo.com, sebuah website yang udah lama mondar-mandir di bidang pariwisata. Blog SEOkita mengajukan pertanyaan yang menurut gue valid banget, yaitu “mana kepentingan dinas pariwisata, dan mana kepentingan indo.com?”
Maksudnya gini:
Sebagian dari dana 17.5 M itu digunakan untuk mengadakan penyuluhan bagi para hotel-hotel kecil agar lebih “sadar pentingnya peran internet bagi kemajuan pariwisata”. Dengan kata lain, hotel2 kecil itu diajari, salah satu cara mendapatkan tamu dari luar negeri adalah dengan mengadakan booking online – lewat internet. Caranya adalah dengan mendaftarkan diri ke situs my-indonesia.info. Hotel-hotel yang udah mendaftarkan diri akan muncul dalam menu “budget trips to indonesia”, dan kamar mereka bisa dibooking lewat internet.
Apakah “partisipasi” ini gratis? Ternyata enggak. Menurut SEOkita, mereka harus bayar 10 juta biaya pendaftaran plus komisi bila ada tamu yang booking via internet. Bayar komisinya ke siapa? Ke Indo.com. Jaringan booking onlinenya juga ternyata nyambung dengan website indo.com.
Dengan kata lain, indo.com untung 4 kali dalam urusan my-indonesia.info ini:
- Dapat proyek gede, 17.5 M
- Biaya ‘penyuluhan’ (baca: marketing sistem online booking milik Indo.com sendiri) ke pelosok nusantara dibayari dari anggaran my-indonesia.info
- Dapat biaya pendaftaran 10 juta per hotel
- Dapat komisi dari tamu yang booking online
soal masa aktif domain
Pihak indo.com mengklaim bahwa domain my-indonesia.info udah ada sejak 2002. Tapi saat ditelusuri oleh beberapa blogger, ketahuan bahwa domain yang aktif sekarang baru mulai terdaftar sejak 2004. Lantas indo.com berkelit lagi dengan bilang, antara tahun 2002 hingga 2004 domain itu pernah lepas dari tangan mereka (entah kenapa bisa lepas, mungkin licin) sehingga harus dibeli kembali.
Okelah, anggep aja seperti itu kejadiannya. Tapi terus kenapa masa berlaku domain ini hanya sampe Februari 2008? Jadi situs yang konon ‘dikembangkan’ sejak 2006, dirilis pada Desember 2007, udah ngabisin duit rakyat sebesar 7.5 M, lantas 2 bulan kemudian habis masa berlakunya? Yang bikin lebih heran lagi, detikinet menurunkan berita “ada kemungkinan domain my-indonesia.info akan diganti“. Lho? Ini ibarat lo mau buka toko, sejak sebelum tokonya buka udah rajin bagi2 brosur memperkenalkan nama tokonya, tokonya buka 2 bulan, habis itu ganti nama. Gimana sih?
Selain berbagai urusan ajaib tadi, masih ada sejumlah kejanggalan-kejanggalan di seputar my-indonesia.info, seperti kehadiran 2 sub-domain nggak jelas yaitu blogs.my-indonesia.info dan forum.my-indonesia.info. Yang sub-domain blogs.my-… dibikin pake CMS wordpress kaya blog iseng-iseng, templatenya gratisan pulak. Yang forum.my-… nggak tau bikinnya pake apa, yang jelas dua-duanya masih kosong. Ini maksudnya apa? Latihan bikin website? Pake duit 17.5 M? Yang mana sebagian adalah duit pajak gue? Gak ridho banget gue, serius!
Yang juga ajaib adalah pengakuan pengelola situs bahwa 40% anggaran digunakan untuk pemasangan iklan di media-media online internasional.
Sekarang coba deh buka google, trus ketik keyword “indonesia tourism” – yang katanya udah ‘dioptimalkan’ di google. Kalo memang bener pengelola keluarin dana pemasangan iklan, maka seharusnya link menuju my-indonesia.info akan muncul di deretan iklan di bagian kanan, atau di urutan teratas pencarian dengan background warna tertentu. Contohnya seperti ini:

Perjanjian pemasangan iklan dengan google Adwords menyebutkan, sekalipun kita membayar google untuk menampilkan link kita di hasil pencarian, google tetap akan memisahkan iklan dari hasil pencarian umum. Iklan ya iklan, nggak akan dicampur dengan hasil pencarian.
Nah, balik ke pengakuan pengelola yang katanya udah membelanjakan 40% anggaran buat pasang iklan… mana? Kok di google nggak ada? Link my-indonesia.info muncul di hasil pencarian biasa, bukan sebagai iklan. Apa kebetulan Indo.com “kelupaan” masang iklan di google, search engine paling kondang di dunia?
Blog brokencode mempertanyakan, daripada ngabis2in duit untuk belanja iklan, kenapa nggak mengerahkan para pemilik website untuk mengoptimasi my-indonesia.info (dengan cara membuat link sebanyak-banyaknya menuju ke sana, untuk mendongkrak popularitasnya di mata search engine). Biayanya akan jauh lebih murah daripada pasang iklan, dan jelas lebih efektif.
Di kolom komentar sejumlah blog memang muncul penjelasan dari pihak-pihak yang terkait dengan indo.com, tapi rata-rata bernada defensif dan sama sekali nggak menjawab pertanyaan mendasar yang udah gue sebut di awal posting ini. Silakan baca kolom komentar di SEOkita da juga blog ard4art.
Pesan moralnya, buat yang mau ‘adu kreativitas’ anggaran negara, mending main2 di bidang yang lebih ‘eksklusif’ seperti pengadaan semen, kerikil, pasir, batu kali, aspal, kabel listrik… pokoknya yang sulit diamati masyarakat. Kalo di internet, wah… susah deh… di Indonesia banyak webmaster yang jago-jago, soalnya.

Tinggalkan Balasan ke brotherihda Batalkan balasan