mbak pengarang dan gel pelumas

condoms cartoonSepulang dari acara bersepeda di kota toea hari Minggu (19 Agt) yang lalu, gue dan rombongan mampir di sebuah pertokoan di bilangan Cikini untuk makan siang yang kesorean. Selesai makan, gue melipir sebentar ke pasar swalayan untuk beli coca-cola.

Pas lagi ngantri di kasir, gue lihat mbak-mbak yang ada di depan gue kok wajahnya familiar ya? Oh, ternyata dia adalah seorang pengarang novel yang cukup kondang di negeri ini. Dia lagi bareng seorang pria.

Menjelang proses bayar-membayar selesai, tiba-tiba mbak pengarang ini seperti teringat akan sesuatu. Trus dia ngomong dengan lantangnya kepada temannya, “OH IYA…!! Tadi kan kamu bilang mau beli VIGEL ya?”

Dengan wajah pias temannya si mbak pengarang tadi langsung membantah, “A… apa? Ah, enggak kok! Enggak!”
“Iya, ah!! Masa kamu lupa sih! Tadi kan kamu sendiri yang bilang, mau beli VIGEL!”
“Enggak!” si teman masih membantah dengan wajah yang campur aduk antara bingung dan tengsin. Orang-orang di sekitar, termasuk si kasir, menyimak perbincangan tersebut dengan wajah, “aiii… mau beli vigel ya mas… abis ini mau ngapain siiiy”. Mungkin ini kali pertama juga bagi mereka, ada orang mau beli VIGEL dengan demikian lantang dan terang-terangan.

Si mbak pengarang nampak kurang sabar menghadapi bantahan temannya, dia beralih ngomong ke kasir, “Ah udahlah, masa baru sebentar aja udah lupa sih. Mbak, di sini jual VIGEL nggak?”
“Jual, mbak,” kata kasir.
“Mana, mana, saya mau beli…”

Mbak kasir berjalan keluar dari posnya ke arah rak farmasi, mengambil sekotak VIGEL, dan menyerahkannya kepada mbak pengarang. Mbak pengarang menerimanya, lantas membolak-balik kotaknya dengan tampang bingung. “Loh… kok… beginian sih mbak?”
“Ya tadi katanya mau beli VIGEL. Ini VIGEL…”
“Tapi maksud saya bukan yang ini…. itu lho mbak, yang buat pelembab kulit biar nggak kering itu apa sih..”
“Hmmm… maksudnya VASELINE hand and body lotion kali mbak?”
“Nhaaa… iyaaa… maksud saya itu tadi….ih kok ingetnya jadi VIGEL sih ya…”

Para penonton langsung pada pura-pura sibuk untuk nahan ketawa campur kasihan kepada mas-mas temennya mbak pengarang yang udah kadung ketiban tengsin gara-gara krim pelembab kulit…

Gambar gue pinjem dari sini
Ada yang nggak tau apa itu vigel? klik aja link-link di tulisan vigel…

37 comments


  1. fortheblossom said: Si-pengarang ga sensitif banget yaa, pake keras2 segala ngomongnya :p. Kasian temennya, mungkin besok2 kalo mo beli hal2 kaya gitu, ga usah ngomong2 masukin ke keranjang belanjaannya aja :D.

    Menurutku sih bukan masalah nggak sensitif. Bisa jadi masalah prinsip. Aku kenal kok beberapa orang yang walau bukan pengarang, tapi punya persepsi dan prinsip kuat sendiri masalah apa yang “memalukan secara sosial” dan yang tidak. Bagi mereka, sebagian besar topik menyangkut seks bukanlah hal yang memalukan (satu contoh perkecualian tentunya penyimpangan seks). Karena itu, memperlakukan topik seks sebagai hal yang memalukan di depan umum merupakan pembodohan. Dengan sendirinya, mereka jadi seperti pendakwah “berbicara tentang seks di depan umum”. Mirip-mirip seperti ngebahas Vigel atau kondom secara bebas. Toh mereka tidak mendeskripsikan secara vulgar apa yang mau mereka lakukan dengan itu. Pikiran orang-orang aja yang sembarangan.Saya sendiri lebih moderat. Sebagian topik seks memang sebaiknya tidak menjadi tabu (misalnya istilah medis seperti penis, vagina, dll.) Tapi kalau ada orang lain yang masih menganggap itu tabu, ya jangan dikasih terapi kejut lah, hehe. Hargai aja keengganan mereka.