Ratatouille

ratatoulile

Film yang wajib tonton buat para kritikus / penulis review bidang apapun (film, musik, resto, semuanya deh).

Kenapa? Hmmm… baca aja dulu review ini ya!

Sejak pertama kali melihat trailer film ini tahun lalu, gue udah nggak sabar ingin nonton. Dari trailernya, film ini menjanjikan tema cerita yang beda dari film animasi (komputer) pada umumnya. Tema yang sering diangkat biasanya kan seputar ‘sekumpulan tokoh berkelana menuju tempat yang jauh’ – seperti yang bisa kita liat di film Ice Age 1 & 2, Madagascar, atau Happy Feet. Sedangkan Ratatouille ini dengan cueknya bercerita tentang seekor tikus yang mati-matian mewujudkan impian untuk menjadi koki. Lho?

Sinopsis


Alkisah, hiduplah seekor tikus bernama Remy yang bahagia di tengah koloni ratusan tikus bersama Django – ayahnya, dan Emile – adiknya. Pada suatu hari, Remy menyadari bahwa dia punya ‘bakat’ khusus yaitu memiliki penciuman yang tajam plus selera makan yang tinggi. Dengan kata lain, dia nggak doyan makan sampah seperti lazimnya tikus. Dia ingin makan makanan yang segar dan berkualitas. Lebih lagi, dia ingin memasak makanan yang segar dan berkualitas alias ingin jadi koki.

Saking gemarnya Remy pada dunia masak – memasak, dia sampai bela-belain menyelundup ke rumah seorang nenek tua untuk numpang nonton acara masak di tv. Remy mengidolakan Gusteau, seorang koki selebriti yang sering dilihatnya di acara tv. Pada suatu hari, akibat seubah insiden yang nggak disengaja, Remy merantau ke kota dan terdampar tepat di bawah restoran bintang lima milik Gusteau. Gusteau-nya sendiri udah meninggal, dan restorannya sekarang dipimpin oleh seorang koki senior bernama Skinner.

Pada saat yang kurang lebih bersamaan, restoran Guesteau baru merekrut seorang tukang pel bernama Linguini. Baruuu…. aja diterima kerja, belum-belum Linguini udah menumpahkan sepanci besar sup. Dia mencoba menutupi kesalahannya dengan membuat sup baru, tapi Remy yang mengamati dari tempat persembunyian tau bahwa tindakan Linguini justru akan membuat rasa sup menjadi rusak. Akhirnya Remy turun tangan dan membantu Linguini memasak sup – yang ternyata disukai oleh seluruh pengunjung resto. Sayangnya, Remy tertangkap basah oleh Skinner yang langsung menjatuhkan vonis hukuman mati. Skinner memerintahkan Linguini untuk membuang Remy ke kali.

Di pinggir kali, Linguini ragu-ragu karena nggak tega membuang Remy. Akhirnya dia malah berteman dengan si tikus, dan menjalin ‘kontrak kerja’ yang saling menguntungkan. Remy membantu menaikkan pamor Linguini dengan memasak makanan enak, dan Linguini akan membantu Remy mewujudkan cita-citanya untuk jadi koki. Yang kemudian mengancam hubungan tikus – manusia ini antara lain adalah Anton Ego, seorang kritikus resto yang dijuluki “The Grim Eater” karena terkenal dengan review2nya yang sadis dan mematikan.

Komentar


Tadinya gue nggak berharap banyak dari perkembangan cerita film ini, karena (gue kira) tema besar ceritanya udah digelar semua di trailernya. Pokoknya ini film tentang tikus ajaib yang ingin jadi koki, titik. Gue nonton film ini karena ingin tau alasan kenapa si tikus sampe tertarik jadi koki, dan sedikit mengantisipasi adegan-adegan lucu yang mungkin terjadi saat si tikus sedang menjalankan tugas sebagai koki. Udah, gitu doang.

Tapi ternyata film ini jauh melebihi ekspektasi gue.

Jawaban atas pertanyaan utama gue, ‘kenapa si tikus ingin jadi koki’ diolah jadi pesan yang dalam banget. Argumen keluarga tikus: “kenapa sih elu nggak bisa bersyukur dan hidup bahagia ditakdirkan sebagai tikus” vs argumen Remy “kenapa sih kita harus membatasi cita-cita hanya karena situasi dan kondisi” dikemas dengan cerdas. Diseling dengan pertanyaan-pertanyaan kritis Remy terhadap Django si ayah seperti,

“Kenapa sih kita ini harus hidup dengan mencuri makanan?”
“Kita nggak mencuri, karena yang kita makan adalah sampah – yaitu benda yang udah nggak dibutuhkan lagi”
“Kalau memang benda itu udah nggak dibutuhkan lagi, kenapa kita harus sembunyi-sembunyi waktu mengambilnya?”

Permasalahan terus berkembang saat kemudian Linguini meraih popularitas sebagai koki jagoan – padahal dia nggak bisa apa-apa karena selama ini yang menggerakkan tangannya adalah Remy si tikus. Ketika penghargaan dan pujian semuanya terarah buat Linguini, lantas siapa memanfaatkan siapa? Apakah Linguini yang memanfaatkan Remy untuk mencapai popularitas? Atau Remy yang telah menjadikan Linguini sekedar sebagai boneka, alat mencapai ambisi pribadi sebagai koki?

Anak-anak mungkin menikmati film ini dari segi kelucuan tokoh-tokoh kartunnya (catatan buat yang ngajak anak nonton film ini: awas, ada 2 adegan ciuman!), sedangkan para penonton dewasa akan diajak sedikit merenung tentang banyak hal mendasar tentang kehidupan. Tapi jangan salah, walaupun sarat pesan moral, bukan berati film ini lantas jadi berat buat dicerna.

Soal teknik animasi, udahlah, Pixar jaminan mutu. Animasi gerakan air yang konon paling sulit dilakukan, di film ini tampil mulus sampe nggak bisa dibedain dengan air betulan. Konon untuk menciptakan efek air menempel di baju basah, salah satu tim animator Pixar bela-belain betulan nyemplung ke kolam renang dengan berbaju lengkap – supaya efek kain basah yang menempel ke kulit bisa ditiru ke dalam film. Animasi gerakan tikusnya: mulai dari gerakan jalan, lari, gerakan moncong dan kuping – semuanya realistis banget, dan lagi-lagi ini adalah hasil observasi atas perilaku tikus betulan plus masukan dari konsultan pakar tikus. Saking realistisnya, mungkin buat yang punya phobia pada tikus bisa sedikit ‘merinding’ menyaksikan adegan koloni tikus berlarian keluar dari persembunyian.

Terakhir, yang lumayan sukses menyentil gue – yang selama ini doyan nulis review dan kritik – adalah komentar tokoh kritikus Anton Ego di salah satu adegan:

In many ways, the work of a critic is easy. We risk very little yet enjoy a position over those who offer up their work and their selves to our judgment. We thrive on negative criticism, which is fun to write and to read. But the bitter truth we critics must face is that, in the grand scheme of things, the average piece of junk is more meaningful than our criticism designating it so.

Hmmm… memang iya, ngritik itu gampang, dan saat mengkritik mau nggak mau seorang kritikus akan memposisikan dirinya di atas orang yang dia kritik. Kritik itu menghibur pembaca, dan dalam beberapa kesempatan bisa dimanfaatkan sebagai penyaluran hasrat agresif sang kritikus untuk menjatuhkan orang lain.

Pertanyaannya: apa sih karya nyata yang telah disumbangkan para kritikus kepada dunia? Apa sih yang membuat seorang kritikus berhak merasa dirinya lebih baik dari orang yang dia kritik?

Sebuah bahan introspeksi buat seluruh kritikus di luar sana (termasuk gue)… 🙂

Referensi:

Posting terkait film lainnya bisa diklik di blog Nonton Deh ya!

28 comments


  1. Selamat ya mas agung… film ini jadi film animasi terbaik di ajang penghargaan Piala Oscar…Logikanya.. mas agung sependapat dengan juri oscar, jadi? hehe.. jawab sendiri.Film ini, TOP. bahkan abang saya yang phobia tikus dan termasuk pelit untuk urusan film animasi kecuali the lion king dan finding nemo, jadi beli DVD original film ini lho!!apa dia mau mengalahkan rasa takutnya ya???bravo remy!!!


  2. Udah nonton minggu lalu sblm baca review nya agung, jadi gak spoiled deh! he.he. Bagus bgt, tapi emang sempet geli pas liat sekoloni tikus lari2an! iiiihhh… Btw, bisa dpt dimana ya yg versi bhs perancisnya? Lucu tuh kyknya! Pasti jauh lebih pas! he.he.


  3. Iyeee Ratatouille disini baru main 1 Agustus kemarin, lucu seru dan anak-anak senang bgt.. *bioskop penuh tuh sampe balkon jg, wuih jarang2 deh tuh, pdhl keluarannya hampir barengan dgn the Simpson cuma gak seheboh si ratatouille tadi…soalne sempat nonton jg he..he..he. mumpung anak2 libur.


  4. winduradityo said: padahal emang udah liat trailernya dari dulu …

    kayaknya ini ciri khasnya pixar ya, selalu merilis trailer jauh sebelum filnya keluar. kadang malah lebih dari setahun sebelumnya.


  5. belum sempet nonton ,,, padahal emang udah liat trailernya dari dulu … yah, about kritik … emang sometimes kritik itu perlu banget untuk menilai karya seseorang … karena kalau ada kritik berarti orang itu sangat memperhatikan apa yang ada dalam bidang yang dikritik .. entah itu film, musik atau apapun … tapi, kalau berlebihan mungkin agak annoying ya? But, just take it easy … nggak ada yang sempurna di dunia 😀


  6. livingarief said: semalem mau nonton tapi tinggal di barisan depan semua. akhirnya nonton Evan Al Mighty aja.

    ya betul, mendingan cari hari lain aja deh, daripada nonton tapi nggak bisa menikmati karena leher pegel 🙂


  7. imazahra said: Wow, menurutku Mas Agung emang paling jagoan kalo udah nulis review, panjang tapi emang paaaaaaaaaassssssssssss semua isinya!Terus nulis review ya Mas, I adore your writing style 😀

    hehehe… makasih Ima 🙂


  8. jrdd said: Ho’oh terserah pada kasih komentar gimana, buat kita film ini lucu abis.. keren pula animasinya!

    udah nonton juga ya? hmm… kali ini tumben tanggal tayang di indonesia ketinggalan dari negara-negara lain 🙂


  9. kangbayu said: ikut komentar aja deh, soalnya ma isteri gak boleh baca =(abise kita mo nongton juga gitu =)

    hehehe… tenang, review ini spoiler – free kok. Atau… eh, ada spoilernya nggak ya? :-))

Tinggalkan Balasan