Tahun ini dilema rutin tentang penetapan hari lebaran kembali naik daun. Di tahun-tahun sebelumnya, gue sih biasanya ikutan pemerintah. Tapi tahun ini gue memutuskan berbeda.
Pertimbangan gue antara lain: aneh kalo sebuah sistem penanggalan bisa berlaku berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Hari gini, di mana teknologi memungkinkan semua orang dari belahan dunia yang berbeda-beda bisa saling bekerja sama secara realtime, masa harus dibikin kagok oleh perbedaan cara menghitung tanggal padahal menggunakan sistem penanggalan yang sama.
Misalnya, seorang eksportir Indonesia berniat mengekspor 1 kontainer sajadah kepada Syekh Akhmad di Arab Saudi pada tanggal 17 Syawal namun kenyataannya barang baru diterima 1 hari lebih lambat dari yang dijanjikan, apa lantas mau menyalahkan keterlambatan tersebut pada perbedaan menghitung tanggal?
Belum lagi banyak faktor yang mempengaruhi apakah hilal terlihat atau enggak. Siapa tahu mendung, atau polusi, atau alat bantunya kurang canggih… ditambah lagi, gue sangat memahami bahwa urusan “stabilitas nasional” pasti menjadi prioritas utama bagi pemerintah. Dengan kata lain, biarpun hilal sudah terlihat, akan sangat kecil kemungkinan pemerintah berani memutuskan untuk merayakan Lebaran sehari lebih cepat. Selama ini belum pernah kejadian begitu kan?
Dengan demikian, gue memutuskan untuk merayakan Lebaran pada hari Senin, 23 Oktober 2006. Mohon maaf lahir dan bathin atas segala kesalahan, semoga Allah SWT menerima segala ibadah kita. Aamiin.

Tinggalkan Balasan ke mbaktika Batalkan balasan