Penemuan (beberapa) hari ini… dampak konferensi AA dan ABRI kawin

Malam ini, gue baru keluar dari Plaza Indonesia waktu gue liat banyak pohon palem mondar-mandir di sekitar bundaran HI dan depan HI-nya sendiri. Ternyata lagi ada pemasangan tanam-tanaman hias yang bak Bandung Bondowoso: tadi sore masih gersang, besok pagi udah rimbun.
Dari hasil kasak-kusuk sama tukang rokok terdekat, konon hal ini dalam rangka menyambut konferensi Asia-Afrika sebentar lagi. Praktis sepanjang trotoar di depan HI udah penuh sama taneman. Tapi rupanya masih belum cukup. Waktu gue lewat di sekitar jalan Panarukan, lagi diparkir beberapa gerobak yang lagi-lagi mengangkut tanaman hias berbagai jenis. Rupanya lagi nunggu giliran diangkut ke HI.
Sebenernya kalo soal masang taneman hiasnya sih gue nggak keberatan ya, walaupun rada geli juga mengingat tuh taneman kayaknya bener2 cuma hiasan alias nggak ada akarnya. Tapi sisi yang merugikan bagi gue dari konferensi AA versi baru ini adalah; pengeluaran gue jadi meningkat, khususnya untuk makan siang.
Warung-warung pinggir jalan di sekitar kantor gue abis digusurin sejak 2 minggu yang lalu, dan lagi2 areal bekas dagang mereka lagi dalam proses tranformasi menjadi taman. Gara-gara gak ada mereka, gue terpaksa makan di foodcourt yang mana harganya sekitar 25% lebih mahal DAN masih ditambah PPN 10% pulak! Yang tadinya gue bisa makan sate, teh botol, dan es podeng dengan harga 10 ribu aja, sekarang terpaksa direduksi jadi cuma soto dan teh botol dengan harga 12 ribu plus PPN. Udah mana foodcourtnya bau asep, lagi. Tiap kali abis makan di situ, gue jadi agak berbau gurih gitu, campuran antara bau nasi goreng dan mpek-mpek.
Selain kehilangan tempat jajan, ni hajatan satu juga bikin repot setengah mati kalo lagi keluar malem: RAZIA.
Hari Sabtu malem, setelah keliling Mayestik buat nyari bahan kebaya baju nikahnya Ida, gue nganterin Ida dan kedua orangtuanya pulang ke rumah oomnya di Duren Tiga (detilnya bisa dibaca di sini). Setelah ngedrop mereka semua, gue emang sempet ragu waktu mau milih jalan pulang, apakah ke kanan dan lewat Kuningan, atau ke kiri lewat Kalibata. Gue milih ke kiri dan ternyata malam itu feeling gue lagi nggak oke banget. Di deket hotel Kaisar jalanan diblokade krn ada razia.
Sebenernya sebagai warga negara baik-baik yang baru aja ngumpulin SPT (walaupun telat 2 minggu dari deadline 31 Maret) gue tidak mengkhawatirkan apapun, kecuali satu hal: STNK gue udah hampir sebulanan ini mampus.
Tadinya sempet kepikiran mau puter balik aja, tapi berhubung kedua jalur diblokade gitu, gue nggak punya pilihan lain kecuali nurut aja disuruh belok masuk halaman suatu gedung. Gue mikiiir aja, gimana cara ngomongnya, ya? Tapi untung dalam saat-saat seperti ini gue teringat sebuah kata pepatah:

Yang arti sebenernya “kebenaran akan mendatangkan keberanian”, tapi orang kan jadi suka berasumsi “yang berani sudah pasti benar”. Dua hal yang selintas nampak mirip tapi implikasinya bisa bertolak belakang.
Berpedoman pada logika ngawur tersebut, begitu turun mobil, gue langsung berwajah ceria dan membuka dompet “Selamat malam pak, sebentar ya ini SIM dan STNK-nya…” kata gue sambil sok sibuk narik2 kedua benda itu. Gambling aja, gue berharap ke-PD-an gue dalam mengeluarkan benda2 itu bisa menumbuhkan asumsi di benak dia “ah, pasti SIM dan STNK-nya nggak bermasalah nih, buktinya dia nggak takut ngeluarin.” Lagian toh di situ gelap banget.
Ternyata umpan gue berhasil, si polisinya langsung ngomong, “Oh, ada ya SIM dan STNK-nya, ya sudah kita cuma mau operasi SAJAM aja kok, tolong dibuka bagasinya.” Sebuah permintaan yang tentunya gue turuti dengan senang hati. Btw, gue jadi bertanya-tanya sendiri, kalo “Senjata Tajam” disingkat SAJAM, terus “Senjata Api” singkatannya apa dong? SAPI?
Maka akhir cerita malam itu berakhir dengan selamat, seperti kata Ida kalo niatnya baik pasti dimudahkan oleh Allah. Kesimpulannya, penemuan (beberapa) hari ini adalah:

1. Jakarta makin rimbun.
2. Konferensi AA bikin susah pedagang kaki lima.
3. Makan siang gue makin mahal.
4. Razia makin sering.
5. Bekal ilmu psikologi bermanfaat dalam menghadapi razia.
   Plus satu penemuan yang nggak ada hubungannya dengan konferensi AA:
6. Pernah liat ABRI kawin terus pengantinnya jalan di bawah naungan pedang-pedang yang diacungkan teman-temannya? Ternyata tradisi itu namanya Pedang Pora (info dari Ida).

Penemuan berikutnya ada di sini.