Kelar makan, sambil ngerokok dan ngorek2 gigi, dimulailah dialog santai namun (tak) bermutu. Dipicu oleh lewatnya seekor kucing.
“Pus, nih!” kata gue sambil ngasih tulang ayam.
“Kurang doyan dia, pasti lebih seneng ini,” kata pak Dani sambil ngasih kepala ikan. Kucing langsung melupakan tulang ayam gue dan pindah ke kepala ikan.
“Tuu… kan, dia lebih seneng makan ikan!” kata pak Dani bangga, karena teorinya terbukti. “..tapi kucing juga seneng makan burung loh!”
“Burung hidup?” tanya Asywar, mungkin untuk memastikan jangan sampe ketuker sama burung Garuda Pancasila.
“Iya burung hidup. Makanya kalo punya burung harus ati2. Sama kelinci juga doyan. Gue dulu punya anak kelinci, mati dimakan kucing. Kasian deh.”
“Hamster juga doyan,” kata Asywar menambahkan.
“Tapi gue kasih tau nih yah, gue pernah nonton di acara dunia binatang di tv, diceritain kuda nil dan buaya bisa lho hidup bareng dalam satu kandang, nggak main makan-makanan,” kata Pak Dani lagi.
“Buayanya bingung kali yah, mau makan kuda nil mulainya dari mana. Kan gede.” kata gue
“Emang udah instingnya begitu,” giliran Asywar berteori, “udah diatur sama Tuhan mana yang makanannya, mana yang temen. Tapi yang jelas kalo dia nih (nunjuk pak Dani) ketemu buaya udah pasti nggak akan dimakan. Temenan -sama2 buaya, soalnya.”
“…” (pak Dani bengong) Dengan tampang bingung dia nanya, “Dari ngomongin kucing kok jadi gue lagi sih yang kena?”

Tinggalkan Balasan ke kebo Batalkan balasan