
Siapa yang mau beli pizza merk gak jelas dengan harga 3x lipat Pizza Hut? Nggak ada.
Bagian sebelumnya: tabungan penguras gaji.
Mau Jualan Pizza? Beli Dulu Tepung Satu Ton…
Dulu gue punya temen kantor bernama Mike. Berdarah Batak tapi lama di Jogja, jadi kalo ngomong medok Jawa. Suatu hari dia datang bawa pizza.
“Cobain nih, buatanku. Kamu doyan ndak?”
Gue coba sepotong. Wow. Pizzanya enak sekali. Crust-nya lembut dengan citarasa sederhana ala pizza asli Italia. “Wah doyan banget Mike! Kamu kenapa nggak jualan pizza aja? Pasti laku ini!”
Dibilangin gitu malah mukanya nampak kurang semangat.
“Ya nggak mungkin laku lah kalo dijual. Saingannya Pizza Hut, aku pasti kalah harga.“
“Maksudnya gimana Mike?” tanya gue bingung, kenapa ujug-ujug dia lompat ke soal harga.
“Pizza Hut itu kan perusahaan besar. Sekali belanja tepung bisa sekian ton. Telur sekian ton. Daging sekian ton. Dapet harga grosir semua itu. Makanya dia bisa jual dengan harga segitu.
Kalo perorangan kayak aku, ikut-ikutan jual pizza, harganya pasti jadi mahal. Wong aku belanjanya eceran. Telur paling beli sekilo, tepung sekilo, daging seperempat. Bahan bakunya mahal. Terpaksa jualnya juga mahal. Mungkin bisa tiga kali lipat Pizza Hut. Mana ada yang mau beli?“
Gue yang tadinya semangat jadi ikutan lesu. Bener juga ya. Jual pizza tanpa merk dengan harga 3x lipat Pizza Hut, siapa yang mau beli?
Agribisnis Juga Sama Suramnya
Beberapa tahun kemudian, di kantor yang berbeda, gue punya temen bernama Om Jo. Salah satu obrolannya pernah gue posting di sini, dan jadi salah satu bab di buku Ocehan Si Mbot: Gilanya Orang Kantoran. Cuma dengan sekali ngobrol sama Om Jo, gue udah langsung dapet sederet pengalaman pedih kalo coba-coba agribisnis:
- tanem cabe, dipetikin tetangga
- cabe matengnya nggak barengan, panennya ribet
- bisnis kelapa harus tumbal carport anjlok kegiles truk
- harga kelapa rusak dimainin preman pasar
- bawang merah waktu dipanen gede, sampe pasar kempes
- lengah dikit bawangnya kegiles bis
Pokoknya kesimpulannya: nggak usah coba-coba berbisnis deh. Bisnis itu susah, ribet, boro-boro untung, udah rugi tenaga, rugi duit aja.
Dua referensi ini sempet bikin gue mengubur dalam-dalam niat untuk berbisnis. Juga impian untuk pensiun dini. Karena nggak mungkin bisa pensiun dini tanpa punya bisnis sampingan. Padahal prospek bisnis sampingannya terlihat mustahil.
Sampe kemudian gue nemu sebuah peluang yang sangat menarik. Gue bahas di posting berikutnya, ya!

Tinggalkan Balasan ke My Pensiun Journey (1): Tabungan Penguras Gaji | (new) Mbot's HQ Batalkan balasan