My Pensiun Journey (1): Tabungan Penguras Gaji

Published by

on


Berawal dari shock akibat harus nabung 150% gaji supaya bisa pensiun, putus asa karena harus bersaing sama Pizza Hut dan mesti sewa truk untuk ngangkut hasil bumi, sampe akhirnya beneran bisa pensiun. Inilah catatan perjalanan gue hingga jadi pensiunan seperti sekarang. Catatan ini gue dedikasikan buat kalian semua yang punya cita-cita yang sama dengan gue yaitu memutuskan pensiun, dan bukan diputuskan. Percayalah, pensiun dini itu mungkin, dan ngantor bukanlah satu-satunya cara untuk bisa dapet penghasilan.

Pensiun Itu Ngeri, Jenderal!

Awal tahun 2001.

Waktu itu gue masih jadi pegawai kroco di sebuah badan pemerintah non PNS, dengan total masa kerja nggak sampe 3 tahun. Biasanya, orang-orang dengan masa kerja baru seumur jagung gini lagi semangat-semangatnya ngejar karir. Gue, malah mikirin gimana caranya bisa segera pensiun. Maksudnya, nggak usah kerja tapi tetep dapet duit. Entahlah, mungkin memang bawaan oroknya males gerak.

Visi gue tentang hidup ideal: pagi-pagi bisa nyantai sarapan bubur Tanjung, abis itu acara bebas. Mungkin balik lagi ke rumah lalu tidur lagi. Mungkin ke mall. Mungkin nge-gym. Pokoknya apa pun, kecuali kerja di kantor.

Dan di umur 28 (waktu itu), gue udah mulai mikirin gimana caranya bisa segera pensiun.

Perencanaan Keuangan Penuh Kejutan

Kebetulan waktu itu dateng seorang perencana keuangan ke kantor, ngasih sebuah sesi gratis tentang perencanaan pensiun. “Nah, ini dia yang gue cari”, pikir gue.

“Pensiun harus direncanakan sejak awal masa karier,” kata si Bapak perencana keuangan. “Semakin awal merencanakan pensiun, semakin siap untuk pensiun, bahkan bisa pensiun dini. Mari kita hitung berapa kebutuhan Bapak Ibu. Siapa yang mau jadi volunteer untuk dihitungkan?”

Kebetulan waktu itu ada temen gue yang maju. Umurnya sama, gajinya kurang lebih juga sama dengan gue. Pas banget, hitungannya kurang lebih akan sama dengan gue.

Hitung punya hitung, orang yang umurnya 28, kebutuhan hidup bulanan 4 juta, dan mau pensiun di umur 55, setiap bulannya harus nabung… 6 juta!

Seisi ruangan, yang rata-rata bergaji sama, langsung heboh. Masalahnya, biaya hidup kami yang 4 juta itu rata-rata dibayar pake gaji yang nominalnya 4 jutaan juga! Dengan kata lain, satu ruangan yang hidupnya pas-pasan, shock saat denger harus nabung lebih gede dari gaji.

Si Bapak perencana keuangan agak kerepotan menenangkan seisi ruangan. Dia mencoba menjelaskan, “Maksud saya, dana pensiun itu tidak sedikit lho. Jadi memang harus ditabung sejak muda.”

“Masa gue harus nabung lebih gede dari gaji? Trus buat makan dari mana? Ngutang?” Temen gue yang jadi volunteer ngedumel.

Klik untuk baca penjelasan:

Belakangan gue baru belajar, bahwa perhitungan kebutuhan pensiun nggak bisa mentah-mentah dipukul rata berdasarkan persentase gaji. Kalau nominal gajinya di bawah standar hidup normal, dipastikan nggak mungkin bisa nabung. Bukan karena boros, tapi karena gajinya memang kurang.

Tapi gue jadi narik kesimpulan: berarti kalo mau cepet pensiun, harus punya penghasilan lain di luar gaji.

Bersambung…

4 tanggapan untuk “My Pensiun Journey (1): Tabungan Penguras Gaji”

  1. Top 10 Lagu Paling Ngetop (baca: basi) buat Team Building – (new) Mbot's HQ Avatar

    […] Sedangkan kalo kalian udah muak dengan tugas-tugas konyol seperti nyari lagu buat acara kantor lantas ingin pensiun dini, klik di sini.  […]

    Suka

  2. [sharing HRD] 6 “Jangan” menghadapi interview – (new) Mbot's HQ Avatar

    […] kalian yang udah capek wawancara kerja melulu, gimana kalo pensiun dini aja? Dengan program bisnis yang tepat, kalian bisa menikmati waktu kerja yang fleksibel, penghasilan […]

    Suka

  3. jebakan betmen waktu wawancara kerja – (new) Mbot's HQ Avatar

    […] capek ngelamar kerja, bosen disuruh-suruh boss, muak macet-macetan berangkat dan pulang kantor, pensiun dini […]

    Suka

  4. My Pensiun Journey (2): Bisnis Itu Mustahil | (new) Mbot's HQ Avatar

    […] Bagian sebelumnya: tabungan penguras gaji. […]

    Suka

Ada komentar?

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca