Hari Senin kemarin gue menghadiri undangan training dari HR. E-mail undangannya dikirim minggu lalu dengan promo bombastis: “Training Leadership hanya bagi Anda yang Terpilih” – “…kesempatan terbatas!” – “…jangan lewatkan!”
Sesampainya di lokasi gue deketin orang HR yang lagi jaga di sana dan bilang, “Coba gue tebak, ini training gratisan, kan?”
“Hihihi… tau aja lu.”
Jadi di era persaingan yang ketat ini, para konsultan training biasa ngasih 1 sesi gratisan bagi perusahaan yang sedang didekatinya. Tujuannya biar calon klien bisa menilai langsung kualitas materi yang mereka tawarkan, dan mudah-mudahan tertarik beli.
Sesi training gratisan Senin kemarin menumbuhkan banyak inspirasi di benak gue. Sayangnya bukan inspirasi tentang tema utamanya yang tentang leadership, tapi tentang hal-hal yang penting diperhatikan seorang konsultan training saat berjualan paket training, yaitu:
1. Datanglah Tepat Waktu
Ini mungkin himbauan paling basi sedunia, tapi beneran ngaruh. Masalahnya lu mau jualan. Lu ingin calon pembeli terkesan sama elu. Itu adalah pekerjaan sulit. Dan akan makin sulit kalo elu telat.
Trainer yang kemarin telatnya gigantis: 45 menit, dan dia memulai sesinya dengan: “Anda-Anda ini katanya orang bank yang menjual service, kok ada tamu nggak disambut hangat?”
Gue yang nyahut, “Soalnya situ telat, Mas.”
2. Berpakaianlah Setingkat lebih Tinggi
Ini peraturan dasar bagi semua orang yang mau berdiri di depan kelas mengajarkan sesuatu. Kalo pesertanya pake jeans dan kaos, pakelah celana formal dan kemeja. Kalo pesertanya pake celana formal dan kemeja, pakelah setelan jas. Kalo pesertanya pake setelan jas, hm… entahlah, kostum Iron Man barangkali.
Bukan dalam rangka bersusah payah menyamankan pandangan orang lain, tapi justru menetapkan isyarat: lu mengharapkan respek dari peserta minimal setingkat dengan baju yang lu pake.
Trainer yang kemarin, setelah telat 45 menit, nongol pake jeans.
3. Akrablah HANYA bila Disetujui
Ini mungkin sesuatu yang paling banyak dilupakan orang yang lagi berusaha jualan. Orang hanya bisa akrab dengan yang menurutnya layak diakrabi. Saat yang dihadapi belum dianggap akrab, tapi sikapnya udah sok akrab, yang ada malah jengah.
Trainer yang kemarin bilang, “Kelihatannya pesertanya masih pada gaul nih. Saya pake ‘lu gue’ aja ya?”
Bahkan kepada temen sebaya pun, tapi kalo orangnya demen pake kemeja lengan panjang, rambutnya disisir pake minyak, dan hobinya nenteng map, gue suka takut kualat pake ‘elu gue’.
Ini trainer entah dari mana, telat 45 menit, pake jeans di kantor orang, mau ber-‘elu-gue’.
Fatal.
4. Fokuslah Menjual Komoditi Utama
Yang mau dijual kan modul training, ya udah lah fokus aja jelasin modul trainingnya. Apa manfaatnya buat peserta, apa keunggulannya dibanding modul lainnya, metodenya apa. Tentunya jual diri agar kredibilitas naik juga perlu, tapi porsinya jangan sampe bersaing dengan porsi untuk jelasin modul.
Trainer yang kemarin mengawali presentasi dengan membacakan CV-nya. Itu wajar.
Abis itu membacakan daftar klien yang pernah dilayaninya. Itu masih wajar.
Abis itu sedikit cerita tentang tokoh-tokoh terkenal yang pernah menggunakan jasanya. Boleh lah.
Abis itu di sela-sela training cerita lagi pernah diundang sama menteri anu untuk membantu di proyek anu. Pernah dipercaya pengusaha terkenal untuk bikin presentasi. Saking dipercayanya sampe diajak naik helikopter. Pernah dipuji sama Direktur BUMN anu atas idenya yang cemerlang. Bukan cuma dipuji, bahkan telah berhasil mengubah BUMN tersebut menjadi berbudaya pelayanan*
Sepanjang presentasi informasi-informasi tentang kedekatan dirinya dengan berbagai tokoh terkenal bermunculan dalam frekuensi sekitar 10 menit sekali. Mungkin maksudnya agar hadirin terkesan. Gue malah mikir, “Orang ini kasihan banget, pasti nggak punya sahabat yang siap ngeplak jidatnya saat membualnya lagi keterlaluan.”
5. Jujurlah, atau Telitilah
Terkait sama poin sebelumnya, jujur itu sebenernya penting saat berjualan. Karena, pembeli mana sih yang seneng dikibulin? Tapi pada praktiknya memang kadang para penjual saking “bersemangatnya” jualan sampe lupa untuk jujur. Padahal, kalo mau nggak jujur, orang harus ekstra teliti biar ngibulnya nggak ketahuan.
Trainer bercelana jeans ini mencoba memberikan kesan bahwa dia nasabah setia bank gue dengan bilang, “GUE sering lho mondar-mandir ke kantor kalian yang di jalan anu. Minggu lalu baru abis dari sana ngurus kredit.”
Seisi kelas terdiam, sampe akhirnya ada yang ngomong, “Mmm… sebenernya gedung kami yang di jalan itu udah dirubuhin sejak awal tahun ini, lagi mau dibangun gedung baru…”
Mbok ya kalo mau ngibul cek lokasi dulu, Mas…
6. Bersiaplah untuk Improvisasi
Waktu Si Trainer dan 2 stafnya sampe di lokasi (dengan keterlambatan yang 45 menit itu) dia kaget ngeliat susunan ruangannya.
“Lho kok susunan kursinya theater? Kemarin kita kan mintanya round table,” katanya kepada salah satu staff HR kantor gue.
Rupanya ada miskomunikasi antara pihak dia dengan orang-orang HR kantor gue yang nyiapin ruangan, sehingga susunan kursinya nggak sesuai dengan yang dia minta.
Kalo dia beneran trainer berpengalaman, ada dua hal yang bisa dia lakukan:
- Mengubah susunan kursinya jadi seperti yang dia mau
- Memodifikasi modul trainingnya agar tetap bisa dijalankan dengan setting ruangan yang ada
Pilihan pertama udah jelas nggak mungkin, mengingat datengnya aja udah telat 45 menit (yak, ketepatan waktu memang se-PENTING itu).
Pilihan kedua menuntut kreativitas dan kecepatan berpikir, tapi kalo dia trainer berpengalaman pasti bisa.
Ternyata yang dia lakukan bukan salah satu dari dua itu, tapi malah membatalkan semua peragaan (yang menurutnya hanya bisa dilakukan di setting round table itu) dan memangkas sesi training sampai tinggal 50%.
Ini sebenernya niat jualan apa enggak?
Intinya, entah lu mau jualan modul training, ayam bekisar maupun tongkat Madura, prinsipnya sama:
Buat pembeli terkesan. Kalo nggak bisa, minimal jangan buat mereka kesel.
Apalagi kalo pembelinya doyan ngeblog.
*BUMN Indonesia? Berbudaya pelayanan? Sehat, Mas?
Foto: trainer cabutan di kelas malam Oriflame

Tinggalkan Balasan ke tiarrahman Batalkan balasan