[review] Mencoba Sukses

Penulis: Adhitya Mulya
Penerbit: Gagas Media
192 halaman

Buat penggemar karya Adhitya Mulya mungkin rada pangling dengan buku yang satu ini. Pertama: tampilannya. Sejak “Jomblo” sampe bukunya yang terakhir “Catatan Mahasiswa Gila”, kecuali buku adaptasi film seperti d’Bijis atau yang kolaborasi seperti “Traveler’s Tale Belok Kanan: Barcelona!” Adhit konsisten menggunakan cover warna kuning. Konon katanya, karena kuning adalah warna komedi.

Kali ini, walaupun tetap bertema komedi, Adhit mencoba penampilan lain. Covernya digarap dengan gaya fotografis buku catatan. Kelihatannya, mencoba menggambarkan benda yang memegang peran penting dalam cerita ini, yaitu (catatan) naskah film.

Dan itu, menjadi faktor ke dua yang membuat pembaca setianya mungkin akan ‘pangling’ dengan karyanya yang satu ini.

Berbeda dengan karya-karyanya terdahulu yang umumnya bertema komedi-romantis, bukunya kali ini bertema parodi – satir. Seperti yang Adhit bilang di kata pengantarnya, buku ini terlahir dari kegelisahannya, atau mungkin tepatnya: kesenewenannya ngelihat film Indonesia yang temanya horror melulu. Karena tema horror laku, maka para produsen film seperti males bikin tema lain. Maka bermunculanlah film horror yang makin lama makin maksa, dengan sosok-sosok gaib yang makin aneh-aneh. Sebagian penonton protes, tapi sayangnya yang protes masih kalah banyak dengan yang doyan. Makanya film sejenis tetep diproduksi, karena masih laku.

Buku ini lantas mengajak pembaca menelusuri cerita dari sisi sebaliknya. Alkisah gentayangan lah sesosok pocong yang lagi merintis karir di dunia film. Karena sikapnya yang sok tau dan sok penting, Si Pocong mengalami hambatan dalam karirnya. Akhirnya dia berkenalan dengan Babi Ngepet, yang walaupun sekedar babi yang ngepet, pemegang blackbelt Six Sigma untuk Process Engineering. Mereka lantas bekerja sama untuk mencoba sukses di dunia hiburan.

Sebenernya udah banyak (banget) buku komedi yang mengangkat tokoh Pocong serta mahluk gaib lainnya. Cek aja ke toko buku, bisa sampe 1 rak sendiri. Saingan terdekatnya cuma buku-buku biografi Dahlan Iskan (sejauh ini baru 3/4 rak). Bedanya, Adhit menulis buku ini justru sebagai kritik atas eksploitasi alam gaib di dunia kreatif Indonesia. Bukan cuma itu, dia juga menyentil berbagai bidang lain yang bikin ceritanya semakin kaya. Yang paling nyantol di ingatan gue adalah kebiasaan orang yang suka campur aduk ngomong dengan selipan kata bahasa Inggris, padahal ngawur. Contohnya dialog antara Kuntilanak, Babi Ngepet, dan Pocong berikut:

“Dapet peran, Mbak?”

“Ndak, Cong. Tak kasih tip-tipnya untuk sukses di bidang entertain.”

“Entertainment, Mbak,” potong Babi Ngepet.

“Udahlah, Bab. Dia lebih sukses dari elu. Dia mau bilang entertain kek, enter wind, kek, biarin aja,” potong Pocong.

(hal 49)

Secara umum, buku ini cukup menghibur dan tampil beda di tengah buku-buku pocong lainnya. Cuma gue ngebayangin akan lebih rame lagi kalo ciri khas masing-masing tokoh digarap lebih dalam lagi, seperti: gimana caranya Babi Ngepet bawa motor? –atau gimana caranya Pocong ngetik?

Yang jelas, kalo buku ini diangkat ke layar lebar, akan jadi tontonan yang unik banget! Siapa kira-kira pemeran Babi Ngepetnya, ya?

Kalo mau dapet yang ada tanda tangannya, silakan beli buku ini di web istribawel. Kalo masih bingung cara beli buku di sana, baca dulu panduannya di sini.

9 comments