Alkisah, tersebutlah sebuah tes intelegensi bernama IST – singkatan dari Intelligenz Struktur Test, yang disusun oleh psikolog Jerman bernama Rudolf Amthauerpada tahun 1953. Tes ini terdiri atas 9 subtes yang masing-masing mengukur aspek intelegensi yang berbeda-beda. Mulai dari kemampuan analisis verbal, logika numerik, sampai daya ingat. Dan dari ke sembilan subtes ini, ada satu yang bikin gue, sebagai psikolog, benci banget: subtes ke 8 tentang kemampuan ruang.
Lah gimana nggak stress: tugas gue kan menjelaskan cara pengerjaan tes supaya pesertanya bisa ngerjain sesuai aturan. Kalo pesertanya salah ngerti, mereka salah ngerjain, akibatnya hasil tes jeblok. Padahal psikotes kan biasanya terkait dengan masa depan mereka – karena untuk keperluan seleksi pegawai atau sekolah. Artinya, kemampuan gue menjelaskan tes berdampak pada masa depan para peserta. Dan sialnya kok ya si Rudolf Amthauer ini bikin tes susah amat!
Subtes 8 dari IST bentuknya kurang lebih kayak gini nih:
Ada 5 buah kubus yang tiap sisinya punya simbol berbeda. Tugas peserta menentukan kubus di setiap nomor adalah kubus yang mana dari 5 pilihan jawaban yang tersedia, apakah kubus A, kubus B, kubus C, kubus D atau kubus E. Tentunya kubus di setiap nomor soal sudah mengalami perputaran sedemikian rupa sehingga posisinya beda dengan kubus di pilihan jawaban. Artinya peserta harus membayangkan kubus-kubus itu berputar dan berguling dalam benaknya, sebelum bisa menentukan jawaban yang benar.
Kalopun kubusnya beneran ada di depan mata pun nggak mudah membayangkan penampakannya saat posisinya berubah. Lha ini kubusnya hanya dalam bentuk gambar 2 dimensi, jelas makin susah!
Karena tahu subtes ini nggak gampang dipahami, maka menjelang subtes ke 8 gue biasanya bilang,
“…perhatikan baik-baik ya, subtes berikut ini sangat rumit. Awas, jangan sampai salah…”
Tapi udah dibilangin gitu pun orang masih aja kesulitan. Boro-boro menentukan kubus dalam soal, baru sampe pilihan jawabannya aja mereka udah bingung. Biasanya mereka sulit melihat bahwa 5 pilihan jawaban itu memang 5 kubus yang berbeda. Dikiranya itu 1 kubus yang ditampilkan dalam 5 variasi posisi. Hasilnya gue harus nerangin berkali-kali, itu pun dengan diiringi protes dan keluh kesah para peserta yang menganggap tes ini nggak masuk akal.
Nah, setelah bertahun-tahun kerja di bidang yang nggak berhubungan sama psikotes dan terbebas dari hantu IST, baru-baru ini gue dapet obyekan ngetes, dan coba tebak tes apa yang harus gue bawakan… yak, tentu aja IST.
Menjelang tes gue berpikir keras gimana caranya biar subtes 8 nggak jadi masalah. Dan akhirnya gue dapet ide: mengubah pengantarnya!
Kalo dulu gue membawakan subtes 8 dengan peringatan bahwa tes ini akan sulit, kali ini gue coba pendekatan lain. Gue bilang,
“Setelah mengerjakan tes yang susah-susah tadi, sekarang saya akan mengajak Anda sekalian bermain balok. Pasti waktu kecil semuanya pernah main balok, kan? Nah, artinya Anda pasti bisa mengerjakan subtes berikut!”
Selebihnya instruksi gue sama persis seperti yang dulu-dulu, cuma pembukaannya aja yang gue bedain. Eh ajaib, ternyata para pesertanya nggak mengalami kesulitan sama sekali! Cukup diterangin satu kali, mereka bisa mengerjakan soal-soal latihan dengan bener. Rupanya, menyamakan subtes 8 dengan permainan balok masa kecil bikin peserta berpikir tes ini adalah permainan yang fun dan mudah, jadi nggak menakutkan lagi.
Pesan moralnya? Mindset itu penting banget. Kalo lu ngerjain sesuatu yang sebelumnya lu anggap susah, maka lu akan kesusahan. Sebaliknya, kalo lu anggap pekerjaan itu mudah, maka lu juga akan mengerjakannya dengan mudah 🙂
Ada komentar?