SPOILER ALERT! SPOILER ALERT!

Biang keladinya tivinya perusahaan iklan focusmedia deket lift di kantor gue yang terus-terusan nayangin iklannya film “My Bloody Valentine – 3D”. Gedung kantor gue tuh gedung tua, dan memang lazimnya segala sesuatu yang tua-tua itu jalannya serba pelan. Maka bisa dipastikan hari-hari gue banyak dilewatkan dengan kegiatan cengo nunggu lift yang jalannya ngesot. Di saat-saat seperti itu, iklan2 di tivi Focusmedia jadi tontonan paling menarik*. Dan sialnya, belakangan ini yang sering muncul adalah iklan film bodoh ini.

Seperti biasa gue ceritain dulu seberapa tinggi ekspektasi gue terhadap film MBV3D. Ini penting karena tingkat ekspektasi berkorelasi terhadap tingkat penilaian terhadap film itu sendiri. Sebelumnya gue udah tau bahwa film ini adalah remake dari sebuah film low budget di awal 80-an, sebuah era di mana film-film horror didominasi oleh adegan-adegan ‘gore’ (darah-darah muncrat, anggota badan putus, mayat busuk). Yang paling legendaris dari film-film di era ini adalah Texas Chainsaw Massacre yang juga udah dibuat versi daur beberapa tahun lalu. Jadi, gue udah mengantisipasi akan ada banyak adegan-adegan jijik dan sadis dalam film ini. Disajikan secara 3D pula. Ini akan seru, pikir gue. Soal cerita mungkin akan sedikit ngaco, tapi tak apalah.

Yang kemudian terjadi adalah, gue terkagum-kagum ngeliat betapa MALES-nya para pembuat film ini untuk menyuguhkan sesuatu yang… yah, minimal lumayan kreatif dikit kepada penonton. Boleh dibilang film ini adalah serangkaian adegan yang udah sering banget dimunculkan di film-film horror lainnya. Lo sebut deh apa, di film ini ada.

1. Mobil susah distarter saat monster mendekat? Ada
2. Kunci susah dibuka saat monster mendekat? Ada.
3. Sekelompok anak muda berpasang-pasangan yang mau pacaran di tempat sepi untuk kemudian jadi santapan maniak bersenjata tajam? Ada.
4. Adegan dua orang yang dalam posisi underdog dibanding si monster, tersudut, terus yang satu bilang “lu tunggu sini bentar, gue akan cek ke sana” dan beberapa menit kemudian salah satu di antaranya malah amprokan sama si monster? Ada.
5. Korban-korban yang dikejar monster dan memilih untuk ngumpet di tempat-tempat yang sama sekali kurang strategis seperti misalnya ruang di balik pintu kayu tipis, lemari, atau kolong tempat tidur? Ada.
6. Monsternya nggak mati-mati padahal udah ditembak, dibacok, digiles mesin giling yang suka dipake buat bikin jalanan aspal? Ada.
7. Polisi yang luput nembak monster segede gajah beleduk dalam jarak kurang dari 3 meter? Ada.
8. Ending yang seolah-olah mengesankan si monster udah berhasil dibunuh tapi 5 detik sebelum film abis ketahuan ternyata masih sehat wal afiat? Ada.
9. Tokoh korban ngeliat ke suatu arah dan monsternya muncul dari arah sebaliknya? Ada.
10. Penjahat yang secara total mengabaikan faktor kepraktisan dan kenyamanan dalam memilih busana sehingga rela mengejar-ngejar mangsa sambil make topeng yang bikin sesak napas? Ada.
11. Adegan bugil? Ada. Banyak. Tapi disensor abis-abisan. Hubungi lapak DVD terdekat untuk menyaksikannya.

Satu-satunya perbedaan antara film versi baru ini dengan versi originalnya adalah:, ada 2 tokoh, namanya Tom dan Axel. Di versi originalnya, yang jahat Axel. Di versi baru, yang jahat si Tom. Udah, gitu doang.

Soal sadisnya gue sama sekali nggak keberatan. Memang itu yang ingin gue liat saat memutuskan nonton film ini. Yang bikin gue sebel adalah, KENAPA di tahun 2009 ini, di mana teknologi perfilman udah sangat maju, ada film horror yang menampilkan mayat-mayat yang NAMPAK SANGAT PLASTIK DAN MENGKILAT SEPERTI MANEKIN PERAGA JEANS LEVI’S KW-3 DI ITC? Duh, ampun deh. Udah gitu skenarionya juga parah mampus. Gue udah mempersiapkan diri menonton film yang ceritanya ngepas, tapi yang gue dapet kualitas minus, jadi tetep sebel. Dialog-dialognya sangat maksa dan diada-adain banget seolah-olah dibuat ada hanya karena daripada nggak ada. Mungkin waktu proses pembuatan sempet terjadi diskusi berikut antara sutradara dan seorang kroco:

“Boss, shooting adegan apa lagi nih kita hari ini?”
“Mata melejit kena pacul?”
“Udah boss.”
“Rahang mental kena pacul?”
“Itu udah waktu… mmm… Rabu kemarin boss.” (sambil ngeliat catatan)
“Jantung dicopot terus ditaro di kotak cokelat?”
“Lah, itu kan tadi pagi boss.”
“Ah saya tau! Pasti yang ini belum: adegan kepala pecah masuk mesin parut kelapa! Keren pasti tuh!”
“Wah, sewa mesin parutnya mahal boss… budget udah mepet…”
“Hmmm… ya udah kalo gitu shooting dialog deh.”
“Dialognya apaan boss?”
“Hmmm… apa ya? Dialog marah-marah aja deh, biar seru! Jangan lupa pake acara terbalikin meja ya!”
“Delapan – enam boss!”

Satu-satunya faktor yang cukup nolong di film ini ya si 3D-nya itu tadi, walaupun beberapa adegan nampak jelas diadain untuk mengoptimalkan efek 3D seperti tokoh jagoannya meludah ke arah penonton, dan beberapa kali monsternya melempar paculnya ke arah penonton. Tanpa efek 3D, gue curiga film ini akan bersaing ketat dalam aspek kekacrutan dengan film ‘Psikopat’ karya Rudy Aryanto. Buat Isman, kayaknya film ini layak masuk dalam buku Parodi Film Seru jilid 2!

Poster film gue pinjem dari wikipedia

*kalo ada pegawai focusmedia baca posting ini pasti langsung dicopy paste ke presentasi marketing sebagai bukti keampuhan iklan-iklan mereka.