
Dari blogwalking ke blognya “Menteri Desain Indonesia”, gue dapet informasi tentang keberadaan website milik Kementrian Budaya dan Pariwisata Indonesia, my-indonesia.info. Menurut detikinet, pembangunan website ini menelan biaya… siap-siap tarik nafas… minum dulu biar nggak kaget… tarik kursi, duduk dulu…. kipas-kipas… udah? Yak… biayanya adalah… (*masukkan backsound Indonesian Idol di sini: yang tedeng-tedeng-tedeng… gitu loh*)…
Rp17.5 Miliar
Perinciannya adalah; Rp 2 miliar untuk ‘pengembangan situs’ selama tahun 2006, Rp 5.5 miliar untuk ‘pengembangan situs selama tahun 2007, dan Rp 10 miliar anggaran untuk ‘pengembangan dan promosi’ tahun 2008.
Emang Iya Butuh Semahal Itu?
Sebagai perbandingan, dari hasil googling dengan keyword “dedicated web hosting” gue dapet info bahwa rata-rata layanan webhosting internasional dengan spesifikasi yang bisa dibilang ‘super’ berkisar pada USD 500 per bulan. Oke deh, biar aman gue kasih anggaran webhosting sebesar USD 1000 per bulan, alias USD 12000 per tahun. Berhubung berita di detikinet menyebutkan bahwa servernya terletak di 4 benua, maka USD 12000 dikali 4 = USD 48000 per tahun atau Rp 480 juta (biar gampang ngitungnya pake kurs 1 USD = Rp 10.000 aja – lebihannya itung2 buat ‘uang rokok’). Untuk sewa 3 tahun sejak tahun 2006 sampai 2008, maka kurang lebih dana yang dibutuhkan untuk webhostingnya adalah Rp 1.44 miliar.
Dengan kata lain, biaya di luar webhosting (ongkos webdesign, promosi, dllsb) adalah lebih Rp 16 miliar. Waaww…sungguh webdesigner yang sangat beruntung sekali, bukan?
Dengan anggaran yang segede itu, gue sebagai pembayar pajak yang tertib dan bertanggung jawab tentunya berharap hasilnya akan keren banget. Dan… yak, harapan gue terkabul. Website ini bener-bener menghibur.
Review Website
Mari kita mulai dari atas: header. Di setiap halamannya ada header foto yang berganti-ganti secara random. Di bagian “calendar event”. webmasternya kayaknya lagi terlalu sibuk ngitung duit sampe ngelamun pas lagi cropping gambar: tulisan calendar-nya kepotong, dul.
[gambar terhapus]
Selain ngelamun waktu cropping gambar, si webmaster juga bengong waktu ngedit teks. Di bagian “Cultural Activities > Baduy” 2/3 tulisan terformat dalam bold – kayaknya lupa ngasih tag penutup.
[gambar terhapus]
Biar para turis yang mau dateng ke Indonesia nggak kesasar, website ini juga menyediakan “map” – maksudnya peta, bukan tempat nyimpen surat tanah. Mari kita klik.
[gambar terhapus]
Sebuah animasi flash muncul, menunjukkan di mana letak Indonesia. Kalo diklik, maka akan muncul…
[gambar terhapus]
…and that’s it. Udah nggak bisa diapa-apain lagi. Paling kalo dimouse-over di atas kota-kota besar, muncul nama kotanya. Kenapa nggak sekalian dijadiin menu navigasi aja sih? Jadi kalo diklik bisa langsung keluar daftar kegiatan wisata di kota tersebut, misalnya. Tapi… yah, minimal peta flash ini bermanfaat buat membantu para turis belajar kalo mau ulangan “peta buta” (FYI buat para pembaca kelahiran 80-an: itu nama pelajaran waktu menteri pendidikannya masih Daoed Yoesoef).
Yang juga nggak kalah keren adalah deskripsi tentang budaya. Di bagian budaya Jawa Barat, ada tulisan tentang “Kuda Renggong” :
Kuda Renggong
Kuda Renggong Art look like Singa Depok from Kabupaten Sumedang at the performance side.
Mari kita bayangkan dialog Mr. dan Mrs. Smith dari pedalaman Amerika yang lagi merencanakan kunjungan ke Indonesia:
“Hey, this one sounds interesting: Kuda Renggong”
“What’s Kuda Renggong?”
“Well… you know, kinda like Singa Depok thing”
“What’s Singa Depok?”
“The one that’s similar with Kuda Renggong, of course”.
“….” *jedot-jedotin kepala ke monitor*
Hmmm… trus apanya lagi ya, yang lucu?
Oh iya, bagian “Culinary”. Coba buka bagian “Culinary” untuk “West Java”. Di bagian atas ada gambar ikan bakar, dijuduli “Sundanese food”. Ok deh. Trus ada sederetan piring dan mangkok, juga dijuduli “Sundanese food”. Sip. Eh, di bagian bawahnya ada lagi gambar berjudul “Sundanese food”, yaitu:
[gambar terhapus]
Pertama: itu bukan gambar makanan, kecuali bagi para pelaku kuda lumping yang memang biasa makan lampu . Ke dua: gue 99% curiga bahwa itu adalah foto Kya-kya, tempat jajanan malam di Surabaya – yang mana sampai detik ini belum ada rencana pindah lokasi ke Jawa Barat.
Konon promosi paling ampuh adalah promosi dari mulut ke mulut. Artinya butuh testimonial dari para turis, dong. Coba deh buka bagian “testimonial”, maka elo akan menemukan testimonial dari… 2 orang yaitu mas Wai Lok dan mbak May Huang, dua-duanya dari Hong Kong. Hmm… jadi, setelah ngabisin Rp 7.5 miliar (budget untuk tahun 2006 dan 2007) baru bisa nangkep 2 orang turis?
Kesimpulannya, buat yang lagi iseng dan butuh hiburan, mampir2 deh ke my-indonesia.info. Daripada duit 17.5 miliar mubazir, mending buat lucu-lucuan… :-)))
UPDATE:
Ternyata udah ada bertia di detikinet juga yang membeberkan perincian penggunaan anggaran 17.5 M itu… dan isinya lebih lucu lagi. Baca juga 43 komentar yang masuk… ada yang ngeliat data teknis situsnya dan menemukan bahwa servernya di Indonesia. huhuhuhu… selengkapnya baca di sini.
Link website ini ternyata udah beralih fungsi untuk kegiatan terlarang dan udah diblokir pemerintah. Jadi semua link gue nonaktifkan.

Tinggalkan Balasan ke trully Batalkan balasan