Menurut definisi di kumpulan definisinya google, phobia adalah:
…an uncontrollable, irrational, and persistent fear of a specific object, situation, or activity.(dari www.montefiore.org)
…an obsessive, persistent, unrealistic fear of an external object or situation.(dari www.dphilpotlaw.com)
Jadi intinya terletak di segi irrasional / unrealisticnya, phobia adalah rasa takut yang tidak rasional atas sesuatu yang spesifik.
Yang dimaksud dengan tidak rasional di sini adalah:
Dalam kasus phobia, rasa takut dipicu oleh stimulus yang tidak benar-benar menakutkan / mengancam keselamatan diri. Sedangkan kalau stimulus tersebut memang benar-benar berbahaya / mengancam, namanya bukan phobia lagi melainkan rasa takut yang wajar.
Contoh:
Kalau misalnya kita lagi jalan-jalan di taman yang indah, menikmati kicau burung, matahari bersinar, dan bunga-bunga bermekaran, tiba-tiba anjing dobberman segede mesin jahit menyeruak dari balik dedaunan, menggonggong sambil bercucuran air liur, matanya bersinar buas, lantas doi mulai berlari ke arah kita, yang mana mengakibatkan kita lari lintang pukang sampai lupa mempertimbangkan harga diri dan martabat, sedemikian rupa sehingga belakangan menemukan bahwa celana menjadi basah di luar kontrol, itu namanya takut yang wajar. Obyeknya betul-betul ada, dan membahayakan diri kita.
Tapi kalau kita lagi baik-baik nonton tivi di rumah, lantas di tivi muncul film tentang anjing dobberman dan sebagai akibatnya kita merasa ketakutan setengah mati sedemikian rupa sehingga celana menjadi basah di luar kontrol, itu namanya phobia. Obyeknya di sini hanyalah gambar / film tentang anjing yang secara rasional tidak mungkin menyakiti / melukai kita, tapi kita merasakan ketakutan seperti sedang benar-benar terancam nyawanya.
Nah, karena perbedaan antara phobia dan rasa takut biasa hanyalah wajar / tidaknya si obyek untuk ditakuti, kadang orang suka keliru membedakan keduanya. Misalnya, orang lagi desak2an ngantri tiket kereta api menjelang mudik lebaran, di mana 3/4 penduduk Jakarta pada tumplek di Gambir (1/4 sisanya tumplek di Kampung Rambutan) sehingga boro-boro melangkah, buat napas aja susah, lantas jadi cemas takut kecopetan, takut keinjek-injek, takut dilabain sama orang sebelah, terus mikir, “wah jangan2 gue agoraphobia (phobia keramaian) nih.” => Ini bukanlah phobia karena:
- Obyek rasa takutnya (kecopetan, keinjek-injek, dan dilabain) memang wajar / mungkin terjadi, dan sedikit banyak memang cukup mengancam keselamatan kita.
- Obyek rasa takutnya tidak spesifik pada keramaiannya, melainkan pada berbagai kemungkinan yang dapat terjadi sebagai akibat dari keramaian tersebut. Yang namanya namanya agoraphobia tuh kalo penderitanya merasa panik setiap ada keramaian; nggak peduli ramai karena ngantri tiket, nonton konser, resepsi kawinan, atau Jakarta Fair. Pokoknya kalo ada kerumunan sejumlah besar orang dia akan merasa panik dan nggak bisa ditenangkan dengan pendekatan rasional.
Contoh:
Penderita Agoraphobia (PA): “Ya ampuuuun… banyak banget orang sih di sini, gue nggak kuat nih, gue takut, panik, dengkul gue gemetar, keringat dingin gue mengucur!!”
Temannya Penderita Agoraphobia nan Sabar dan Baik Hati (TPAnSdBH): “Apanya yang ditakutkan sih, lihat dong, semua orang nampak baik, nggak ada yang berniat mencelakakan elu di sini… tenang ya, sabar… nyebut… nyebut…”
PA: “Gue tahu, tapi tetep aja gue takut di sini…yuk, kita keluar aja dari sini…! Udah nggak kuat lagi nih…”
TPAnSdBH: “Ya nggak bisa gitu dong, lo harus tetep di sini….”
PA: “Ngga bisaaaa… ngga bisaaaa… gue mau pergi dari siniiii….banyak oraaangggg… gue nggak kuaaaat….!” (histeris)
TPAnSdBH: “Gini ya, gue bilangin baik2 nih. Pertama: nggak perlu teriak-teriak kayak gitu, elu jadi diliatin orang karena ini pesta resepsi pernikahan. Kedua: sangat nggak wajar kalo elu pergi dari sini karena elu pengantennya! Sekarang udah diem jangan banyak cingcong!”
Dulu, phobia diberi nama berdasarkan obyek spesifiknya. Phobia kucing ada namanya sendiri, phobia tikus ada namanya sendiri, phobia tempat tertutup ada namanya sendiri, dst. Lama-lama listnya jadi panjang dan kayaknya orang jadi pegel sendiri ngasih nama2 latin untuk phobia2 tsb, sehingga mulai di DSM III-R (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders jilid III-Revised = buku panduannya para psikolog untuk mengklasifikasi gangguan. Kalo gak salah sekarang udah terbit yang jilid IV), phobia digolongkan ke dalam 3 kategori saja yaitu:
- Agoraphobia
Seperti udah dijelaskan, ini phobia pada keramaian. - Social Phobia
Kalo yang ini, phobia pada segala sesuatu yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Bedakan dengan agoraphobia ya, kalo agoraphobia rasa takutnya lebih pada kerumunan / crowd sebagai satu kesatuan. Sedangkan kalo social phobia ini ketakutannya lebih pada konsekuensi2 negatif yang mungkin timbul akibat interaksi dengan orang lain. Contoh: takut untuk bicara di depan umum, takut untuk dikritik, takut untuk dihina / direndahkan, dsb. - Simple Phobia
Sedangkan yang ini adalah phobia2 aneh2 yang selama ini dikenal orang seperti phobia serangga, karet gelang, tikus, anjing, kucing, dsb.
Kembali ke pertanyaan Soraya, dengan demikian disimpulkan kalo timbul rasa was-was saat motor kesayangan dipake orang, itu tidak termasuk dalam phobia, melainkan rasa cemas biasa. Lain ceritanya kalo saat motor dipinjem sebentar buat ke warung trus Soraya nggak bisa berhenti berpikir, “Wah jangan2 motor gue keserempet yah? Jangan2 ketabrak truk? Jangan2 nyemplung got? Jangan2 bannya kempes? Jangan2 ketimpa pohon rubuh? Jangan2 dicuri? Jangan2 kesrempet trus oleng trus ngusruk ke pom bensin trus meledak?” dan seterusnya sehingga nggak bisa mikir / ngerjain yang lain, baru bisa dikategorikan sebagai gangguan obsesi. Tapi itu lain lagi ceritanya, dan nggak akan gue bahas di sini.
Semoga cukup menjawab pertanyaan Soraya, dan oh iya satu lagi: Psychology / Psikologi itu adalah disiplin ilmunya, sedangkan orangnya adalah Psychologist / Psikolog. Sama seperti Sosiolog untuk disiplin ilmu Sosiologi dan Anthropolog untuk disiplin ilmu Anthropologi. Jadi pertanyaan yang benar adalah “Any psychologIST who can explain this?” Ini perlu gue jelaskan juga karena memang masih cukup banyak orang yang keliru menyebut orang2 seperti gue sebagai ‘psikologi’.

Tinggalkan Balasan ke heniez Batalkan balasan