Welcoming A Gift from God

Published by

on


I used to hate kids. Even when I was a kid, I hate other kids.

Kondisi di mana jarak usia gue dengan kakak2 gue terpaut cukup jauh (8 tahun dengan kakak yang di atas gue langsung) membuat gue terbiasa hidup steril dari interaksi dengan anak-anak lain. Ditambah lagi, kebetulan gue tinggal di daerah yang minus anak-anak. Di rumah gue terbiasa baca, nggambar, atau main robot-robotan sendirian. Di sekolah, gue lebih suka menyepi di perpustakaan karena kurang tertarik berinteraksi dengan anak-anak lain. Gue sedemikian akrabnya dengan ibu tua penjaga perpustakaan sampe suka dikasih bonus poster dari majalah Sigma.

Kalo rumah gue kedatangan tamu anak2nya saudara, gue bete setengah mati. Rumah jadi berisik, dan parahnya selalu adaaaa… aja mainan gue yang mereka rusakin. Masih untung kalo cuma rusak, seringkali waktu mau pulang anak-anak itu jadi rewel minta dikasih kenang-kenangan barang satu potong mainan. Mainan GUE.

Ibu selalu berusaha memberi pengertian bahwa gue harus berbagi dengan mereka yang mainannya nggak sebanyak gue, tapi menurut pikiran gue waktu itu: soal punya mainan banyak atau enggak, itu kan problem mereka, kenapa juga harus gue yang ikutan jadi susah?

Waktu kuliah, jurusan paling berat bagi gue adalah Psikologi Perkembangan karena gue harus berurusan dengan klien-klien anak-anak. Anak-anak adalah makhluk yang paling sulit diajak berkomunikasi, nggak bisa ditebak tindakannya, dan potensial merusak barang-barang. Sebuah divider ruangan di klinik LPT Salemba pecah gara2 ulah klien2 gue. Baca di sini kalo mau tau cerita lengkapnya.

Sebagai oom, gue adalah sosok kontroversial buat keenam keponakan gue. Di satu sisi gue begitu menarik karena punya banyak mainan, bisa nggambar, dan bisa jadi lawan seimbang untuk main Playstation, di sisi lain gue galaknya setengah mati. Pernah suatu kali keenam anak ini meminjam mainan-mainan action figure Starwars gue, dan entah gimana tau2 gue menemukan kepalanya Han Solo udah nggeletak di lantai. Langsung enam-enamnya gue sidang di dalam kamar, nggak boleh ada yang keluar sebelum ngaku siapa pelaku yang telah memenggal Han Solo gue. Hasilnya bukannya ngaku malah pada nangis… semuanya… enam-enamnya… sehingga nggak lama kemudian ibu-ibunya pada masuk satu per satu ke kamar untuk menjemput anaknya yang bergelimang airmata campur ingus sambil sakit hati atas kekejaman sang oom nan bengis.

Waktu pertama kali kenal sama Ida, gue langsung tau bahwa persepsi terhadap anak-anak akan jadi perbedaan yang cukup besar di antara kami. Menurut Ida, anak-anak adalah makhluk-makhluk lucu yang menggemaskan, sedangkan menurut gue mereka adalah makhluk-makhluk ajaib yang sulit dimengerti dan menjengkelkan. Sengaja gue sering bikin Ida senewen dengan ide-ide gue tentang anak-anak. Mulai dari konsep marmut vs anak-anak, sampe rencana2 yang akan gue lakukan terhadap anak2 gue kalo mereka nakal.

Misalnya, pada suatu hari gue dan Ida jalan-jalan di Taman Lembang dan gue bilang, “Taman ini cocok sekali lho untuk ngajak jalan-jalan anak-anak…”
“Iyaaa…” kata Ida excited, “Banyak mainannya ya, anak-anak pasti senang…!”
“Bukan… tapi karena di tengahnya ada danau. Kalo anaknya rewel atau banyak cingcong, tinggal cemplungin sebentar di danau biar kapok.”

…atau…

“Ya ampuuun… liat deh kereta bayi ini, lucu sekali ya…?” kata Ida
“Jangan cuma liat keretanya, liat juga dong label harganya, amit-amit. Tau nggak, daripada beli kereta bayi mahal gini, mendingan anak kita nanti dibeliin container plastik yang di Carrefour tuh… kan ada rodanya, anaknya taro aja di dalem situ, tinggal kasih tali, trus diseret deh. Harganya nggak sampe 60 ribu.”

…atau…

“Liat deh, itu bapaknya lagi nggendong bayinya, keliatannya dia sayang sekali ya sama anaknya…” (kata Ida dengan nada menyindir)
“Iya tapi liat dong betapa merana tampangnya, pasti dia kurang tidur.”

…atau…

(waktu lagi jalan-jalan ke Bali)
“Bayangin dong kalo kita jalan2 ke Bali gini sambil bawa anak… wuiii… kayak apa tuh repotnya. Bagasi pasti overweight, belum lagi ntar anaknya rewel di pesawat, nangis nggak brenti-brenti bikin malu orang tua, trus kita nggak bisa jalan-jalan ke mana2 karena takut anaknya kepanasan, cari tempat makan juga harus milih yang menunya bisa dimakan sama anak-anak, mau berduaan taunya anaknya ngompol…”

Seringkali celetukan sinis gue suka bikin Ida senewen beneran mengkhawatirkan nasib anak-anaknya kelak, tapi sebenernya gak gitu2 amat lah. Sejak awal kenal Ida gue udah tau bahwa konsekuensi mengawini seseorang yang begitu tergila-gila pada anak-anak adalah someday kehidupan gue akan dimasuki oleh anak-anak – entah anak sendiri atau adopsi. Lagipula, dari hasil interaksi baik dengan keenam keponakan maupun klien2 bocah, sedikit-sedikit gue mulai menemukan sisi-sisi menarik dari anak-anak. Gue menemukan bahwa ternyata gue bisa belajar untuk mencintai tanpa syarat dari anak2. Anak-anak mampu menyayangi seseorang “just because”… kalau mereka memilih untuk menyayangi seseorang, ya mereka akan menyayangi orang itu – apapun balasan yang mereka terima. Seorang klien gue di psikologi perkembangan adalah anak berusia 5 tahun yang kekejaman ibu kandungnya melebihi fantasi para penulis skenario film ibu tiri. Anak itu setiap hari disabet rotan, dicubit, ditempeleng, dan disundut rokok. Disuruh mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat sejak bangun pagi sampe malem, dan kalo salah sedikit aja disiksa. Toh setelah digali melalui wawancara mendalam dan serangkaian tes, anak itu sama sekali nggak menyimpan dendam kepada ibunya. Dia tetap sayang. Takut mungkin, tapi dia tetap menyayangi ibunya yang kejam itu. Walaupun sering gue marahin, keenam keponakan gue sayang banget sama gue. Waktu gue ulang tahun ada satu yang ngasih kado bros beli di warung mainan depan sekolah, pake uang sakunya sendiri. Ada juga yang kalo dibeliin kaos gambar tokoh2 komik / starwars, minta dibeliin satu lagi yang ukuran besar “untuk oom Agung, karena oom Agung pasti suka”. Di sisi lain, mereka juga nggak mempan disuap. Lo mungkin bisa menyenang-nyenangkan hati mereka dengan ngasih mainan, coklat, atau sogokan lainnya, tapi selama mereka belum memutuskan untuk menyayangi elo, ya mereka nggak akan menyayangi elo. Being loved by kids, is a gift from God.

=$$$=

Kamis lalu, penjelasan dokter mengabarkan bahwa Tuhan sedang mengirimkan hadiahNya untuk gue. Mungkin gue nggak se-excited Ida dalam menyambut kehadiran sosok yang mungkin akan menghancurkan seluruh mainan starwars gue, but I’m willing to learn. I’m happy – I’m happy because God grants me this kind of responsibility – and I’m happy for her.

48 tanggapan untuk “Welcoming A Gift from God”

  1. tototapalnise Avatar

    Selamat buat yg lagi nunggu si Junior, moga gak senakal bokapnya :))

    Suka

  2. linabobo Avatar

    waaaaaaaaah anak ninja udah mau mampir… muahahhaha congrats ya!

    Suka

  3. dbaonk Avatar

    selamet mas mbot.. ga usah kawatir terlalu.salah satu keasikan punya anak dan jadi bapak, adalah bisa punya laboratorium hidupuntuk menyalurkan hasrat eksperimen lo… setiap saat.btw, anak biar bayar tapi enak lho…

    Suka

  4. tianarief Avatar

    selamat gung, karena tak lama lagi bakal jadi bapak seorang anak. 😉 *ada “keajaiban” tersendiri memiliki anak* 😀

    Suka

  5. gogon Avatar

    Horeee!! Agung dapet saingan, Selamat ya Agung dan Ida!..semoga jadi anak yg baik, nurut ama orang tua, jadi nggak bakal ngancurin mainan star wars elo…hehe. Welcome to the chaotic world of parent wannabe.

    Suka

  6. spinkage Avatar

    aw aw.. selamat gung : )

    Suka

  7. nicelovelydentist Avatar

    mbot said: Misalnya,pada suatu hari gue dan Ida jalan-jalan di Taman Lembang dan gue bilang, “Tamanini cocok sekali lho untuk ngajak jalan-jalan anak-anak…” “Iyaaa…”kata Ida excited, “Banyak mainannya ya, anak-anak pastisenang…!” “Bukan…tapi karena di tengahnya ada danau. Kalo anaknya rewel atau banyak cingcong,tinggal cemplungin sebentar di danau biar kapok.”

    Ikutan reply… Hehehe…kocak juga…sering lewatin taman lembang koq belon pernah kepikir yak ? :-)Well, dulu waktu aku kecil, kalo ketemu ibu ibu gendong anaknya ngadep belakang di pasar Benhil sambil nganterin mamaku, hampir selalu aku cubit kakinya, diem diem tentunya, biar nangis. Terus,..kalo ada anak kecil sok imut gitu, waktu kecil paling hobi aku pelototin ,…biar takut.Tapi….Setelah kakak perempuan ku meninggal dan meninggalkan 2 anak nya yang gak berdaya dan butuh sisa sisa sayang yang masih mungkin mereka terima biar bisa tumbuh normal, aku berubah 180 derajat. Berubah begitu aja. Gak ngerti gimana dan mulai kapan. Malah sekarang anak anak jadi alasan kenapa aku betah di pekerjaan.You’ll see…Oh iya…hampir lupa…. SELAMAT YA, ATAS KEHAMILAN NYA…

    Suka

  8. hady82 Avatar

    mbot said: Sebagai oom, gue adalah sosok kontroversial buat keenam keponakan gue

    Wah, gak cuman politisi yang bikin kontroversi, mas agung juga rupanya…:)

    Suka

  9. kangbayu Avatar

    Gw juga dulu gak suka anak2 karena mereka seringkali gak bisa diatur, dan gak “berperasaan”… tengsin kan kalo kitanya dah heboh2 ramah didepan ortunya, tapi merekanya senyum aja males?? Dibilangin jangan dipegang2, tetep aja mereka nekad, nangis kalo perlu? Makanya dulu gw prefer menjauh kalo ada anak-anak kecil. Kalo ada sodara bertamu, gw prefer ngunci diri dikamar dengan dalih “ngerjain tugas”.But yeah… we all learned a lesson or two…Met jadi calon bapak ya gung… Semoga membawa berkah =)

    Suka

  10. menhariq Avatar

    gung.. speechless aku.. kok kita masa kecilnya mirip yah? maenan yang sering diminta ketika ada yang dateng.. terus klo aku justru sepupu yang masih kecil yang dateng kerumah, mampir terus minjem maenan.. sampe ada yang matahin Kaki Robot Goggle V ku.. wuah, langsung naek pitam aku.. tapi seiring dengan bertambahnya usia.. Aku bisa belajar memahami karakter anak-anak.. dan walau mungkin mereka akan menjatohkan mouse MX1000 Laser aku lagi (yup, mouse ku pernah jatoh dari meja karena ulah sepupu aku yang masih kecil).. gue mencoba untuk mengerti dan belajar.. congrats yah gung.. 🙂

    Suka

  11. ti2n Avatar

    selamat menikmati jadi calon ayah 🙂

    Suka

  12. windageulis Avatar

    sejujurnya gue ga terlalu suka anak2 tapi entah kenapa kalo ada anak kecil suka gelayutan sama gue… puun kaliiiii :))btw, selamat yaaaa…semoga semua lancar kedepan

    Suka

  13. escoklat Avatar

    tenang…nanti anak nya bakal sayang maminya, sperti Anikin sayang mami nya..huhuhu*papi nya??mmhh..^ ^

    Suka

  14. annedowns Avatar

    Selamat ya …. enjoy the pregnancy dan jangan lupa update yaa… Gue punya dua anak disini…cowok lagi dua2nya wah kadang kewalahan pisan…. apalagi susah pembantu dan ga murah pula…. but pas mereka lagi tidur atau anteng main bedua…ada rasa haru dan bahagia punya anak2…. Enjoy…..

    Suka

  15. himma Avatar

    ya salaammm om agung,gak kebayang yah kalo tar anaknya beruntun tiga(kembar) kaya saya…bener2 deh hancuuur rumah dan perabot dan perkakas dapur.belum lagi klo beli mainan nyampe depan rumah udah pecah….hihihihi tp dari semuanya ada cinta yg indah dr mereka…..Dan Alloh maha adil…om agung berjodoh dg mba ida yg pecinta anak anak….saling melengkapi..alfu mabruk atas hamilnya mba ida selamat menjalani masa2 perjuangan

    Suka

  16. aryan Avatar

    anak itu menjadikan lu laki2 sejati di dunia ini. you’ll see……conratulation!!!!!!

    Suka

  17. landyok Avatar

    He…1000xGood luck both of U:)Life goes on… Elo dulu juga males kawin toh akhirnya happy setelah married, iya kan… jadi pasti elo happy juga entar kalo si kecil nongol. Banyak berdoa ya biar lancar.Sekali lagi, selamat!

    Suka

  18. nozqa Avatar

    cihuuuyyy…akhirnya…jurnal dari calon bapak. :)btw, gw juga ga suka anak2 tuh. 😦

    Suka

  19. bdarma Avatar

    selamat berbahagia gung…

    Suka

  20. kavfrou Avatar

    wah, mas agung dan mba idaa, selamat yaaa…..:D

    Suka

Tinggalkan Balasan ke tototapalnise Batalkan balasan

Eksplorasi konten lain dari (new) Mbot's HQ

Langganan sekarang agar bisa terus membaca dan mendapatkan akses ke semua arsip.

Lanjutkan membaca