==SPOILER ALERT!! Review ini mengandung 80% spoiler, jangan baca kalo nggak ingin tau duluan ceritanya==
Kalo gue baca info trivia dari IMDB.com, Peter Jackson emang udah lama ngebet ingin bikin King Kong setelah selesai bikin film The Freighteners th 1996. Tapi thn 98 keluar film Godzilla dan Mighty Joe Young, dua-duanya tentang binatang2 bongsor ngacak-acak kota. Studio Universal kuatir para penonton akan berkomentar “kalo berani bikin satu lagi film model begini, gue kasih payung cantik deh lu” – maka proyek King Kong 1996 dibatalkan.
Cerita film King Kong 2005 ini sangat mirip dengan yang versi 1933**, sampe nama tokoh2nya pun sama. Sutradara desperado Carl Denham (Jack Black) berhasil mengibuli aktris desperado Ann Darrow (Naomi Watts) untuk ikutan dalam produksi film yang udah mau dibubarin oleh pihak penyandang dana. Turut juga dalam rombongan; aktor Bruce Baxter (Kyle Chandler) dan penulis naskah Jack Driscoll (Adrien Brody). Mereka semua dikibulin mentah2 sama Carl Denham, dibilangin shootingnya di Singapura padahal diam2 sang sutradara mau mengarahkan kapal ke pulau antah berantah yang cuma ada di peta kuno. Sepertiga pertama dari film berdurasi 3 jam ini berisi penjelasan-penjelasan tentang latar belakang para tokohnya. Nggak lantas jadi boring sih, tapi sesudahnya bikin gue jadi bertanya-tanya: “emangnya penting ya, ngabisin 1 jam pertama hanya untuk nerang2in karakter tokoh2 yang sebagian besar toh akan bergelimpangan mati 15 menit kemudian?”
Singkat cerita, rombongan akhirnya sampe di pulau misterius itu, dan kejadian2 selanjutnya dalam 20 langkah mudah adalah:
-
Rombongan turun ke pulau
-
Rombongan ditangkep sama suku primitif
-
Rombongan berhasil lolos balik ke kapal
-
Suku primitif nyusul ke kapal
-
Suku primitif nyulik Ann Darrow
-
Rombongan turun lagi ke pulau, nyariin Ann Darrow
-
Ann Darrow dicomot sama King Kong
-
King Kong lari ke hutan
-
Rombongan nyusul ke hutan
-
Ann Darrow jadian sama King Kong
-
Rombongan diinjek-injek dinosaurus
-
Jack Driscoll ketemuan Ann Darrow
-
Jack dan Ann kabur sambil dikejar King Kong
-
King Kong dibius oleh rombongan
-
King Kong jadi tontonan di New York
-
King Kong ngamuk
-
King Kong ketemuan sama Ann Darrow
-
King Kong ditembakin pesawat
-
King Kong mati
-
Ann Darrow jadian sama Jack Driscoll
Entah karena mencoba setia sama film King Kong pertama atau emang Peter Jackson yang doyan sama dialog2 puitis, banyak obrolan di film ini yang bikin gue mikir “mosok iya sih ada orang ngomong kaya gitu di kehidupan nyata?”. Ambil contoh dialog antara Ann dan Jack di kapal, atau yang paling spektakuler celetukannya Carl di akhir film: “Oh no, it wasn’t the airplanes. It was beauty killed the beast.” Sekarang coba bayangin ada King Kong manjat Monas, ditembakin sama pesawat F-5E TNI-AU dan buuum… jatuh mati, tau-tau ada seorang mas-mas menyeruak kerumunan hanya untuk ngomong “menurut saya bukan pesawat yang menyebabkan kematiannya. Si cantik telah membunuh si buruk rupa.”
“Halah, apa seeeh masss…?!!”
Sedangkan dari segi plot, film ini mengandung banyak sekali “Loh kok”, misalnya:
-
“Loh, kok rombongan bisa dengan gampang ngejar King Kong dalam semalam, padahal King Kong yang segede-gede…. yah, segede King Kong itu udah lari jauh ngeloncatin jurang dan ngedaki gunung?”
-
“Loh, kok Jack Driscoll gampang amat nemuin Ann Darrow di tengah pulau segede gitu?”
-
“Loh, kok sisa rombongan tau-taunya bahwa temen2nya lagi terdesak di dasar jurang YANG ITU dan bukan di dasar jurang YANG SANA?”
-
“Loh, kok orang yang belum pernah nembak sebelumnya bisa nembak tepat sambil merem?”
-
“Loh, kok kapal sekecil gitu muat ngangkut King Kong pingsan ke New York?”
Tapi kemudian gue tersadar, semua “Loh kok” tersebut nggak ada artinya dibanding satu “Loh kok” yang paling utama dan mendasar, yaitu:
“LOH, KOK BISA-BISANYA ADA GORILLA SEGEDE GITU??”
Kalo untuk yang mendasar aja gue nggak rewel dan masih mau nonton filmnya, kenapa juga gue masih recet ngeributin hal-hal lain yang kurang esensial? Maka gue memutuskan untuk tutup mulut dan menikmati special effects-nya. Eh maaf, tepatnya “BUKA MULUT dan menikmati special effects-nya”, karena kualitas special effects-nya dijamin akan bikin elo semua TERNGANGA. Ini adalah jenis special effects yang membuat elo males mikirin “ini kira-kira gimana cara bikinnya ya?” – sama seperti War of The Worlds. King Kongnya keliatan betulan banget deh, sorot matanya beremosi, gerakan-gerakannya realistis, dan gue sependapat sama semua orang: adegan ngelawan 3 dinosaurus itu edan benerrrr…
Pikir2 nih ya… kayaknya udah waktunya bikin award khusus untuk special effects. Bukan, bukan sekedar kategori di Oscar, tapi penghargaan yang khusus menilai special effects doang dan mengabaikan filmnya. Selama ini kan orang kurang menghargai film2 ber-special-effects canggih krn dianggap kurang ‘berbobot’, kurang ‘oscar’ dan terlalu ‘pop-corn’ – kecuali Lord of The Rings III – yang kok ya ndilalah* disutradarai oleh Peter Jackson, sutradara film King Kong ini. Maksud gue, special effects itu kan salah satu bentuk karya seni yang patut diapresiasi. Hanya ada satu penghargaan untuk special effects di oscar adalah penyederhanaan yang kebangetan, karena di dalam ‘special effects’ itu sendiri ada banyak sekali kategori dengan tantangan yang berbeda-beda. Seandainya gue disuruh jadi juri penghargaan special effects, King Kong 2005 akan gue anugerahi penghargaan “makhluk fantasi paling realistik”.
Sekarang mari mengomentari para pemainnya:
Pilihan untuk mempercayakan peran utama kepada Naomi Watts adalah keputusan yang jitu. Menurut gue, dia ini sedikit banyak mengingatkan pada Sharon Stone dalam versi baik-baik. Kalo Sharon Stone kan sorot matanya seolah berkata “Jangan takut dek, sini tante ajarin, nanti lama-lama pinter deh”. Sedangkan kalo Naomi Watts lebih ke “Gue minta baik-baik nih, tolong jangan ganggu gue… tapi kalo lo nggak bisa dibilangin ya.. jangan kaget kalo gue lawan.” Yaaa.. pokoknya gitu deh, ngerti kan maksud gue? Buat yang belum ngerti juga, silakan perhatikan foto di bawah ini:

…
…
Yak, cukup. Silakan lap ilernya dan lanjutkan membaca.
Jack Black lagi-lagi jadi orang obsesif yang ambisius, sejenis dengan perannya di The School of Rock. Pertanyaannya sekarang, peran obsesi pada musik udah, obsesi pada king kong udah, habis ini dia bakalan terobsesi sama apa ya?
Sementara itu penampilan Kyle Chandler gue jamin bakalan bikin patah hati para penggemar serial “Early Edition” yang pernah diputer di tv lokal (ANTV?) beberapa tahun lalu. Kalo di Early Edition dia jadi Gary Hobson yang simpatik, di film King Kong ini dia
sukses banget bikin eneg penonton dengan perannya yang cunihin abis. Kakak gue yang dulu waktu nonton Early Edition berkomentar “ini pasti pemerannya baik hati betulan ya, kelihatan dari tampangnya” dengan suksesnya tertipu mentah-mentah saat mengomentari tokoh Bruce Baxter sebagai “ih nyebelin banget sih tampang pemainnya” tanpa menyadari bahwa kedua tokoh itu diperankan orang yang sama.
*sebuah ungkapan bahasa Jawa yang rada sulit dicari padanan katanya dalam bahasa Indonesia. Terjemahan gampangnya sih “kebetulan”, tapi lo nggak bisa pake kata ini untuk menggantikan seluruh kata “kebetulan” dalam bahasa Indonesia.
Contoh penggunaan ndilalah yang kurang tepat:
– Prestasi atlet kita merupakan hasil kerja keras dan latihan, bukan faktor ndilalah semata.
– Saya ndilalah sedang lewat sini, jadi sekalian mampir.
**seolah-olah gue udah nonton.

Tinggalkan Balasan ke adrianliem Batalkan balasan