Konon, hotel ini tadinya hotel tua yang udah nyaris ambruk. Maklum, pengelolaannya dipegang oleh sebuah perusahaan yang dulunya sih cukup merajai dunia perhotelan Indonesia, tapi sekarang namanya lebih identik dengan hotel2 tua yang apek, lembab dan berhantu. Ironis mengingat perusahaan yang sama juga memiliki sebuah lembaga pendidikan pencetak praktisi2 perhotelan!
Nasib hotel tua ini berubah saat group Harris Hotel masuk, merombak dan memolesnya hingga berubah jadi hotel minimalis yang kinclong seperti sekarang ini. Kalo cerita di atas benar (statusnya masih ‘konon’ krn belum diverifikasi kebenarannya), maka kelihatannya Harris Hotel memang lebih suka menerapkan strategi bisnis seperti itu: lebih baik beli hotel bobrok dan merenovasinya, ketimbang bikin dari awal. Liat aja Harris Tebet Jakarta di perempatan Casablanca: tadinya lokasi itu kan proyek hotel yang terhenti karena kehabisan dana. Bangunannya udah jadi, tapi dibiarin teronggok busuk bertahun-tahun. Setelah dibeli oleh Harris Hotel, sekarang jadi hotel bagus.
Sekarang balik ke Harris Kuta.
Sejak langkah pertama masuk ke area hotel ini, udah terasa atmosfir “simple-unique-friendly” yang ditawarkan. Mulai dari sign2 petunjuk arah bergaya kartun yang unik, hingga tata letak lobby yang lapang dan bersih. Warna putih dengan aksen oranye-hijau ada di mana-mana, termasuk di foto2 hiasan dinding. Foto2 itu dibuat hitam putih dengan salah satu bagian kecil diwarnai oranye. Misalnya, ada foto hitam-putih seorang pengendara motor, tapi helmnya oranye.
Konsep yang nggak sekedar tempat menginap tapi juga menawarkan aktivitas terlihat dari tata letak reception-nya. Tamu-tamu yang lagi berada di sekitar situ mau nggak mau akan ngeliat aktivitas yang terjadi di kolam renang, plus papan besar berisi daftar kegiatan seru hari ini. Dengan kata lain, hotel ini mau ngomong, “udah, jangan kelamaan nanya rate, langsung aja check-in di sini, banyak kegiatan seru lho…!” Tapi entah karena cuaca yang hujan melulu atau memang guenya yang lebih sering ada di luar hotel, terus terang gue belum pernah liat sih kayak apa acara-acara yang ditawarkan itu dan apakah memang bener diadakan sesuai jadwal.
Kamarnya cukup lapang, dan gue beruntung dapet kamar dengan balkon menghadap kolam renang. (Btw, sisa2 bentuk hotel tuanya masih bisa dilihat pada pegangan tangga dan railing balkon yang berukir dengan liukan-liukan basi. Semoga benda2 tua itu segera dienyahkan dari pemandangan). Luas kamar dan adanya sofa serta kursi panjang yang cukup nyaman menimbulkan ide di sisa2 otak mahasiswa gue….”hmmm.. kayaknya kalo lagi jalan2 berombongan dengan sistem barbar, kamar ini cukup untuk dihuni secara untel-untelan oleh 5-6 orang..!” Apalagi dengan adanya balkon yang cukup berjarak dari pinggir kolam, memungkinkan untuk jemur2 cucian tanpa merusak pemandangan umum. Ideal sekali, bukan?
Fasilitas di luar kamar lengkap. Kalo kolam renang sih standar lah, semua hotel yang sekelas dengan dia pasti punya. Plusnya, di sini juga ada kolam renang anak2 dengan perosotan, jadi itung2 water-boom mini, lah! Juga ada fitness center (tapi jgn berharap tll banyak krn peralatannya rata2 udah ketinggalan 10 thn) , spa, dan tempat penitipan anak! Jadi buat para orang tua yang mau kabur berduaan sebentar, bisa nitipin anaknya di sini. Selain diajak main, juga ada tempat untuk tidur siang juga. Kalo mau keliling2 naik sepeda, hotel ini juga menyediakan walaupun dengan harga sewa yang jauh lebih mahal dari tempat2 penyewaan sepeda di luaran. Lo harus bayar 35 ribu untuk 2 jam pertama dan 20 ribu untuk setiap jam berikutnya. Penyewaan papan surf juga ada, tapi gue nggak nanya berapa harganya. Mungkin kalo dia nyewain papan cucian baru gue rada tertarik, secara gue musti sering cuci baju gitu loh.
Terlepas dari fasilitas fisiknya, yang bikin hotel ini istimewa adalah sikap para petugasnya. Sebenernya hal-hal yang mereka lakukan sederhana aja, tapi mengena banget. Misalnya: saat ngeliat gue cuma berdua dengan Ida, mereka spontan menawarkan diri untuk memfotokan atau mengambilkan gambar dengan handycam. Waktu sarapan juga ada seorang petugas yang mendekat ke meja kami, ngajak ngobrol basa-basi, nanya kesan2nya selama nginep di Harris. Kalo kami baru datang dari jalan-jalan, semua petugas yang berpapasan selalu menyambut dengan sumringah dan (nampaknya sih) tulus. Kayaknya selain istri sendiri jarang deh ada orang yang segitu gembiranya liat gue datang. Udah gitu, rata2 para petugas di sini masih muda-muda dan ehm… mayan banyak juga sih yang manis-manis… hehehe… tau sendiri kan betapa eksotisnya gadis2 bali.
Kesimpulannya: empat bintang buat hotel ini, dan sebenernya nyarisss… gue kasih 5 seandainya hal2 di bawah ini bisa diimprove:
- Waktu check-in, gue dateng udah kesiangan, sekitar jam 2, dan masih harus nunggu sekitar 15 menit karena kamar belum selesai diberesin.Padahal sebagai tamu gue berhak masuk kamar mulai jam 12 teng.
- Nggak dapet koran! Pelit amat sih, masa koran aja nggak dikasih.
- …dan yang paling fatal adalah: warnetnya nggak 24 jam! Ini celaka banget bagi keseimbangan mental seorang MP-freak seperti gue, yang akhirnya mengakibatkan terjadinya acara jalan2 jam 4 pagi buta.
Foto-fotonya bisa diliat di album ini.

Tinggalkan Balasan ke Bali trip 2 hari 3: Next time will never be the same | (new) Mbot's HQ Batalkan balasan