Nelden, temen kuliah gue, punya cara makan yang bisa bikin orang serasa ingin gila. Gue gambarkan alasannya:
Suatu siang, Nelden pesen mi ayam di kantin kampus. Begitu minya dateng, pertama-tama dia berdoa dulu. Berdoanya lamaaa… banget kayak orang takut keracunan. Berikutnya, dia mulai menyisihkan pangsit-pangsit goreng di pinggir mangkok dalam susunan geometris simetris. Habis itu dia mulai mencacah minya dengan sendok dan garpu. Minya dipotong-potong sampe nggak ada satu lembar pun yang panjangnya lebih dari 2cm. Proses ini bisa makan waktu sampe 10 menit sendiri (belum termasuk doanya).
Setelah yakin semua mi nggak ada yang lolos dari pembantaian, dia mulai menyendok. Proses menyendoknya juga nggak sama seperti kebanyakan orang, karena ada tahapan-tahapannya lagi, yaitu:
- Menyendok
- Mengamat-amati hasil sendokannya untuk memastikan bahwa: (a) mi di atas sendok sudah mengandung ayam dan bakso; dan (b) jumlah mi di atas sendok sudah pas, nggak terlalu banyak.
- Biasanya syarat (b) tidak terpenuhi, maka Nelden akan berusaha mengurangi mi dalam sendok menggunakan garpu
- Biasanya mi yang jatuh kembali ke mangkok akibat poin 3 terlalu banyak, sehingga yang tersisa di atas sendok menjadi terlalu sedikit
- Bila poin 4 terjadi maka Nelden akan menumpahkan seluruh mi dari sendok kembali ke mangkok dan mengulangi mulai dari poin 1.
Kalaupun setelah proses poin 1 sampai 5 berhasil menciptakan sesedok mi yang ideal baik dari segi komposisi ayam maupun ukuran, bukan berarti akan selamet langsung masuk mulut. Nelden akan merapikan lembar-lembar mi yang menjuntai dari pinggir sendok hingga tertampung semuanya di atas sendok.
Terkadang saat melakukan ini terjadi sedikit kecelakaan yang mengakibatkan sejumlah mi dari atas sendok jatuh kembali ke mangkok. Bila itu terjadi, maka poin-poin 1-5 tadi berulang mulai dari poin nomor 1. Tapi kalo selamet tanpa kecelakaan, maka tahap berikutnya adalah mencelupkan sendok penuh mi tadi ke mangkok kuah (Nelden selalu minta kuahnya dipisah, FYI), baru sendok boleh masuk mulut disusul segigit kecil pangsit goreng. Habis itu makanan di mulut dikunyah entah berapa puluh kali, baru ditelen, dan mengulang poin 1-5 seperti telah gue uraikan sebelumnya.
Di mata gue yang waktu itu sanggup menamatkan semangkok mi ayam bahkan sebelum Nelden selesai berdoa, ritual makan Nelden bikin gue serasa ingin garuk-garuk dinding rektorat. Tapi sekarang, setelah belajar lebih banyak tentang diet, baru gue tau bahwa cara makan kaya Nelden justru yang paling mendekati cara makan ideal!
Kalo kita ngomongin soal diet untuk melangsing, biasanya yang pertama terpikir adalah hitung-hitungan kalori dalam porsi makanan. Padahal yang nggak kalah penting adalah bagaimana cara kita makan. Kalau cara makannya salah, atau minimal nggak pro-diet, maka proses pelangsingan lu bisa berjalan lebih berat – atau malah gagal.
Buat yang merasa udah sibuk ngatur makan dan olah raga tapi belum berhasil melangsing, coba deh praktekin poin-poin cara makan yang gue sarikan dari buku Hypnolangsing dan beberapa sumber lain:
- Penentuan kapan harus makan
Seperti gue jelasin di posting-posting sebelumnya, makanlah hanya saat laper betulan. Cuma kadang-kadang kita susah ngebedain antara laper dengan ngiler. Ngeliat orang makan enak langsung rasanya ‘laper’, padahal sebenernya hanya ngiler. Repotnya, setiap orang mungkin punya ‘sinyal’ laper yang berbeda-beda. Sebagian besar orang perutnya bunyi saat laper, tapi nggak semua orang begitu. Ada juga yang sinyalnya rada-rada unik seperti kuping berdenging, telapak tangan berkeringat, atau jantung berdebar-debar. Tapi ciri yang universal adalah: laper betulan itu datangnya bertahap, dan makin lama intensitasnya makin tinggi. Jadi kalo lu merasa laper secara tiba-tiba, awas, kemungkinan itu cuma laper jadi-jadian. Coba liat sekeliling, barangkali ada orang lagi makan enak atau ada bau-bauan makanan yang sedap dan elu ‘terinspirasi’ oleh stimulus itu. Kalo itu yang terjadi, abaikan rasa laper yang sejatinya cuma ngiler itu. Rasa itu akan hilang dengan sendirinya. - Pemilihan apa yang dimakan
Idealnya, setiap kali kita hanya makan makanan yang rendah kalori dan tinggi nutrisi, seperti misalnya shake Herbalife 🙂 Tapi kenyataannya, ada kalanya kita ingin makan yang rada liar dikit, baik karena lagi ngidam makan makanan tertentu atau emang lagi jadwalnya cheat day (hari di mana kita boleh makan semaunya, untuk mengecoh proses metabolime tubuh – akan gue bahas lengkap di posting-posting berikutnya). Apapun alasannya, saat makan yang ‘nggak terlalu sehat’ sekalipun, pastikan bahwa makanan yang lu makan bener-bener makanan yang lagi lu inginkan.Pernah suatu kali gue jalan-jalan bareng Ida dan dia ingin makan iga penyet. Saat dia makan iga itu sebenernya gue lagi kelaparan berat. Ida lantas nawarin gue untuk pesen juga. Gue cobain sesuap iga penyetnya Ida, ternyata rasanya nggak terlalu OK. Dalam situasi kayak gitu, gue memilih untuk sabar sebentar nunggu Ida selesai makan lalu cari makanan lain yang lebih menarik (walau mungkin sama nggak sehatnya) ketimbang memaksakan makan iga penyet yang nggak terlalu enak hanya karena benda itu ada di depan mata. Poin gue adalah, saat elu lagi nggak disiplin sekalipun, cobalah untuk minimal berdisiplin menyeleksi hidangan yang akan lu makan. Jangan sampe rugi dua kali, udah kalorinya bablas, rasanya nggak terlalu menghibur pula. Mendingan kalori dibablaskan untuk makanan yang nikmatnya bener-bener sepadan, ya kan? Buntutnya bisa rugi tiga kali juga, yaitu saat lu akhirnya makan lagi untuk ‘mengobati’ makanan nggak enak yang sebelumnya lu makan! - Hargai makanan
Saat makanan udah terhidang di depan mata lu, jangan langsung caplok. Luangkan waktu sebentar untuk berdoa, minimal untuk bersyukur bahwa saat itu lu masih bisa makan. Buat kita-kita yang hidup di kota besar, makanan memang luar biasa gampangnya buat didapat. Lu jalan 5 meter keluar dari kantor udah nemu tukang makanan berjejer. Nggak usah keluar kantor deh, baru keluar lift aja udah nemu toko serba ada yang isinya antara lain makanan. Lu lagi di rumah baik-baik, tukang makanan lewat. Lu nonton TV, muncul iklan makanan yang menawarkan layanan antar ke rumah. Intinya, lu nggak usah repot ngangkat pantat, makanan berbondong-bondong menghampiri elu.Nggak heran kalo kita memposisikan makanan seperti udara: bisa didapat tanpa usaha, bahkan tanpa sadar. Coba inget-inget, saat lu lagi asik melakukan sesuatu, misalnya ngetik, nonton TV atau baca buku, dan di deket lu ada makanan, maka lu bisa nyomot makanan seperti Magic Johnson mengoper bola: nggak pake ngeliat. Ngeliat aja enggak, boro-boro menghargai. Padahal ada banyak situasi – kondisi di mana makanan nggak semudah itu didapat. Gue bukannya mau ceramah soal orang-orang nun jauh di luar sana yang hidup kelaparan, tapi kita juga bisa kejedot situasi di mana makanan gak segampang biasanya, kok. Tahun 1994 gue pernah menghabiskan waktu sekitar 2 minggu di pulau Lombok yang waktu itu masih sepi banget. Tiap hari makan plecing kangkung – ayam taliwang – sambel terong. Sementara pada dasarnya gue kurang suka makanan pedes. Begitu pulang ke Jakarta lagi, ngeliat KFC aja serasa mau nangis terharu.Poin gue, coba deh untuk berhenti sebentar sebelum mulai nyaplok. Selain untuk bersyukur dan menghargai, manfaatkan waktu ini untuk menimbang sekali lagi apakah porsi makanan ini akan sanggup lu habiskan tanpa kekenyangan. Mumpung makanan itu belum lu acak-acak, kalo porsinya kegedean lu masih bisa oper sebagian ke orang lain, atau lu pisahin dulu buat dimakan lagi nanti-nanti. Jadi nggak perlu buang-buang makanan dengan alasan “abis gue baca di blognya si mbot kita harus berhenti makan sebelum kenyang”.Poin ke dua gue adalah: pikirkan sekali lagi sebelum makanan masuk ke mulut, apa iya lu rela menihilkan pengel linu yang barusan lu lakukan untuk olah raga, hanya untuk sepotong burger nggak penting, misalnya. Maksud gue: makanlah secara sadar, baik dalam arti disadari kebutuhannya dan disadari konsekuensi yang mengikutinya. - Mulai dengan yang lu paling doyan
Gue dulu punya kebiasaan ‘save the best for last’ untuk urusan makan. Maksudnya, elemen makanan yang paling gue sukai gue sisihkan dulu untuk dimakan belakangan. Yang termasuk dalam hal ini antara lain kulit ayamnya KFC, bakso isi telor, dan ayamnya bubur ayam. Padahal, cara ini bisa bikin kita makan secara berlebihan! Lho kenapa?Lha iya, misalnya lu makan mi bakso dan lu pinggirin dulu bakso telor yang sebenernya adalah benda yang paling lu idamkan dari semangkok bakso tersebut. Lu mulai makan mi-nya dan bakso-bakso kecilnya dulu. Di tengah proses makan, bisa aja sebenernya lu udah nggak lapar lagi, sehingga udah saatnya lu berhenti makan. Tapi karena lu bertekad hanya makan si bakso telor sebagai suapan terakhir, maka lu paksain makan mi dan bakso kecilnya sampe abis, baru makan bakso telornya. Dengan kata lain, lu makan lebih banyak dari kebutuhan.Sekarang, coba deh makan yang lu suka duluan. Lu suka bakso telornya? Sikat duluan. Makan nasi padang pake rendang dan sayur nangka, sementara elemen favorit lu adalah rendangnya? Hajar rendangnya duluan. Bahkan, coba tanya diri lu sendiri, apa iya lu beneran suka hotdog? Jangan-jangan sebenernya lu cuma suka sosisnya. Kalo memang iya, ngapain pesen rotinya? - Lepas alat makan setiap kali selesai menyuap
Tenang aja, sendok garpu bukan benda yang terlalu menarik para copet kok. Jadi, nggak perlu lu pegangin terus. Setiap selesai nyuap, lepaskan sendok garpu, atau centong – kalo lu biasa makan pake itu. Salah satu faktor yang bikin orang makan berlebihan adalah karena mereka makan dengan siklus menyendok – menyuap – mengunyah yang saling overlapping. Jadi saat lagi ngunyah, tangannya udah sibuk menyendok makanan untuk suapan berikutnya. Kadang makanan yang di mulut belum seluruhnya ditelen udah masuk suapan berikut. Biasanya orang yang makan kayak gini adalah mereka yang makannya super kilat.Trus, apa salahnya makan super kilat?Salahnya adalah, karena perjalanan makanan untuk sampe ke lambung dan proses lambung mengirimkan sinyal ‘kenyang’ ke otak itu nggak secepet yang kita kira. Makanan di mulut masuk ke lambung melalui gerakan peristaltik (gerakan seperti memijat pada saluran pencernaan) – bukan seperti air keran ngocor masuk ke jerigen. Artinya, butuh waktu. Jadi, kalo kita makan terlalu cepet, maka bisa jadi kita udah nelen makanan lebih banyak dari yang kita butuhkan sebelum lambung sempet mengirimkan sinyal ‘stop’ ke otak. Akibatnya, kita merasakan lompatan kondisi: dari laper banget tiba-tiba kekenyangan sampe bego. Dan saat itu udah terlambat, kalori yang masuk udah melebihi kebutuhan. - Kunyah sampe halus
Poin yang ini gue yakin lu pasti udah pernah denger. Alasan utamanya adalah untuk membantu kerja organ pencernaan. Kalo makanan yang masuk belum terkunyah sampe halus, maka pencernaan butuh waktu dan energi yang lebih banyak untuk mengolahnya. Padahal, semakin banyak energi yang dikerahkan tubuh untuk mencerna makanan, semakin lemes dan ngantuk lah kita setelah makan.Selain itu, proses mengunyah yang baik juga membantu kita menyortir rasa makanan yang alami dari yang sintetik. Coba deh kunyah sebuah makanan yang rasanya dibentuk secara sintetik, misalnya lewat MSG. Semakin lama dikunyah, rasanya akan semakin nggak keruan, karena penyedapnya hanya ‘ditempelkan’ di bagian luar makanan tersebut. Bedakan dengan makanan alami seperti buah atau sayuran: semakin lama dikunyah, rasanya akan semakin enak karena saripatinya semakin terekstrak keluar. Secara nggak langsung, kita sedang mengajari lidah kita untuk menyeleksi makanan. Jangan heran kalo setelah rutin mengunyah makanan sampe halus, lu tiba-tiba nggak tertarik lagi makan makanan dengan perasa sintetik 🙂 - Berhenti saat lapar hilang
Terakhir, seperti yang udah sering gue bilang, hentikan proses makan saat lapar hilang. Sebelum mulai menyuap, rasakan dulu kondisi perut. Tanya pada diri sendiri, apa iya gue masih laper? Kalo memang lapernya udah hilang, sudahi acara makannya.
klo pengen ngurusin perut bisa pke herbalife juga ga yaa?
Kadang ga sengaja ketelen sendiri tuh makanan saking kebiasaannya ngunyah-2 kali-telan 😀 😀 😀 tapi ehm, ini hari kedua usaha lagi sama herbalife setelah mandeq sekian lama… kalo laper, minum shake… kalo otaknya mikir bisa bangkrut kalo laper ngeshake mulu, baru makan selembar *halah* biskuat coklat… wish me luck mas Agung….
rasanya gue ngerti banget tulisanlo yang ini. Orang Prancis terkenal lumayan langsing-langsing. Dan memang mereka kalo makan lama banget bo! ngobrol, sesuap, ngaduk-ngaduk makanan, potong dagingnya lama dll dll. Kalo pas diundang makan saja, dgn makanan yang bertahap, rata-rata perlu 3 jam!
kalo ritualnya makannya selama itu, jemuran keburu gosong.
cara makannya mengingatkan gue berasa mau gilanya nonton mr monk ^^v
paling suka point no 3
sip sip
atas kesabaran nya dalam cara memperlakukan makanan…….:D
ya udah, pertanyaannya direvisi: “tapi soal kerja pencernaan yang lebih berat kalo makanan nggak dikunyah sampe halus gimana, bu dr?”*nggak boleh komplen, kan usernamenya revinaoctavianitadr
likes this!
Serius lah!Ini beneran minta di-remove, kayaknya
tapi soal kerja pencernaan yang lebih berat kalo makanan nggak dikunyah sampe halus gimana, bu dokter?
nggak tau, tapi sekedar mengantisipasi protes dari penduduk lombok kalo gue tulis “waktu ke lombok yang sepi banget itu…”bisa2 ada yg reply”eh, enak ajaaaa… sekarang udah rame tauk!”
mari, mari… silakan email ke si.mbot@gmail.com kalo mau tau lebih lanjut tentang herbalife yak!
original dong 🙂
waktu di kampus dulu sih langsing. nggak tau ya sekarang, udah lama banget nggak ketemu
atas apanya?
Yang cermat ya si Juli Triharto, penulis buku hypnolangsing itu, krn langkah2 yang ditulis di sini diambil dari bukunya 🙂
Agak kurang setuju dengan point ini.Dimari, masyarakatnya dikenal dengan budaya pali.Alias, semua serba cebat. Pali itu artinya quick.Termasuk diantaranya adalah soal makan.Contohnya ketika kami makan di restoran.Enggak jarang (sangat sering, malah!) kami melihat orang-orang yang masuk ke restoran cuma dengan timeframe 15-25 menit. Itu udah mulai dari order, menyantap dan kemudian membayar. Loh, trus proses masaknya gimana? Itulah, bahkan proses memasak pun bisa sangat pali. Order 1 menit dan makanan yang diorder akan keluar dalam 5 menit.Namun faktanya, masyarakat Korea dikenal sebagai masyarakat yang level kesehatannya cukup tinggi (sejajar dengan Jepang, karena memang tetanggaan, ya) at least jika dilihat dari kasus obesitas yang jarang terjadi dan juga faktor umur panjang (banyak orang diatas usia 90th yang masih sanggup pergi berbelanja/mengangkat-angkat barang/jalan kaki kesana sini/mengurusi kebutuhannya sendiri,etc tanpa harus keliatan thuyuk-thuyuk). Jadi makan cepat itu enggak pa pa, asal tetap memperhatikan point nomer 1, 2 dan 3 dari apa yang diocehin di blog-nya si Mbot.
Emang sekarang udah enggak sepi, mas?Saya sempet kesana tahun ’96 (selama seminggu), kondisinya masih virgin (baca: sepi). Iya, sengaja pake kata virgin. Biar enggak dianggap tiru-tiru.
Jd trkompor deh. Pngn diet ala herbalife…:-)
Kfc: orginal apa crispy…???Kulitnya itu lhooo….. Bikin rusak diet
si nelden itu hebat banget ritual makannya. dia langsing nggak, mbot?
Takjub..
Gilaaa.. hahaha.. jadi ketawa sendiri mbacanya.. Cermat banget sih Guung.. mari kita angkat Agung rame2 sbg PAKAR DIET.. semua points “bisa jadi” banget, apalagi point 4 itu kan cewe banget!! Makasih banyak Gung.. gw akan coba deh.. :-* sambil terharu bahagia 😀