Note:
ini adalah sebuah program ‘pertukaran resensi’ antara gue dan Arham, penulis ‘Jakarta Under Kompor’ untuk dimuat di bulletin Gramedia edisi Januari 2009. Jadi Arham nulis resensi untuk buku Ocehan si Mbot, dan gue nulis resensi untuk Jakarta Under Kompor. Resensi Arham bisa dibaca di sini. Makasih ya Arham 🙂
Jakarta Under Kompor
Memoar garing yang bikin senyum tersungging
Resensi oleh Agung “si mbot” Nugroho
“Kendari itu di Sumatra atau Kalimantan bagian mana, ya?”
“Bukan di sumatra, juga bukan Kalimantan, Mas,” jawab gue.
“Heheheh, nggak kok. Gue just kidding. Gue juga tau lah kalo Kendari itu di bagian Papua!”
Dengan dialog ngaco itu, Arham Kendari membuka kisah kesehariannya di Kendari dan perantauannya ke Jakarta lewat buku “Jakarta Under Kompor” (JUK). Terus terang, gue yang ulangan geografinya pernah dapet nilai 2.5 (ongkos nulis doang) memang sempat harus buka Google Earth dulu untuk tahu di mana letak Kendari. Tapi walaupun nggak pernah menobatkan diri sebagai duta wisata Kendari, lewat JUK Arham cukup berhasil menggambarkan seperti apa kota domisilinya itu. Dengan caranya sendiri, tentu.
Salah besar kalo elo membayangkan buku ini adalah buku wisata yang mengulas keindahan obyek wisata atau budaya tradisional Kendari. Lewat gaya penuturan yang ceplas-ceplos dan seolah asal jeplak, Arham menggambarkan keseharian masyarakat Kendari dengan sangat kena. Mulai dari para bapak dari kampung yang rambutnya klimis kayak tokoh Godfather, pakai kaos pembagian kampanye partai dan rajin ngantongin sisir kecil yang sedikit nyembul di kantong celana, hingga para ibu kampung yang doyan pake perhiasan segede pelek becak dan punya senyum menyilaukan akibat deretan gigi emas. Arham juga menggambarkan kehidupannya secara apa adanya. Termasuk tentang kamarnya yang berdinding papan dan menghadap ke laut, hingga interaksinya yang kocak dengan sang Emak.
Satu hal yang menonjol dari gaya penulisan Arham adalah banyaknya analogi yang dia gunakan untuk menggambarkan segala sesuatu, menunjukkan bahwa dia punya segudang referensi pengalaman. Misalnya dia menggambarkan pintu kamarnya yang berderit saat dibuka, “mirip opening film Friday the 13th”, atau saat meledek dirinya sendiri yang terbawa romantisme pemandangan burung laut terbang di sore hari “mirip novel jaman Fredy S.”, atau untuk menggambarkan pasangan yang satu cantik dan yang satu sangar, “seperti Marilyn Monroe bersanding dengan Marilyn Manson”. Terlihat bahwa Arham adalah sosok yang rajin menambah wawasan, mulai dari film, buku, hingga musik. Itulah sebabnya saat menuangkan ide ke tulisan, dia punya banyak jurus untuk dimainkan.
Kali pertama gue mengenal karya Arham justru jauh sebelum gue kenal sosok Arhamnya sendiri. Pada suatu hari seorang teman memberikan file komik foto lewat flashdisk. Ceritanya tentang seorang pemuda yang merantau ke Jakarta dan saat ditelepon ibunya menggambarkan bahwa dirinya udah sukses – padahal belum. Ternyata itulah karya Arham yang dimuat di blognya, dan dengan semena-mena dicopy dan disebarluaskan oleh para pembacanya lewat email. Dalam JUK, komik itu ikutan muncul, ditambah beberapa komik dan karya foto Arham lainnya. Sebagai ilustrator sebuah koran lokal, Arham memang doyan mengutak-atik gambar dengan program-program grafis. Apalagi memang dasarnya dia jago menggambar kartun, maka nggak heran kalau buku ini diramaikan berbagai gambar dan foto karyanya sebagai ilustrasi.
JUK membuktikan bahwa kehidupan siapapun, nggak perduli seberapa ‘biasa’ pengalamannya, bisa tampil menarik dan menghibur, tergantung dari cara mengemasnya. Kisah-kisah yang dituturkan Arham dalam JUK mungkin adalah kisah sehari-hari semua orang. Pengalaman ketemu kakaknya keponakan yang cantik mirip Dian Sastro, berantem dengan tukang odong-odong yang main kekerasan terhadap anak kecil, resah dengan ulah maling sandal di mesjid, semuanya adalah kejadian-kejadian yang mungkin terjadi pada siapa saja. Tapi di tangan Arham, kisah-kisah itu berubah jadi kisah seru yang mengocok perut, walau kadang berakhir mengharukan.
Simak ceritanya saat terlibat akal-akalan kampus almamaternya saat nekad mengirimkan Arham, yang jelas-jelas bukan lagi mahasiswa, untuk mengijuti lomba kartun antar mahasiswa di Lampung. Walaupun sudah berusaha menolak, pihak kampus tetap memaksa sehingga akhirnya Arham mau juga pergi. Hasilnya, bukannya menang lomba, di Lampung Arham malah kecantol seorang cewek Melayu. Buntutnya di bab berikutnya lahir sebuah puisi untuk menggambarkan kerinduan Arham pada sang pujaan hati yang terhalang oleh… harga pulsa ponsel!
Begitu juga cerita perantauan Arham saat merantau di ibu kota. Setelah malang melintang jadi figuran film dan terkaget-kaget menyaksikan gemerlapnya dunia malam, Arham akhirnya menuruti permintaan ibunda tercinta: pulang ke Kendari. “…Toh elu udah lumayan ngerasain gimana keadaan situ, kan? Itu udah cukup kalo buat sekedar pengalaman hidup!” demikian pesan Emak kepada Arham lewat telepon. Maka pulanglah Arham, meninggalkan Jakarta dengan segala kegilaannya.
Buku ini memang tentang realitas. Arham tidak mencoba menjual mimpi kisah sukses orang rantau di Jakarta. Dia mengakui bahwa kehidupan Jakarta memang keras dan ajaib. Tapi itu bukan alasan untuk tidak menikmati hidup dari kaca mata humor. Ke Jakarta Arham pergi mencari pengalaman, dan itu didapatkannya.
Dalam jumlah yang gue yakin cukup untuk menulis buku ke dua dan seterusnya. Terus menulis, Arham!
Hihihihihi, balas2an review niy :-pCiyeh Mas Agung, skr sudah bisa nyemangatin sesama penulis 🙂
barteran:D
berhubung limited budget, beli yang mana dulu yah.. mbot, JUK, mbot, JUK, mbot, JUK, mbot, JUK… hmmm…
tapi lebih suka yang versi indienya…
Waw..kompak nih sesama penulis yang nerbitin buku di satu bendera…:D.., buku berikutnya ditunggu Ham. Btw, pengalaman Pak Agung hampir sama denganku, aku juga pernah dikirimin email komik fotonya Arham sama temen-temenku, gila sampai ada 5 email sama semua, waktu itu aku gak begitu ngeh, ini siapa sih? tapi berhubung lucu banget ikutan ketawa juga..hahhaha…Ternyata eh ternyata itulah si Arham..:D
tuh..kanjadi bales2an review yahkompaakkk..:-)
thanks banget, Bro’..duh, jadi enak nih..hehehe..