Ke BONBIN Bersama Ida

Iklan

Dialog berikut ini terjadi kemarin. Ida, seperti jutaan cewe lain di dunia, akhir2 ini mengeluh gendut.

“Gendut apanya sih?” kata gue
“Ini aku gendut gini kok” katanya
“Enggak.”
“Iya”
“Ya udah terus mau gimana? Yuk, kalo mau, kita olah raga bareng”
“Olah raga? Ayo deh. Biar ga gendut. Kita jogging yuk.”
“Daripada jogging ngebetein, aku punya ide lebih bagus.”
“Apa?”
“Gimana kalo kita ke BONBIN RAGUNAN aja, kan tempatnya gede, muterin situ juga udah olah raga dan ada hiburannya liat binatang lucu2.”
“Wah, ayo, ayo! Besok kamu jemput aku pagi-pagi yaaa! Biar ga panas! JAM TUJUH yaaa…!”

Inilah deskripsi yang paling nyata dari ungkapan “Ide makan tuan” karena sebagai implikasinya maka tadi pagi, di hari minggu pagi yang cerah, gue harus bangun pagi-pagi untuk menjemput Ida sayangku cinta berjalan-jalan di BONBIN. Tapi bukan berarti gue nggak seneng ke bonbin ya. Gue seneng banget ke bonbin. Dulu waktu gue masih SD gue pernah berkunjung ke bonbin ngga lama sesudah seekor anak kuda nil bernama Umi lahir. Ternyata kuda nil kalo masih kecil lucu loh, cuma segede anjing, dan warnanya ungu seperti anggur. Beberapa tahun kemudian, waktu gue study tour bareng SMP gue, gue nyariin si Umi lagi dan well… dia udah jadi kuda nil betulan, segede mobil gitu. Dan warnanya jadi item, ga ungu anggur lagi.

Kita sampe bonbin sekitar jam 9, akibat gue rada telat berangkat krn keasikan baca2 multiply (bangunnya ga telat lho, jam 4.30). Udah rame aja orang pada piknik. Pertama-tama kita ke kandang gajah, krn paling deket dari pintu masuk barat (dari arah Cilandak). Habis itu ke kandang tapir. Di sanalah gue mendengar dialog menarik antara seorang bapak yang tengah menggendong anaknya.

“Nhaa… itu apa namanya hayo??” kata si bapak.
“Apa? apa?” kata anaknya yang keliatannya belum lancar ngomong.
“Itu namanya Pa…?”
“Pa…?” anaknya mengikuti
“Itu namanya PAAAN…DA… ya?” lanjut si bapak dengan penuh rasa percaya diri
“Pan-Da” tiru anaknya patuh. Maka sukseslah sebuah informasi salah kaprah terserap di benak generasi penerus bangsa ini.

Abis itu gue inget berita di koran bbrp waktu yang lalu tentang kandang gorilla yang menelan biaya milyaran rupiah di dalam areal ragunan. Kalo ga salah orang waktu itu pada heboh deh, kok bisa cuma bikin kandang gorilla doang sampe abis duit segitu. Maka dari kandang tapir gue ajak Ida nyari di mana letaknya si gorila ini.

Begitu ketemu, ternyata… pantesan aja abis milyaran rupiah, taunya sama sekali bukan cuma kandang gorilla, tapi PUSAT PRIMATA TERBESAR DI DUNIA, yang salah satu koleksinya adalah gorilla. Nama resminya “Pusat Primata Schmutzer”.

Dari websitenya, gue baru tau bahwa Pusat Primata ini merupakan hibah dari seseorang bernama Pauline Adeline Antoinette Veersteegh alias Puck Schmutzer. Beliau adalah orang Belanda yang lama tinggal di Surabaya dan sangat cinta sama binatang. Setelah sempat kembali ke Belanda, beliau menghabiskan masa tuanya di Kemang. Kepeduliannya kepada satwa diwujudkan antara lain dengan membeli burung-burung yang dijual di jalanan untuk kemudian dilepaskan lagi. Beliau meninggal tahun 1998 dan mewariskan seluruh hartanya untuk membiayai Pusat Primata ini, yang akhirnya diresmikan pada Agustus 2002 (dan gue segini kupernya sehingga baru ngeliat wujudnya 2 tahun kemudian). Cerita lengkap tentang Pusat Primata Schmutzer bisa diklik di www.primata.or.id.

Gue sendiri terkesan banget sama tempat ini. Keliatan banget diurus dengan profesional. Lo musti bayar lagi 5000 perak kalo mau masuk. Bawaan lo diperiksa, ga boleh bawa rokok. Tadinya gue kira rokok gue bisa gue selundupin di kantong, eh taunya ada body check. Emang bagus juga sih, dengan soalnya orang kan suka buang puntung rokok sembarangan, dan kalo itu dimakan sama binatang, bisa sakit. Koleksinya juga lengkap banget, berbagai primata dari seluruh dunia ada walaupun sebagian besar dari Indonesia. Displaynya informatif dan menyajikan berbagai pengetahuan menarik tentang primata spt; ternyata cuma sebagian primata aja yang makanan utamanya pisang. Gorilla itu bahkan suka ngemil makan serangga dan semut juga. Pertanyaan dari Ida, “Kalo emang bener gorilla makannya cuma buah dan serangga, kok dia suka jahat sama manusia? “
“…? ah enggak kok! Gorilla itu justru binatang pemalu, sulit banget ditemukan krn mereka tinggalnya di tengah hutan, menjauhi keramaian.”
“Ah iya kok! Aku pernah nonton di mana, gitu, gorilla tuh jahat sama manusia.”
“Nonton di mana?”
“Lupa…”
“Jangan-jangan… nonton di film ya? Film ‘King-Kong’?”
“Oh iyaaa… hehehehe….”Well sayangku cinta, let’s say King-Kong is misfit in his community, his friends can’t stand his bad attitude, that’s why he’s end up in New York, climbing tall buildings (which is something gorillas are not famous of), and giving bad names to every other nice and quiet gorillas in the world. 🙂

Udah gitu setting tempatnya juga interaktif banget, spt misalnya ada bagian yang menunjukkan cara berayun orangutan dari pohon ke pohon, lengkap dengan pohon2an dari
logam buat anak2 yang tertarik nyoba cara berayun tersebut. Kandang-kandangnya juga dibuat sesuai habitat aslinya, dilengkapi gelang2 dari karet ban buat tempat mereka main ayun-ayunan. O iya, ada keran2 yang airnya bisa langsung diminum kaya di luar negeri lho…
heheheh… tapi jarang yang memanfaatkan krn para pengunjung kayaknya ragu sama air yang keluar dari keran itu.

Tergantung dari jenisnya, ternyata sifat mereka juga berbeda-beda. Ada yang seneng berkelompok, makanya di kandangnya mereka ditaro berame2. Ada juga yang seneng menyendiri, cuma dua ekor per kandang. Ngeliat jenis yang terakhir ini, Ida terganggu banget. Berdasarkan referensi keluarga besarnya sendiri yang kalo ngumpul Lebaran bisa sampe puluhan orang, menurut dia monyet yang cuma berduaan di kandang “kasihan, pasti menderita banget ya… kesepian…” Memang agak ditunjang juga dengan penampilan si monyet (gue lupa jenisnya apa) yang ekspresinya merana dan ga lincah kaya siamang. Kerjanya cuma duduk2 selonjoran, paling bangun sebentar cuma buat ngambil buah, abis itu duduk lagi, tatapannya setengah merunduk, dan s
esekali garuk2. Gue yakin monyet jenis ini pasti ga terancam kepunahan deh, siapa sih orang yang tertarik nangkep mahluk menyedihkan gitu. Mana badannya cukup gede lagi. Sebaliknya dengan orangutan. Mereka lincah2 dan seneng nampang. Kalo diliatnya banyak orang di depan kandang, mereka pada ngumpul dan bergaya aneh2, termasuk sok2an jalan tegak mondar-mandir dengan 2 kaki.

Setelah satu setengah jam kita di sana, dateng ujan dan dirasa2 udah mulai laper, jadi kita pergi. Rokok yang gue kira abis dititip palingan ilang, ternyata balik dengan selamat ke tangan gue, dinamain segala sama petugasnya pake kertas stiker. Ida seneng banget, dan berencana kapan2 mau ke bonbin lagi. Cuma pas sampe di luar gue teringat sesuatu.

“Waduh Yang… ada satu yang kelewat belum kita liat…”
“Apaan?”
“Gorillanya!”

-the end-

NB:

sorenya Ida nelepon bilang, “Aku hari ini seneng banget deh, jadi tambah sayang sama kamu 749 poin!”Oh aku juga kok sayangku cinta, minggu depan kita ke taman mini, ya?

Posting weblog lain tentang pengunjung yang juga impressed sama tempat ini bisa diklik di sini

3 comments

    1. Agung Nugroho – Jakarta – Seorang mantan pegawai baik-baik yang kini udah pensiun dan terobsesi agar semua orang Indonesia terproteksi secara finansial
      mbot berkata:

      Beresin beberapa posting yg error, nempel ke posting sebelahnya

Tinggalkan BalasanBatalkan balasan