Bu Edwin; Cerita Sedih di Hari Raya

Dear all,

Sebelumnya gue permisi dulu karena apa yang mau gue ceritain kali ini mungkin nggak nyaman untuk dibaca, apalagi di tengah suasana hari raya yang serba bahagia. Buat elo yang lagi nggak mood untuk baca cerita yang sedih-sedih, gue saranin mending nggak usah terusin baca deh.

Gue mau cerita tentang seorang guru, bernama bu Edwin.

Beliau ini guru gue waktu di SD Yayasan Perguruan Cikini, Jakarta. Seperti umumnya SD jaman dulu, seorang guru mengajar satu kelas mulai dari kelas 1 sampai kelas 6, maka gue juga mengalami jadi anak didiknya selama 6 tahun.

Waktu mengajar gue, beliau sudah termasuk guru yang senior. Bayangin aja, beliau mulai mengajar sejak tahun 1942. Kalo diitung rata-rata per angkatan ada 20 – 30 murid, maka selama periode beliau mengajar sejak 1942 sampai akhir 80-an mungkin udah sekitar 1000-an anak yang dibikin melek huruf dan kenal hitung-hitungan. Termasuk di antaranya adalah putra-putri presiden RI pertama dan ke dua, mulai dari Guntur, Guruh, Sukma, sampai Tutut, Tommy, Mamiek, dan tentu saja Megawaty, presiden RI ke 5. Hal ini menunjukkan betapa beliau adalah yang terbaik di bidangnya. Selain bahasa Belanda yang menjadi ‘bahasa wajib’ orang-orang saat itu, beliau juga fasih berbahasa Inggris dan Jerman.

Sebagai guru sekolah swasta, beliau tidak mendapat tunjangan pensiun untuk menopang hari tuanya. Beliau harus memasuki masa purna karya dengan hanya mengandalkan tabungan yang tentunya semakin lama semakin terkikis. Di sisi lain, beliau juga kebetulan tidak menikah, sehingga saat ini hanya tinggal seorang diri di sebuah rumah yang dipinjamkan oleh salah seorang murid. Untuk membantu meringankan beban beliau, beberapa orang muridnya berinisiatif untuk menyisihkan sedikit rejeki. Kebetulan gue yang sering kebagian tugas untuk mengantarkan kiriman itu.

Gue tahu jumlah yang gue bawa itu sebenarnya sangat tidak memadai. Seharusnya untuk orang seusia beliau, pegawasan dokter secara teratur sudah jadi hal wajib, apalagi beliau mengidap diabetes. Makanan seharusnya dijaga dan selayaknya mendapatkan asupan obat pengontrol gula darah secara kontinu.

Tapi pada prakteknya, semua ‘kemewahan’ itu tidak pernah beliau rasakan. Untuk keperluan makan sehari-hari beliau hanya membeli dari warung yang belum terjamin gizinya, boro-boro takaran-takaran diet yang seharusnya dipatuhi seorang penderita diabetes.

Terlepas dari itu semua, dari bulan ke bulan gue mengunjungi beliau, tidak pernah sekalipun beliau mengeluhkan keadaannya. Tidak pernah menuntut, atau menggugat para muridnya yang sekarang seolah melupakan keberadaan beliau. Setiap kali bertemu dengan gue, beliau menceritakan kegiatannya setiap hari yang menunjukkan betapa beliau masih aktif di lingkungannya. Kadang beliau bercerita ikut pengajian ibu-ibu di mesjid dekat rumah, atau lain kali menceritakan ulah anak-anak tetangga yang sering mampir dan numpang main di rumah petaknya yang gelap dan sempit itu. Beliau juga masih terus mengikuti perkembangan berita lewat radio, atau lewat televisi tetangga di mana beliau boleh numpang nonton dengan mengintip dari luar jendela. Tidak jarang beliau mengekspresikan rasa bangganya sewaktu mengomentari berita-berita tentang Megawati, anak didiknya yang menjadi presiden RI. Masih jelas di ingatan beliau, bagaimana sosok Megawati kecil sebagai seorang murid, seorang anak pendiam yang rajin belajar. Kalaupun gue mempertanyakan keadaannya yang nampak semakin payah untuk bergerak (karena rematik yang terus menggerogoti) atau penglihatannya yang semakin berkurang digerus katarak, beliau hanya berujar “Ini tidak apa-apa, agak kurang enak badan sedikit. Maklum sudah tua.” Tanpa mau menyerah dengan kondisi fisiknya yang semakin menurun, beliau berusaha mengurus dirinya sendiri tanpa merepotkan orang lain.

Akhir bulan Oktober 2004 kemarin, seperti biasa gue berkunjung mengantarkan kumpulan sumbangan, dan menemukan beliau sedang terbaring tak berdaya. Rupanya beliau menginjak paku berkarat, dan karena beliau mengidap diabetes, lukanya menjadi sulit kering. Salah seorang tetangga berbaik hati mengurus beliau, walaupun hanya sebatas membantu mengganti perban saja.

Dan untuk pertama kalinya sejak gue kenal beliau, beliau nampak lelah dan kesepian. “Mas, kenapa baru datang sekarang, ibu sakit, mas…” kata beliau sambil menggenggam tangan gue dan menitikkan air mata. Setelah bertahun-tahun berhasil tegar hidup sendiri tanpa pertolongan orang lain, kini nampaknya beliau telah melewati batas pertahanannya yang terakhir. Tidak ada lagi cerita ceria tentang kegiatan pengajian atau bermain dengan anak tetangga, tidak ada lagi celoteh bangga tentang Megawati yang jadi presiden… beliau hanya menumpahkan segala kesakitan dan kesepiannya yang telah dipendam selama ini. Dan gue juga sadar, kondisinya sekarang ini bisa menjadi sangat serius. Luka terbuka dan diabetes merupakan kombinasi yang sangat tidak menguntungkan. Beliau butuh penanganan profesional.

Untunglah, beberapa hari yang lalu, seorang muridnya yang kini telah menjadi dokter mengunjungi beliau, dan memutuskan untuk merawat beliau di rumah sakit. Beliau kini dirawat di RS Islam Pondok Kopi, kamar An-Nuur 1. Dari diagnosa sementara diketahui beliau menderita dehidrasi, dan kadar gula darahnya sangat tinggi. Berita baiknya, luka beliau tidak mengalami infeksi. Insya Allah, beliau dapat segera sembuh dan keluar dari rumah sakit.

Langkah selanjutnya, beberapa murid beliau berencana untuk menitipkan beliau di sebuah panti werdha. Apabila beliau berada di tengah perawatan panti werdha, segala asupan gizi dan kebutuhan sehari-harinya dapat lebih terjamin.

Untuk itu, guys, gue dengan segala kerendahan hati memohon pertolongan elo. Barangkali ada di antara elo semua; atau orang-orang yang elo kenal, yang merupakan anak didik beliau, yang berniat membantu. Gue mohon sampaikan kabar ini kepada mereka. Penitipan beliau di panti werdha pastinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dan harus bersifat kontinu. 1000 orang murid bukan jumlah yang sedikit. Gue yakin pasti masih banyak pihak di luar sana yang selama ini belum terlibat membantu hanya karena belum mengetahui keadaan beliau.

Tolong, sampaikan kabar ini kepada mereka. Kirimkan link menuju halaman ini, http://mbot.multiply.com/journal/item/37 supaya mereka juga bisa mengetahui cerita yang baru lo baca ini. Sumbangan tunai dapat dikirimkan ke rekening BCA atas nama
Moh. Arianto, norek 4940017659, KCP Alaydrus, kode KCP 0494, Jl. Al Aydrus 48 B Jakarta 10130. Telp.021-6338411, 6345073, 3518409. Atau kalau elo sendiri merasa tergerak menyisihkan sedikit rejeki, gue atas nama beliau juga akan sangat berterima kasih. Selain itu gue juga masih butuh referensi panti-panti werdha yang terbaik di Jakarta. Yang jelas gue nggak kepingin beliau cuma berakhir di Panti Werdha-nya Departemen Sosial yang penanganannya asal-asalan. She deserved better than that, guys.

Yang lebih penting lagi, gue mohon sedikit waktu kalian untuk mendoakan beliau, agar selalu dikuatkan lahir dan bathin, serta dibahagiakan di usia senja ini.

Maaf lahir dan bathin.

38 comments


  1. oh iya, hampir lupa, buat yang langganan tabloid wanita indonesia, di edisi terbaru halaman dua di kiri bawah ada box tentang bu edwin juga, salah satu wartawan WI menjenguk beliau waktu masih di RS dan menyampaikan niat mbak Tutut untuk turut mengulurkan bantuan.


  2. UPDATE per 7 Desember 2004 Sori agak telat updatingnya, ada beberapa deadline yang musti gue handle sejak weekend kemarin. Bu Edwin udah keluar dari RS. Tadinya kita berencana mau mendaftarkan beliau ke Panti Werdha di cinere, tapi ternyata di sana penuh dan masuk waiting list. Mengingat turn-over penghuni di sana sangat rendah, kita ngga bisa mastiin kapan posisi kita di waiting list tersebut akan naik. Pilihan berikutnya Panti Werdha di Cibubur. Walaupun nggak sebagus yang di Cinere, tapi konon salah satu yang terbaik juga di Jakarta. Gue sendiri belum liat kayak apa tempatnya, karena yang survey ke sana murid2 beliau dari angkatan yang lebih senior. Sampe awal minggu lalu gue denger udah fix akan bisa masuk ke sana, ternyata pada detik terakhir kita baru tau bahwa panti tersebut nggak menerima anggota yang kondisinya tidak mandiri. Seperti kita tau, Bu Edwin masih belum bisa berjalan normal, masih harus dibantu. Baru pada saat itu kita tahu ada salah satu kerabat beliau yang menjadi pimpinan Panti Werdha di daerah Daan Mogot, di jalan Hadiah. Gue juga belum liat kondisi di sana, baru weekend ini mau ke sana. Cuma yang gue denger beliau ditempatkan di sal, berbarengan sama beberapa penghuni lain, karena kamar yang perorangan sedang direnovasi. Insya Allah kalo udah ngeliat lokasinya gue akan upload foto2 beliau. Selain itu sumbangan yang udah masuk ke rekening Arianto sampe tanggal 1 Desember adalah sbb: TGL.MASUK BANK JUMLAH Rp. 15 November 200420,000 16 November 2004100,000 16 November 2004500,000 17 November 2004300,000 23 November 2004300,000 23 November 2004200,000 23 November 2004250,000 23 November 20041,000,000 23 November 2004500,000 23 November 20045,000,000 23 November 2004200,000 25 November 2004100,000 25 November 2004100,000 27 November 2004100,000 30 November 2004500,000 30 November 2004100,000 30 November 20043,532,000 (dikurs dari valuta asing) 30 November 2004150,000 1 Desember 200450,000 1 Desember 2004100,000 1 Desember 2004 200,000 13,302,000 Jumlah ini belum termasuk sumbangan yang diserahkan langsung, atau yang dibayarkan via rekening selain Arianto. Rekap detilnya menyusul, karena gue mau double check seluruh jumlahnya. Yang jelas, tagihan RS sampe tanggal 1 Desember itu sebesar Rp. 14.893.023, Alhamdulillah berhasil tertutupi. Terima kasih buat semua dermawan yang telah menyisihkan sebagian rezekinya.


  3. UPDATE per 28 November 2004 (lagi)Minggu siang pas gue lagi berniat rajin mau olah raga, tau2 kakak gue telepon. Pertamanya nanya2 alamat RSI Pondok Kopi, berikutnya nanya kapan gue berencana ke sana lagi, akhirnya minta dianterin. Ibu gue jadi ikutan pingin ikut juga. Akhirnya rencana olah raga dibatalkan, dan rombongan gue, kakak gue (Doti) dan 2 temennya Doti bernama Ami Topo dan Agus. FYI mereka ini juga muridnya bu Edwin dari jaman tauk kapan, pokoknya mrk lahirnya aja thn 1961-62, tua2 banget…! Sampe saa kita surprise banget krn kebetulan lagi ada serombongan orang lain yang juga jenguk, murid2 bu Edwin lulusan 89. Mereka ngaku tahu berita tentang Bu Edwin dari milis dan SMS. Bu Edwin seneng banget kedatengan tamu sebanyak itu, dan lagi2 beliau menunjukkan kekuatan memorinya dengan mengingat anak2 itu satu per satu. Contohnya:“Bu, saya si anu (lupa gue nama2 mereka satu per satu, banyak sih) saya yang waktu kelas 1 mogok gak mau nulis…” “O iya, yang terus waktu ibu ancam akhirnya mau juga itu kan?”Gue juga mengkonfirmasikan berita yang gue tulis sendiri, “Bu, bener kan ya, bu Edwin juga antara lain ngajar mbak Tutut?””Mbak Tutut? Ah enggak! Kalo Tommy iya…!”~waaakss~ salah… Ingka, salah nih beritanya, mana udah kadung dimuat di Warta Kota, lagi. Maap, maap. Tapi salahnya ngga jauh2 amat kok, sebab Tutut juga sekolah di SD Perguruan Cikini, cuma kebetulan nggak di kelas Bu Edwin. “Tapi kalo mbak Mega iya kan ya bu?””Oh iya, kalau mbak Mega benar murid Ibu…”Kemudian Bu Edwin bercerita, “Waktu itu ada yang datang, tanya ‘bu Edwin gurunya megawati ya?’ Ibu bilang ‘Hus! IBU Megawati. Dia kan presiden kita. Harus dihormati.””Udah enggak lagi sekarang, Bu,” kata gue. “Ya biar! Tetap harus dihormati.” kata Bu Edwin. Gue nanya2 sama suster perkembangan kondisi Bu Edwin. Kata suster, gula darahnya masih tinggi, 200-an. Targetnya di bawah 140, baru lukanya bisa diharapkan membaik. Sekarang ini setiap hari lukanya dirawat dengan cara diguntingin jaringan matinya. Istilah kedokterannya di-necro-something, mungkin ibu yang ini bisa bantu menjelaskan? Acara kunjungan diakhiri dengan saling tukar menukar nomor HP dan janji untuk terus menyebarluaskan kabar tentang Bu Edwin. “I thank you all…” demikian kata Bu Edwin saat dikelilingi murid-muridnya sebelum pulang. Terima kasih kembali ibu. Sekarang waktunya kami menunjukkan bahwa Ibu tidak mengajarkan budi pekerti kepada kami semua dengan sia-sia. Photo2 terbaru bisa diklik di sini


  4. UPDATE per 28 November 2004thanks to Janti Nasution, gue dikirimin file pdf-nya dari berita bu Edwin di Warta Kota. Kalo mau liat bisa diunduh di sini. Btw; sebelumnya gue mau mengklarifikasi bahwa munculnya nama gue secara berulangkali di artikel itu sama sekali bukan ide gue, dan waktu diinterview gue juga nggak nyangka akan disebut lengkap kayak gitu. Dan terus terang gue rada nggak nyaman juga bacanya, tapi apa boleh buat, udah kadung dimuat.Buat yang bingung apa artinya diunduh bisa klik di sini.


  5. Gung… ini gue kopipes email dr Merdy Elan yg punya niat baik utk ikut meringankan beban ibu Edwin.Bagaimana kabar bu Edwin skg Gung?*semedi lagi ah*— “Merdy, Elan – ID Foundation” elan.merdy@sampoernafoundation.org wrote:> Mbak/mas Sefa> > Saya élan merdy murid dari Edwin yang anda ceritakan> dibawah, boleh saya minta detail alamat beliau dan> jiika hendak menkoordinasikan bantuna dengan siapa> ya?> > Bantuannya sangat kami harapkan> > —–Original Message—–> From: Indira Abidin> [mailto:indiraabidin@hotmail.com] > Sent: Thursday, November 18, 2004 11:20 AM> To: sd-islam@yahoogroups.com; cfbe@yahoogroups.com> Subject: [cfbe] to ex Percik Cerita Sedih di Hari> Raya> > > >—– Original Message —– > > >From: “Sefa” sefacheri@yahoo.com> > >To: warung-dapurmbakyu@yahoogroups.co.uk> > >Sent: Sunday, November 14, 2004 10:59 AM


  6. anomwb said: gue udah masukin no rek & contact info lo di friendster. kira2 kalo mereka pada nyumbang, bisa ngasih laporan siapa2 aja yang udah transfer gak? biar gampang posting aja disini. nanti tinggal gue submit ke friendster bulletin

    kalo “siapa2nya” nggak bisa, kan yang punya rekening cuma bisa liat jumlah dana yang masuk di buku tabungan. kalo pake klikbca bisa sih diliat satu2, tapi lebih baik kalo mau ngecek apakah kirimannya dah masuk pa belom kirim private msg aja deh ke gue, nanti gue fw ke arianto biar bisa dicek.


  7. gue udah masukin no rek & contact info lo di friendster. kira2 kalo mereka pada nyumbang, bisa ngasih laporan siapa2 aja yang udah transfer gak? biar gampang posting aja disini. nanti tinggal gue submit ke friendster bulletin


  8. mbot said: UPDATE per 22 November 2004Barusan gue ditelepon sama wartawan harian Warta Kota. Thanks to Ingka, kisah bu Edwin akan dimuat di harian Warta Kota besok pagi. Semoga publikasi ini bisa mengalirkan lebih banyak bantuan bagi beliau ya guys…

    Ohh….Ingka…sungguh aku terharu padamu !!!muahh….muahhh….:P


  9. UPDATE per 22 November 2004Barusan gue ditelepon sama wartawan harian Warta Kota. Thanks to Ingka, kisah bu Edwin akan dimuat di harian Warta Kota besok pagi. Semoga publikasi ini bisa mengalirkan lebih banyak bantuan bagi beliau ya guys…


  10. Aku pernah di ajak agung ke rumahnya bu Edwin, waktu dia masih sehat. Keadaan rumahnya emang bener2 prihatin banget! Aku bener2 kasian ama bu Edwin. Dia tinggal sendirian di rumah yg sumpek and ga sehat secara sirkulasi udara and pencahayaan kalo aku bilang. Dia aja pas sehat gitu udah susah untuk berdiri, kalo mau berdiri keliyengan dulu. Duuuh..kasian bgt emang keadaannya! Dia butuh orang2 yg perduli ama dia. Kita sama2 doain ya, mudahan bu Edwin cepet sembuh..AMIN ya Allah!


  11. Terima kasih buat semuanya yang udah berpartisipasi dan ngebantu nyebarin berita ini. motivasi gue sebenernya cuma ngga rela aja ngeliat beliau yang seumur hidupnya didedikasikan untuk sesuatu yang berguna buat orang banyak, ternyata harus mengalami hari tua yang kayak gini aja. semua yang gue bisa sekarang, beliau yang mengajarkan dasar-dasarnya. sampe 2 hari yang lalu, dana yang udah masuk ke rekening sebesar Rp. 2.200.000,-


  12. mbot said: UPDATE per 18 November 2004Pulang kantor gue ke RS Islam Pondok Kopi, dan ternyata lokasinya nggak terlalu susah ditemukan. Kalo elo lewat casablanca menuju Pondok Kopi tinggal luruuuuuussss….. sampe mentok, belok kiri, terus nanti RS-nya ada di sebelah kiri jalan. Kamar An-Nuur 1 tempat beliau dirawat ada di lantai 1, dari pintu masuk utama lo jalan ngelewatin pos penjagaan, langsung belok kanan. Beliau ada di kamar isolasi 1, paling dekat dengan pintu masuk. Keadaan beliau udah jauh lebih baik, yang jelas lukanya udah nggak sakit lagi kalau tersenggol. Beliau senang dijenguk, dan kata suster beberapa hari yang lalu cukup banyak juga tamu yang datang. Yang luar biasa, tetangga sebelah rumah beliau setiap hari datang membawakan 2 stel pakaian ganti. Padahal gue tau ibu2 tetangga itu punya anak kecil sehingga pastinya udah cukup repot ngurus anak, toh masih mau menyempatkan waktu mencucikan dan mengantarkan pakaian bersih buat bu Edwin. Waktu gue dateng, gue liat nasi timnya baru dimakan sedikit, nggak sampe 1/4-nya. Kata suster, beliau nggak nafsu makan, padahal sebentar lagi jadwalnya disuntik obat pengontrol gula darah. Kalau beliau disuntik dalam keadaan perut kosong, gula darah bisa drop dan bisa jadi lemes banget bahkan pingsan. Untung emang pada dasarnya bu Edwin tuh orangnya sangat disiplin, waktu gue jelasin tentang hal itu beliau mau juga memaksakan diri makan, lumayan masuk lagi sekitar 1/4 porsi. FYI, seumur hidup beliau, ini baru kali ke dua dirawat di RS. Yang sebelumnya, beliau dirawat juga akibat peristiwa yang kurang lebih sama dengan sekarang, menginjak beling hingga infeksi. Di luar itu, secara umum beliau sangat sehat dan disiplin mengatur makanan. Waktu hendak makan, beliau minta tempat tidurnya agak ditegakkan. Gue sempet rada bingung juga, soalnya tempat tidurnya masih yang sistem engkol, bukan yang tinggal pencet2 tombol. Waktu gue lagi sibuk meneliti sebelah mananya dari tempat tidur itu yang musti gue engkol buat naikin sandaran kepala, beliau bilang, “Tanya sama susternya saja, susternya tahu caranya…””Sebentar bu, saya pasti bisa. Sebentar ya saya cari dulu,” kata gue sok tau. Untungnya beneran ketemu. Beliau surprise waktu akhirnya gue beneran berhasil naikin sandaran tempat tidurnya. “Kok bisa, Mas? Siapa yang ngajarin?””Bisa dong Bu, saya kan pinter, kan muridnya Bu Edwin,” kata gue. Beliau tersenyum mendengarnya. Kontak sosialnya masih sangat baik. Dengan mata berbinar-binar, beliau lantas bercerita tentang sejumlah muridnya yang datang menjenguk, dan cukup banyak di antaranya yang beliau masih ingat namanya!Waktu gue mau pulang, suster datang mau nyuntik. “Mbah, disuntik dulu ya…” kata suster “ini siapa yang nengok, Mbah?””Ini Mas Agung” kata bu Edwin.”Mas Agung itu siapanya, mbah?””Saudaraku…”foto-foto terbaru beliau bisa diklik di sini

    Mogi2 cepet sembuh deh si ibu !*abis liat potonya*


  13. Gung… elo bener2 baik yah. Thanks Gung udah mau jengukin orang sakit.Aduh setiap baca cerita ttg Bu Edwin, gue selalu nangis. Syukurlah ada tetangga yg baik hati… cuma Allah deh Gung yg bisa bayar semua kebaikan elo dan tetangganya itu. Amin.Btw, gue udah kirim ke semua milis yg gue ikutin… semoga ada manfaatnya.


  14. UPDATE per 18 November 2004Pulang kantor gue ke RS Islam Pondok Kopi, dan ternyata lokasinya nggak terlalu susah ditemukan. Kalo elo lewat casablanca menuju Pondok Kopi tinggal luruuuuuussss….. sampe mentok, belok kiri, terus nanti RS-nya ada di sebelah kiri jalan. Kamar An-Nuur 1 tempat beliau dirawat ada di lantai 1, dari pintu masuk utama lo jalan ngelewatin pos penjagaan, langsung belok kanan. Beliau ada di kamar isolasi 1, paling dekat dengan pintu masuk. Keadaan beliau udah jauh lebih baik, yang jelas lukanya udah nggak sakit lagi kalau tersenggol. Beliau senang dijenguk, dan kata suster beberapa hari yang lalu cukup banyak juga tamu yang datang. Yang luar biasa, tetangga sebelah rumah beliau setiap hari datang membawakan 2 stel pakaian ganti. Padahal gue tau ibu2 tetangga itu punya anak kecil sehingga pastinya udah cukup repot ngurus anak, toh masih mau menyempatkan waktu mencucikan dan mengantarkan pakaian bersih buat bu Edwin. Waktu gue dateng, gue liat nasi timnya baru dimakan sedikit, nggak sampe 1/4-nya. Kata suster, beliau nggak nafsu makan, padahal sebentar lagi jadwalnya disuntik obat pengontrol gula darah. Kalau beliau disuntik dalam keadaan perut kosong, gula darah bisa drop dan bisa jadi lemes banget bahkan pingsan. Untung emang pada dasarnya bu Edwin tuh orangnya sangat disiplin, waktu gue jelasin tentang hal itu beliau mau juga memaksakan diri makan, lumayan masuk lagi sekitar 1/4 porsi. FYI, seumur hidup beliau, ini baru kali ke dua dirawat di RS. Yang sebelumnya, beliau dirawat juga akibat peristiwa yang kurang lebih sama dengan sekarang, menginjak beling hingga infeksi. Di luar itu, secara umum beliau sangat sehat dan disiplin mengatur makanan. Waktu hendak makan, beliau minta tempat tidurnya agak ditegakkan. Gue sempet rada bingung juga, soalnya tempat tidurnya masih yang sistem engkol, bukan yang tinggal pencet2 tombol. Waktu gue lagi sibuk meneliti sebelah mananya dari tempat tidur itu yang musti gue engkol buat naikin sandaran kepala, beliau bilang, “Tanya sama susternya saja, susternya tahu caranya…””Sebentar bu, saya pasti bisa. Sebentar ya saya cari dulu,” kata gue sok tau. Untungnya beneran ketemu. Beliau surprise waktu akhirnya gue beneran berhasil naikin sandaran tempat tidurnya. “Kok bisa, Mas? Siapa yang ngajarin?””Bisa dong Bu, saya kan pinter, kan muridnya Bu Edwin,” kata gue. Beliau tersenyum mendengarnya. Kontak sosialnya masih sangat baik. Dengan mata berbinar-binar, beliau lantas bercerita tentang sejumlah muridnya yang datang menjenguk, dan cukup banyak di antaranya yang beliau masih ingat namanya!Waktu gue mau pulang, suster datang mau nyuntik. “Mbah, disuntik dulu ya…” kata suster “ini siapa yang nengok, Mbah?””Ini Mas Agung” kata bu Edwin.”Mas Agung itu siapanya, mbah?””Saudaraku…”foto-foto terbaru beliau bisa diklik di sini


  15. wateromarch said: Gangren barangkali? Lupa bhs Indonesia-nya apa.

    Nemu di google nih, Gangrene is the death of an area of the body usually due to loss of blood supply. Gangrene can be caused from a bacterial infection that has not been treated; this is wet gangrene. Or, gangrene can be caused by a decrease in blood flow to an area of the body where the tissue in this part of the body has been injured or diseased; this is dry gangrene. Wet gangrene is the type of gangrene we are most familiar with, yet it is not the most common. We are familiar with it because old western movies would have a scene where someone would get cut on the leg and it would get infected and soon become gangrene. A doctor would have to saw off their leg while they were biting a bullet and drinking whisky. Wet gangrene is, in fact, caused by an injury such as a cut or open wound that becomes infected with a bacteria. The infection gets full of pus and does not drain well, blocking off the blood supply and the oxygen to that part of the body, soon the tissue dies. If left untreated the area will become shrunken and black and could continue spreading to other parts of the body. Treatment with antibiotics to kill the bacteria is often necessary and surgically removing the blackened tissue will cease the spread of the infection. Amputation is rarely necessary if caught in the early stages. Disinfecting and keeping wounds clean can prevent them from turning into gangrene. Dry gangrene does not involve a bacterial infection of an open wound. It is caused by the blood flow being stopped or reduced to an area of the body from an injury or disease. This area becomes oxygen deprived and turns black and shrinks when the tissue dies. Dry gangrene can be caused by an injury which cuts off the supply of blood. An injury can be a blunt trauma, usually to the toes or feet. When this kind of trauma occurs it may involve an acute arterial obstruction, blocking the blood supply. If you get injured and the area becomes painful, red, and swollen and then starts to smell funny it could be gangrene. Go to your doctor for evaluation. Surgery may be needed to unblock the arterial obstruction. The sooner this is caught the better the prognosis will be. Sometimes dry gangrene can be caused by frostbite. The area becomes so cold it gets deprived of oxygen and dies. Frostbite gangrene will not spread to other parts of the body. With frostbite you may feel numbness in the area but when the flesh dies it will become very painful. Once the tissue is dead it will be numb again and darken over time. Other causes of dry gangrene are diabetes due to poor circulation of the blood to the extremities. Also, any kind of disease with poor circulation, hardening of the arteries, AIDS or arterial embolism can cause gangrene. The signs that dry gangrene is beginning are a dull, aching pain and coldness in the area. The area may get a sickly pallor to it. If gangrene is developing slowly it can be reversed by surgery. Treatment of poor circulation to prevent tissue from dying can be done in a hyperbaeric oxygen chamber prior to gangrene setting in. The patient goes into a chamber with richer oxygen level than we normally breath to quickly oxygenate the blood. Treatment in the chamber is usually done once a day for months at a time. It is a very costly treatment, with many other healthy benefits due to the rich oxygen your body receives. The best weapon against gangrene is prevention.


  16. mbot said: UPDATE per 17 November 2004salah satu rekan yang habis menjenguk bu Edwin mengabarkan lukanya masih gatren (ada yang tau apa artinya?), jadi beliau masih akan cukup lama dirawat di RS.

    Gangren barangkali? Lupa bhs Indonesia-nya apa.


  17. Sorry, this is too close to home.Tapi yg paling mengena di hati gw adalah kenyataan bahwa si ibu tidak menikah. Hell, I’m not too. Terkadang kalau dengar cerita-cerita menyedihkan tentang wanita tidak menikah, gw bertanya-tanya…apa gw bakal begitu? Eniwei…I’m not about to ruin my beautiful day today. Got so much to do, so much bless to receive today. One customer mentioned this morning that he has an PO for me. And I’m scheduled to see a customer later today…hopefully to receive another PO.


  18. pipitta said: Sori ya gung.. kalo mau lewat rekening mandiri gimana ya?

    wah untuk sementara ini mandiri belum bisa…, nanti dikabarin lagi deh kalo ada salah satu anggota tim yang menyediakan rekening bank selain bca.


  19. Gue seperti Inia sekarang juga lagi belajar di luar….gue, kakak2 gue dan adik gue pernah diajar sama bu Edwin…..ngedenger berita ini gue sedih banget….Insya Allah gue akan bantu sebisa gue…..Thank you mbot for spreading this story to everyone


  20. iniaku said: Ihiks…Beneran gue nangis Gung bacanya… gue skg jauh dari tanah air, gue cuma mahasiswa yg juga lagi berjuang disini, tp insha Allah gue akan bantu lewat cara lain. Gue akan sebarin cerita elo ini lewat semua milis yg gue ikutin dan kasih tau berita ini ke keluarga gue di Indo. Saat ini dg segala keterbatasan gue, gue cuma bisa berdoa semoga Allah menyehatkan kembali ibu Edwin. Amin.Btw… kayaknya dulu elo pernah cerita soal ibu Edwin sama gue ya Gung.Kalau elo jenguk dia, bilang ya salam dan doa dari gue.

    Thanks Fa, kita doain sama-sama supaya ke depannya hari-hari beliau lebih baik ya…


  21. Ihiks…Beneran gue nangis Gung bacanya… gue skg jauh dari tanah air, gue cuma mahasiswa yg juga lagi berjuang disini, tp insha Allah gue akan bantu lewat cara lain. Gue akan sebarin cerita elo ini lewat semua milis yg gue ikutin dan kasih tau berita ini ke keluarga gue di Indo. Saat ini dg segala keterbatasan gue, gue cuma bisa berdoa semoga Allah menyehatkan kembali ibu Edwin. Amin.Btw… kayaknya dulu elo pernah cerita soal ibu Edwin sama gue ya Gung.Kalau elo jenguk dia, bilang ya salam dan doa dari gue.